Cerita Kaum Beriman di Gunung Qaff

Cerita Kaum Beriman di Gunung Qaff

Bagaimana kisah ini membuat kita berpikir banyak hal

Cerita Kaum Beriman di Gunung Qaff

Nabi Muhammad SAW berkisah bahwa suatu ketika malam Mi’raj  ada sebuah tempat yang menarik perhatian Nabi. Letaknya di belakang sebuah gunung yang dikenal dengan sebutan Gunung Qaff. Gunung yang ukurannya tidak lebih besar dan juga tidak lebih kecil daripada 70 gunung lain di sekitarnya. Tempat tersebut memang terlihat begitu mencolok. Terlihat putih seperti perak dan mengkilat sebagaimana kaca. Disana juga dihuni oleh Bani Adam (manusia) yang menjadikannya mirip sebuah kota.

Nabi pun mendatangi tempat itu dan terlibat dialog dengan penghuninya. Seperti sebuah percakapan antara orang yang asing satu sama lain, Nabi pun memulai dengan menanyakan siapa mereka sebenarnya. Kemudian mereka pun mulai memperkenalkan diri dan menceritakan asal-usulnya.

“Kami adalah satu kaum dari Bani Israil. Ketika Nabi Musa AS telah meninggal dunia, terjadi ‘perbedaan’ diantara Bani Israil yang mengakibatkan kerusakan terlihat dimana-mana.”

(Pada suatu masa, setidaknya ada 40 Nabi yang terbunuh. Kemudian pada suatu hari, 200 orang ahli ibadah dan zuhud yang amar ma’ruf nahi munkar juga dibunuh oleh Bani Israil).

“Semenjak saat itu, kami pun keluar dari golongan mereka (Bani Israil) dan pergi menuju ke pantai. Lalu kami berdo’a kepada Allah agar diselamatkan dari kerusakan tersebut. Kemudian setelah kami memohon kepada Allah, muncullah sebuah lubang di bumi. Lalu kami masuk dan berada disana selama 18 bulan.”

Setelah kami keluar dari tempat itu, Nabi Musa AS berwasiat kepada kami,”Jika salah satu diantara kalian melihat wajah Muhammad SAW yang merupakan Nabi Akhir Zaman, ucapkanlah salam dariku. Bersyukurlah pada Dzat yang telah memperlihatkan wajahnya,  dan mintalah semoga mengajarkan Al-qur’an.”

Demi melaksanakan apa yang telah diwasiatkan oleh Nabi Musa kepada kaumnya, Nabi pun mengajari mereka Alqur’an, sholat, puasa, mendirikan sholat jum’at dan hukum-hukum syari’at yang lain.

Nabi kemudian mengajukan beberapa pertanyaan saat melihat hal-hal “aneh” yang ada di kota tersebut. Misalnya ketika Nabi mendapati bahwa rumah mereka tanpa pintu dan seperti dibiarkan (terbuka) begitu saja. Tembok rumah mereka pun memiliki warna yang sama. Apa sebabnya? Mereka lalu mengatakan hal itu karena diantara mereka tidak ada rasa takut antara satu sama lain. Dan tembok rumah yang berwarna seragam itu adalah pengejawantahan dari hati mereka yang sama.

Nabi juga menemukan kejanggalan lainnya di sekitar rumah mereka. Yakni adanya kuburan-kuburan yang letaknya tepat di dekat pintu rumah mereka. Mereka kemudian mengatakan bahwa dengan melihat kuburan, kami tidak akan sibuk dengan dunia dan tidak akan lupa pada kematian. Setelah mengetahui masjid yang letaknya jauh dari rumah-rumah mereka, Nabi pun melanjutkan pertanyaannya.

Mereka kemudian mengatakan bahwa sesungguhnya pahala mendatangi masjid yang lebih jauh itu ditambahkan daripada mendatangi masjid yang dekat. Juga menceritakan apa yang mereka lakukan untuk bertahan hidup seperti bercocok tanam dan berternak.

“Kami bercocok tanam dan menyerahkan kepada Allah sampai tiba waktu panen. Kemudian kami sepakat dan berkumpul di suatu tempat untuk mendapatkan hasil secukupnya sesuai dengan kebutuhan kami dan meninggalkan sisanya disini. Ternak kami ada di tanah lapang. Kami mendatangi ternak kami ketika kami butuh dan meninggalkan sisanya di tempat tersebut.”

Lebih jauh lagi, Nabi mengamati tingkah mereka. Nabi melihat bahwa wajah mereka nampak begitu pucat. Mereka tidak pernah tertawa. Mereka juga tidak pernah sakit. Oleh karenanya, Nabi menanyakan apa penyebab dari semua tanda-tanda tersebut.

Mereka menjelaskan bahwa “Sesungguhnya tertawa itu menggelapkan hati. Sehingga kami tidak melakukan itu. Sedangkan sakit adalah penebus dari dosa-dosa yang dilakukan. Sedangkan kami tidak melakukan dosa. Kami seperti orang yang sedang sakit dan terlihat begitu pucat karena wajah yang pucat ini disebabkan oleh rasa takut akan  kematian.”

“Apakah diantara kalian ada orang yang meninggal dunia?” Tanya Nabi. Mereka menjawab “iya, setiap tahun ada beberapa jenazah”.

Demikian Nabi mengakhiri pertemuannya dengan kaum Bani Israil yang dijumpainya. Apa yang diceritakan Nabi SAW, adalah alam ghaib yang tidak seorang pun dapat mengetahui kecuali Allah SWT. []

*Disadur dari kitab Tafsir Surat Yaasiin karangan Syaikh Hamami Zadah