Coretan dari Tanah Suci: Cinta Nabi dan Kisah Umar bin Abdul Aziz (4)

Coretan dari Tanah Suci: Cinta Nabi dan Kisah Umar bin Abdul Aziz (4)

Coretan dari Tanah Suci: Cinta Nabi dan Kisah Umar bin Abdul Aziz (4)

Setahun yang lalu ketika berkunjung ke Tanah Suci saya menulis artikel trilogi Coretan dari Tanah Suci di media ini. Dalam hati saya berjanji, akan melanjutkan “coretan” ini bila suatu saat nanti kembali ke Tanah Suci.

Tulisan ini tribute untuk mereka yang memiliki mimpi besar pergi ke Mekkah dan Madinah, mereka yang selalu tergetar ketika mendengar kumandang adzan saat pelepasan keberangkatan Tamu-Tamu Allah. Untuk mereka yang turut bahagia menyambut kedatangan orang-orang yang pulang dari Baitullah, untuk mereka yang tak sabar ingin berumrah, bertawaf mengelilingi Ka’bah.

Sekali lagi, tulisan ini tribute untuk mereka yang rindu kepada Rasulullah SAW, seperti ratapan Maher Zain dalam lagunya

“Kami merindukanmu, wahai Rasulullah..

Wahai tauladan kami, demi Allah kerinduan hanya kepadamu

Entah berapa lama kerinduan ini berlangsung..

Tak ada kerinduan yang paling agung melebihi kerinduan macam ini, makin menggumpal di hati saat ditahan dari hari ke hari.

Entah bagaimana bisa, kita bisa rindu pada seseorang yang belum pernah kita lihat.

Entah bagaimana bisa terjadi, lisan reflek bershalawat saat mendengar namanya lewat.

Karena dia adalah Nabi Terkasih, karena kita mencintainya.

Nasib terbaik ialah mendapat kesempatan mengungkapkan kerinduan langsung di hadapannya, menyapanya dengan salam di depan makam. Jika tak beruntung, pilihannya menitipkan salam melalui para Tamu Allah. Meski hati bertanya-tanya kapankah giliran kami walaupun sekali?

Melantunkan shalawat dan salam langsung di hadadapan Nabi SAW

Ya Nabi Salam Alaika..

Ya Rasul Salam Alaika..

Ya Habib Salam Alaika..

Shalawatullah Alaika..

Oh betapa bahagianya, betapa beruntungnya.

Betapa rugi orang-orang yang tak memiliki keinginan menziarahi Nabi SAW, dan orang yang bangkrut adalah orang-orang yang menyia-nyiakan padahal kesempatan itu ada. Siapa? Mereka yang berkunjung ke Madinah, namun tak terketuk untuk “sowan” ke Rasulullah SAW.

Tak pernahkah orang semacam ini bertanya pada diri mereka sendiri, apakah Madinah tanpa Nabi SAW akan tetap menjadi kota Suci? Apakah Raudhah di Nabawi tetap ada tanpa keberadaan Nabi?

Sementara itu, masih pantaskah melontarkan pertanyaan usil tentang status hukum (syariah) menziarahi kuburan Nabi? Atau mempersoalkan mengucapkan do’a dan salam secara khusus menyebut asma Nabi? Hingga yang paling jahat mencurigai para peziarah ini sedang melakoni praktek syirik. Saya memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kaum seperti ini.

Madinah adalah kota Rasulullah, Madinah adalah kota Hijrah, dan saya ingin tambahkan bahwa Madinah adalah kota Ziarah, semua lapisan manusia pernah menginjakkan kaki di sini, mulai rakyat jelata hingga paduka raja, mulai yang Muallaf sampai Muallif.

Nikmat adalah bisa berkunjung ke Madinah, menjadi Tamu Allah (Duyuf al-Rahman) sekaligus Tamu Rasulullah. Sebab, Masjid Nabawi di Madinah merupakan Baitullah sekaligus “Baitur-Rasulillah”, di masjid ini jasad Nabi SAW bersemayam dan ruhnya menjawab para peziarah yang mengucapkan shalawat dan salam.

Alkisah, Umar bin Abdul Aziz yang dikenal sebagai Khalifah yang saleh yang disepakati sebagai Khalifah Rasyidin ke lima, suatu ketika beliau dari negeri Syam (Suriah) mengirim surat kepada wakilnya yang berada di Hijaz (Makkah-Madinah) yang berisi ucapan salam untuk dibacakan di depan makam Nabi Muhammad SAW. Kisah ini diriwayatkan dalam kitab Assyifa yang ditulis Al Qadli Iyadl Al Yahshubi pada juz 2 halaman 38, dan termuat dalam kitab Asshilat karangan Al Fairuzabadi.

Yazid bin Abi Said Al Mahri juga berkisah, tatkala dirinya berpamitan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk pergi ke kota Madinah, Umar bin Abdul Aziz berkata; saya punya hajat kepadamu. Yazid pun menjawab; wahai Khalifah, bagaimana engkau mempunyai hajat kepadaku?, Umar bin Abdul Aziz pun menjawab: jika engkau masuk kota Madinah, engkau harus menziarahi kuburan Nabi SAW, karena itu, tolong sampaikan salamku kepada beliau SAW.

Apa yang membuat Khalifah Umar bin Abdul Aziz seperti di atas, tiada lain karena terdorong rasa cinta yang tak terhingga kepada Baginda Nabi SAW.

Mari kita bernadzar pergi ke Tanah Suci, mari kita bernadzar mengunjungi makam Nabi.

Sampai berjumpa di Nabawi!