Tidak terasa sudah kita sudah sampai di awal tahun. Hari demi hari telah berlalu begitupun minggu, bulan dan tahun. Kita sebagai individu atau masyarakat dalam menjalani hari yang sudah terlewat itu senantiasa diisi dengan bermacam kegiatan, lembaran-lembaran hari sudah dilewati, kini kita sudah menutup lembaran itu dan lembaran-lembaran baru akan segera dimulai.
Lembaran-lembaran tersebut adalah detail sejarah hidup kita yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan di hari akhir kemudian. Allah telah berfirman,
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
“Bacalah lembaran kitabmu, cukuplah engkau sendiri yang melakukan perhitungan atas dirimu” (Qs, al-Isra ayat 14).
وَتَرَىٰ كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً ۚ كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَىٰ إِلَىٰ كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Engkau akan melihat setiap umat berlutut, setiap umat diajak untuk membaca kitab amalannya” (Qs, al-Jasiyah ayat 28).
Baca juga : Konsep Waktu dalam Islam
Al-Quran adalah kitab pertama yang menegaskan bahwa baik individu atau kelompok masyarakat mempunyai hukum-hukum dan prinsip yang dapat mengarah pada meruntuhkan dan membangiktak setiap individu maupun kelompok masyarakat. Karena itu, manusia baik sebagai individu atau kelompok bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan terhadap masyarakat, Dari sinilah, kiranya kita dapat mengerti istilah hukum Islam berupa Fardu Ain dan Fardu Kifayah.
Allah berfirman dalam surah lainnya,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Tuhan tidak mengubah keadaan suatu masyarakat, sebelum terlebih dahulu mereka (masyarakat) mengubah sikap mereka“(Qs ar-Ra’d ayat 11)
Ayat di atas begitu tegas, untuk melakukan perubahan dari individu maupun masyarakat. Bahwa penentuan sikap manusia atau masyarakat adalah faktor penentu kelahiran lembaran sejarah itu sendiri. Dari sini, kiranya ada dua kesadaran dalam hal ini.
Pertama, kesadaran mengapa manusia diciptakan dan ke mana manusia akan menuju. Maka Semuanya dari Allah dan akan kembali kepada-Nya dan akhir dari segala siklus adalah kembalinya ke permulaan.
Kesadaran akan tujuan penciptaan ini mengarahkan manusia untuk menjalani kehidupan dengan makna yang dalam, tidak sekadar mengejar duniawi, tetapi juga menyadari peran sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi. Perjalanan hidup bukan hanya tentang pencapaian material, melainkan juga tentang bagaimana manusia mempersiapkan diri untuk kembali kepada-Nya dengan amal terbaik
Kesadaran kedua, yaitu kesadaran akan kemanusiaan dan kehormatannya. Sebagai makhluk bertuhan, kita diminta untuk beribadah kepada-Nya sekaligus tidak melupakan nilai-nilai kemanusiaan lainnya.
Kesadaran ini menuntut manusia untuk hidup tidak hanya dalam dimensi spiritual, tetapi juga sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut menjaga keadilan, membantu sesama, dan menghormati hak-hak manusia lainnya. Ibadah vertikal kepada Allah harus diimbangi dengan ibadah horizontal berupa pengabdian kepada masyarakat.
Pergantian tahun menjadi momen penting untuk melakukan refleksi atas perjalanan hidup yang telah dilalui, baik sebagai individu maupun masyarakat. Setiap lembaran waktu yang berlalu adalah bagian dari sejarah hidup yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Kesadaran atas hal ini seharusnya mendorong manusia untuk senantiasa memperbaiki diri dan lingkungannya.
Dengan mengisi hari-hari dengan kesadaran akan tujuan penciptaan dan pentingnya menjaga kemanusiaan, manusia dapat menjalani kehidupan yang seimbang antara spiritualitas dan tanggung jawab sosial. Kesadaran ini bukan hanya soal hubungan vertikal dengan Sang Pencipta, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Baca juga : Kisah Umar bin Khattab di Palestina
Dalam Islam, kebahagiaan sejati terletak pada keberhasilan mengintegrasikan keduanya dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an memberikan harapan besar bagi mereka yang mampu menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Lembaran sejarah hidup yang dipenuhi dengan amal baik akan diterima dengan tangan kanan, simbol penghormatan dan keberhasilan, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:
فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ
“Mereka itulah yang akan menerima lembaran sejarah hidupnya dengan tangan kanannya” (Qs al-Isra ayat 71)
Oleh karena itu, pergantian tahun bukan hanya soal perayaan, melainkan juga momentum untuk memperbarui komitmen kita dalam menjalani kehidupan yang lebih bermakna, bertanggung jawab, dan berorientasi pada kebahagiaan abadi. Mari menjadikan setiap detik, menit, dan hari yang diberikan sebagai peluang untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat bagi sesama. Sebab, di penghujung waktu, setiap amal kita akan menentukan lembaran sejarah hidup yang akan kita bawa ke hadapan-Nya.