Dalam Kondisi Perang Sekalipun, Islam Melarang Menyakiti Orang dalam Gereja

Dalam Kondisi Perang Sekalipun, Islam Melarang Menyakiti Orang dalam Gereja

Dalam Kondisi Perang Sekalipun, Islam Melarang Menyakiti Orang dalam Gereja
Gereja St. Ludwina setelah kejadian penyerangan oleh pria memakai pedang

Perang merupakan salah satu cara penyelesaian konflik dan penguasaan atas orang, hak atau wilayah yang memiliki usia setua manusia itu sendiri. Jauh sebelum Islam datang, dunia ini kerap diwarnai dengan perang antar keluarga, suku, hingga kerajaan. Faktornya sangat beragam, mulai dari hal yang sangat sepele hingga besar, dari persoalan yang sangat privat hingga hal menyangkut kelompok atau publik.

Sebagai agama yang membawa pesan moral dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia (rahmatan lil ‘alamin), Islam merespon akan aktivitas manusia dalam berperang. Dalam Islam, perang boleh dilakukan hanya sebatas mempertahankan diri dari serangan ketika cara-cara lain sudah tak bisa digunakan (daf’u al-i’tida`). Itu pun perang harus segera dihentikan ketika kelompok yang menjadi musuh tidak lagi berdaya melakukan penyerangan. (Abu Zahrah, 2008: 33).

Ketika perang terpaksa harus dilakukan, Islam memberikan sejumlah peraturan yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang melakukannya. Antara lain; tidak boleh merusak rumah ibadah, fasilitas publik, perumahan atau hunian warga, dan lingkungan hidup. Dilarang membunuh para pemuka agama (rijal ad-din), anak kecil, orang tua, perempuan dan pekerja.

Ketika Nabi Muhammad terpaksa menggunakan cara perang dalam menghadapi orang-orang yang terlebih dahulu menyerangnya, Nabi Saw selalu mewanti-wanti kepada sahabatnya supaya memperhatikan peraturan perang dalam Islam yang membedakannya dengan perang-perang lainnya yang dilakukan umat manusia dalam lintasan sejarah.

Nabi Saw berpesan:

لَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ، وَلَا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ

“Janganlah kalian membunuh anak-anak dan orang-orang yang berada di gereja.” (HR. Al-Baihaqi, 2834).

Pesan di atas menegaskan bahwa perang dalam Islam bukan dilakukan karena perbedaan agama atau paham keagamaan, melainkan karena ada faktor-faktor lain yang semuanya kembali kepada pembelaan dan penyelamatan diri dari serangan. Faktor-faktor ini bisa disebabkan karena persoalan ekonomi, politik, perebutan sumber daya alam, maupun yang lainnya. Konflik yang disebabkan semua faktor ini jika memungkinkan menggunakan cara-cara lain selain perang, maka perang hukumnya haram.