Membahas pernikahan merupakan hal yang sensitif, apalagi bagi perempuan dewasa kisaran umur 24-30 tahun yang masih menjomblo. Belum punya calon atau tidak segera dihalalkan. Pernikahan bukanlah sebuah perlombaan, siapa yang lebih cepat, dialah yang menang.
Namun pernikahan adalah perjanjian sakral antara suami dan istri, sehingga apabila mereka dipisahkan di dunia oleh kematian, maka mereka akan disatukan Allah di akhirat setelah kebangkitan. Tujuan dari pernikahan adalah meraih sakinah dengan pengembangan potensi mawaddah dan rahmat, sedang tujuan akhirnya adalah melaksanakan tugas kekhalifahan dalam pengabdian kepada Allah Swt.
Quraish Shihab menjelaskan panjang lebar tentang pernikahan yang ideal dan definisi sakinah mawaddah wa rahmah dalam bukunya yang berjudul “Pengantin Al-Quran“, yang merupakan kado pernikahan untuk putra-putrinya.
Kata sakinah artinya adalah ketenangan, lawan kata dari goncangan. Goncangan ataupun kecemasan menghadapi bahaya ataupun kesedihan jika kemudian disusul dengan ketenangan batin itulah yang disebut dengan sakinah. Sebagai contoh seorang perempuan dewasa berumur yang belum mendapatkan pasangan pastilah dilanda kecemasan, kemudian dinikahi oleh pria idamannya maka kecemasan itu akan berbuah ketenangan atau sakinah.
Menurut Quraish Shihab sakinah harus diawali dengan gejolak. Dalam rumah tangga ada saat di mana gejolak dan kesalahpahaman terjadi, namun dapat segera ditanggunglangi dan melahirkan sakinah. Yaitu dengan benteng agama. Sakinah tidak hanya terlihat dari ketenangan lahir, akan tetapi ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati.
Sakinah akan diperoleh melalui beberapa fase, yaitu mengosongkan hati dari sifat buruk dan tercela, bertaubat dari kesalahan yang telah diperbuat dan meninggalkan masa lalu yang buruk, kemudian melawan sifat-sifat tercela dan menggantinya dengan sifat baik, karena kebaikan akan menghapuskan keburukan.
Mawaddah dikenal dengan arti penuh cinta. Namun, ternyata makna mawaddah tidaklah hanya cinta. Mawaddah adalah cinta plus, yakni jika di dalam hati seseorang telah tumbuh rasa mawaddah maka ia tidak akan memutuskan hubungan, karena hatinya lapang dan kosong dari segala keburukan, bahkan keburukan lahir dan batin dari pasangan tidak dilihatnya. Mawaddah tidak hadir begitu saja, namun mawaddah harus diperjuangkan oleh suami-istri.
Kemudian yang terakhir adalah Rahmah. Rahmah adalah rasa yang muncul setelah melihat ketidakberdayaan, suami-istri pasti akan mengupayakan kebaikan dan kebahagian bagi pasangannya. Rahmah melahirkan kesabaran, lemah lembut dan menutupi segalanya. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, namun dibalik kesempurnaan itu pasti ada kekurangannya. Begitu pula pasangan suami-istri, yang mana saling diciptakan untuk melengkapi kekurangan masing-masing. Jika rasa rahmah itu telah ada didalam hati pasangan suami-istri, terjaminlah kelanggengan hubungan harmonis.
Contoh cinta sejati adalah cinta Nabi Muhammad kepada Khadijah RA. Jika kita mendengar hikayat cinta pasti yang masyhur ditelinga kita adalah kisah cinta Romeo dan Juliet atau Majnun dan Laila. Namun cinta mereka tidak bersatu atas nama pernikahan, tidak sebagai suami-istri. Sedangkan cinta Nabi Muhammad kepada Khadijah RA tetap hidup walaupun Khadijah telah meninggal dunia dan menyebut bahwa tidak ada yang menggantikan Khadijah meski telah wafat.
Wallahu A’lam.