Negara Mesir menjadi sentra penyebaran mazhab Syafii yang cukup dominan. Walaupun, dalam sejarah, mazhab Syafi’i pernah menjadi kecil pengaruhnya akibat diganti dengan mazhab fikih Ahli Bait (salah satu aliran di Syiah) ketika kaum Syiah Rafidha menguasai Mesir, namun hal itu tidak bertahan selamanya.
Mazhab Ahli Bait tersebut hilang bersamaan dengan tumbangnya kekhalifahan Daulah Ubaidiyin dari kalangan Rafidhah oleh Shalahuddin bin Yusuf bin Ayyub atau biasa dikenal dengan Salahuddin al-Ayyubi. Hingga akhirnya Mazhab Syafi’i dan para pengikutnya yang sebelumnya lari ke Irak kembali lagi ke Mesir.
Ahmad Timur Basya mencatat ada beberapa tokoh besar yang ikut berpengaruh dalam menyebarkan Mazhab Syafi’i. Mulai dari Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawi (yang biasa terkenal dengan sebutan Imam al-Nawawi) Izzuddin bin Abdussalam, Ibn Daqiq al-ʻId, Taqiyuddin al-Subki, hingga Sirajuddin al-Bulqini, ulama besar Syaf’iiyah yang tinggal di Mesir.
Baru setelah tersebar dengan begitu massif oleh para pengikutnya, Mazhab Syafi’i mulai digunakan sebagai mazhab resmi. Termasuk menjadi mazhab resmi Dinasti Ayyubiyah yang digagas oleh Shalahuddin al-Ayyubi.
Tidak hanya di Mesir, Ahmad Timur Basya juga mencatat bahwa Mazhab Syafi’i juga dianut dan berkembang oleh beberapa negara, di antaranya Turki, Syam dan Irak.
Sebelum disatukan oleh murid-murid al-Qafal al-Marwazi, Mazhab Syafi’i terpecah menjadi dua kelompok: kelompok Khurasan yang digawangi oleh Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain, serta kelompok Irak yang digawangi oleh Ahmad bin Hanbal dan ulama-ulama lain.
Menurut al-Subki dalam Muqaddimah Takmilat al-Majmu’, dialektika kedua aliran tersebut mulai menyusut setelah Imam al-Juwaini menyusun kitab yang secara khusus menarjih (mengunggulkan) masalah yang diperselisihkan oleh dua kelompok tersebut dalam Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Mazhab, dan mulai surut pada masa Imam al-Rafi’i dan al-Nawawi.
Selain itu Mazhab Syafii juga merambah ke India Selatan, tepatnya di kota Malibar. Terbukti dengan adanya kitab fikih Syafi’iyah yang terkenal di kalangan pesantren yang digubah oleh Zainuddin al-Malibari berjudul Fathul Muin Syarh Qurratul Ain.
Bahkan berdasarkan penuturan Ibnu Batutah dalam Tuhfat al-Nadhar fi Gharaib al-Amshar wa Ajaib al-Asfar, Mazhab Syafii sudah mulai masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terlepas dari berbagai perdebatan siapa yang membawanya ke Nusantara.
Sirajuddin Abbas dalam bukunya Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafii menyebutkan 92 pengikut Mazhab Syafii yang merupakan ulama-ulama kenamaan, mulai abad ke-3 hingga 14 Hijriyah. Termasuk dalam kategori tersebut beberapa ulama Nusantara yang tak diragukan lagi keilmuannya, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Hasyim Asy’ari, hingga Syekh Sulaiman al-Rasuli.
Daftar ulama penganut Mazhab Syafii yang dikumpulkan oleh Sirajuddin Abbas ini nampaknya bukan jumlah tetap, mengingat masih banyak ulama terkenal penganut Mazhab Syafi’i lain yang belum dimasukkan.
Wallahu A’lam.