Film dan sinetron mistik selalu mendapat tempat di hati masyarakat. Dari tahun ke tahun tayangan mistik bahkan tak pernah sepi menghiasi layar kaca Indonesia. Karena tingginya rating tayangan tersebut, para produser film pun berlomba-lomba menayangkan kisah-kisah misteri, bahkan mereka tak segan-segan membungkusnya dengan nilai-nilai agama, misalnya melalui sinetron misteri ilahi, adzab kubur, jodoh wasiat bapak dan lain sebagainya.
Di samping masuknya nilai-nilai agama dalam tayangan mistik, ada realitas aneh lainnya yang dikonstruksi oleh media. Sebelumnya, coba sebutkan apa yang muncul di benak Anda ketika membayangkan sosok hantu? Mungkin kebanyakan orang akan membayangkan sosok perempuan seram berambut panjang seperti kuntilanak, suster ngesot atau sundel bolong.
Kebanyakan media menggambarkan sosok hantu dengan wujud perempuan, misalnya generasi 90-an tentu tidak asing lagi dengan Suzanna, sang ratu horor Indonesia, setahun lalu pun heboh sosok “Ibu” dalam film pengabdi setan, baru-baru ini juga muncul film horor yang mengangkat profil Asih, hantu yang sempat muncul di film Danur.
Pada kenyataannya memang begitulah media mengonstruksikan sosok hantu, kalaupun ada hantu laki-laki, itu pun tidak sering dimunculkan atau hanya menjadi hantu pendukung sang hantu perempuan.
Biasanya hantu perempuan selalu diceritakan sebagai korban, misalnya korban pemerkosaan dan pembunuhan. Ia lalu gentayangan dan hendak membalas dendam kepada sang pelaku kejahatan. Kemudian sang hantu tersebut akan dihadapkan dengan seorang ustad alim yang selalu ditampakkan sebagai laki-laki baik. Di akhir cerita, ustad itu akan menang dan sang hantu akan dikembalikan ke alamnya.
Kalaupun tidak menjadi hantu, perempuan selalu digambarkan sebagai makhluk yang buruk, penyebar fitnah dan pembawa malapetaka, misalnya perempuan pelakor, perempuan seksi dan aduhai yang menggoda para laki-laki, seorang istri yang merayu suaminya untuk melakukan kejahatan karena menginginkan harta dan lain sebagainya.
Kalaupun tidak diwujudkan sebagai hantu dan sosok penggoda, perempuan justru ditampilkan sebagai makhluk yang lemah, yang mudah dipengaruhi godaan setan, gambaran ini dapat kita temukan pada diri Maria dalam film Malaysia berjudul Munafik. Maria diceritakan sebagai perempuan lemah yang depresi karena diganggu setan, Maria berhasil sembuh dari depresinya dengan bantuan Adam, sang ustad salih yang mempunyai kemampuan menghadapi roh-roh jahat.
Penggambaran perempuan sebagai tokoh yang negatif tentu saja tidak terlepas dari aspek agama dan budaya, misalnya dongeng-dongeng tentang Nyi Roro Kidul dan Nyi Blorong yang juga perempuan, atau teks-teks agama yang menyebutkan bahwa perempuan adalah sumber fitnah sehingga patut ditayangkan sebagai sosok negatif yang menghuni neraka.
Keterlibatan agama juga muncul karena keterbatasan akal manusia untuk mencapai pengetahuan tentang alam gaib. Sedangkan pengetahuan-pengetahuan tentang alam gaib disediakan oleh agama. Namun setidaknya ada dua point yang bisa diambil dari kisah mistik yang berkaitan dengan agama, yakni manusia meyakini bahwa keburukan akan dibalas dengan keburukan dan Tuhan adalah sumber kekuatan yang paling purna, yang mampu melenyapkan kekuatan setan yang mengganggu manusia.
Sayangnya para produser justru mempergunakan kesempatan itu untuk kepentingan bisnis, demi meraup keuntungan berlimpah dari rating yang tinggi. Perempuan dan agama selalu dijadikan sebagai sasaran empuk yang bisa diperjualbelikan media, meskipun harus mengangkatnya dalam tayangan tanpa karakter dan tanpa logika. Selanjutnya, apakah tayangan-tayangan mistik di Indonesia akan selalu memperjualbelikan perempuan dan agama?
Wallahu A’lam.