Ayah dan bunda yang disayangi Allah, pastilah kita mendambakan anak yang memiliki kemampuan berpikir yang baik, bukan? Kali ini kita akan membahas peran orang tua dalam mempengaruhi cara berpikir anak sesuai amalan Rasulullah Saw.
Kemampuan berpikir anak, biasa kita sebut dengan akal. Allah menganugerahkan akal kepada manusia yang membuat manusia lebih baik dari makhluk lainnya. Dari akal inilah Ibrahim kecil mencari Allah.
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an akal dapat memiliki beberapa makna, antara lain daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu dorongan moral dan daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Dari beberapa makna tersebut kita dapat ketahui bahwa akal itu berkembang.
Islam sangat menghargai akal. Bahkan akal dapat menjadi salah satu penentu hukum Islam. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi orang tua untuk mengarahkan akal anak agar dapat berperan dengan baik bagi kehidupan kedepan.
Berikut cara Nabi Muhammad Saw membangun akal anak-anak
Menceritakan Kisah-kisah
Kisah memiliki peranan penting dalam menarik perhatian anak dan membangun pola pikirnya. Kisah sangat disenangi oleh anak-anak dan menempati peringkat pertama sebagai landasan asasi metode berpikir yang memberikan dampak positif kepada anak-anak.
Banyak kisah kenabian yang ditujukan kepada anak-anak, bahkan Rasulullah Saw menceritakan kisah kenabian itu kepada para sahabat yang dewasa. Kisah kenabian selalu memiliki ruh yang berpedoman pada kejadian nyata masa lampau, serta jauh dari kisah khayalan yang belum pasti kebenarannya.
Kisah kenabian jika diceritakan akan menambah kepercayaan akan sejarah pada diri anak, rasa cinta pada para nabi, dan rasa keislaman yang memancar dan tidak akan pernah kering dan tersumbat.
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Kisah adalah salah satu barisan tentara Allah Swt untuk menetapkan hati para wali-Nya.”
Seperti firman Allah, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepada mu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Qs. Hud (11): 120) dan “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai hati”(Qs. Yusuf (12):111).
Sepertiga Al-Quran berisi kisah-kisah. Kita diminta mengambil pelajaran dari kisah-kisah itu untuk kehidupan saat ini dan anak-anak kita kelak. Dari prosentasi kisah dalam Al-Quran tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa sepertiga dari cara kita mendidik anak adalah dengan berkisah.
Beberapa kisah yang dapat kita ceritakan kepada anak-anak adalah:
kisah para nabi dan rasul
kisah para sahabat nabi
kisah para ulama’ dan orang-orang salih
Kisah Kifl, umat sebelum nabi yang tidak jadi melakukan maksiat. Kisah ini dapat diceritakan ketika anak mendekati masa remaja
Kisah tentang si belang, si botak, dan si buta, yang syarat akan pembelajaran tentang syukur dan berbagi
Kisah peminjam seribu dinar, yang dapat memberi pelajaran bagi anak tentang ketauhidan.
Berdialog langsung ke-inti persoalan
Hal yang harus orang tua perhatikan ketika akan berbicara kepada anak adalah menghindari kata-kata yang ambigu dan kiasan-kiasan, karena hal ini akan membuat anak bingung dan susah memahami apa yang kita sampaikan.
Ada baiknya berbicara langsung dalam menjelaskan pengetahuan atau realita tertentu. Gunakan kata-kata yang mudah dipahami dan dihapalkan agar anak-anak lebih mudah menerima apa yang kita sampaikan.
Rasulullah Saw mengajarkan cara berdialog dengan anak-anak. Kisah Ibnu Abas RA yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi bisa dijadikan tauladan dalam berbicara kepada anak-anak.
“Pada suatu hari aku dibonceng Nabi Saw, beliau bersabda, “Hai anak kecil, aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat: jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah agama Allah, niscaya engkau menemukan Allah di hadapanmu. Apabila engkau meminta, mintalah kepada Allah. Apabila engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seluruh manusia apabila berkumpul untuk memberimu manfaat, mereka tidak dapat melakukannya selain dengan sesuatu yang telah Allah takdirkan untukmu. Kalau seluruh manusia berkumpul untuk memberimu mudharat, mereka tidak akan dapat melakukannya selain dengan sesuatu yang telah Allah takdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan tinta di buku catatan telah kiring.”
Dari hadis tersebut dapat kita ambil pelajaran:
Rasulullah Saw menarik perhatian anak dengan panggilan “Hai anak kecil.”
Rasulullah Saw langsung ke inti persoalan “aku ajarkan kepadamu” membuat anak memahami arahan Rasulullah Saw.
Nasihat Rasulullah Saw terhadap Ibnu Abas RA singkat, tidak panjang lebar, dan tidak membosankan. Ini sesuai tabiat anak yang menuntut kalimat-kalimat singkat dan jelas.
Berbicara Sesuai Kadar Akal Anak
Ada suatu kisah sebelum perang badar dimulai, ketika itu para sahabat ingin mengetahui berapa jumlah pasukan kaum kafir Quraish yang mengikuti perang badar. Sahabat yang diminta oleh Rasulullah mencari tahu jumlah pasukan lawan, bertemu anak kecil yang sedang mengembala kambing kaum Quraish.
Ditanyalah anak kecil tersebut tentang jumlah pasukan dari kaum kafir Quraish. Anak tersebut hanya menjawab, “Banyak seperti lautan besi.” Para sahabat tidak puas dengan jawaban anak kecil tersebut, hingga pertanyaan tersebut di ulang-ulang, sampai Rasulullah Saw datang.
Dengan kemampuan yang Allah Swt Ilhamkan dalam diri Rasulullah Saw, Rasulullah Saw pun bertanya, “Berapa unta yang disembelih pasukan Quraish?” anak kecil tersebut menjawab, “Antara sembilan sampai sepuluh ekor.”
Nabi Saw bersabda, “Jumlah mereka antara 900 hingga 1000 orang.” Nabi Saw pun faham bahwa anak kecil tidak mampu menghitung hingga ribuan.
Begitulah harusnya orang tua mendidik anak kecil. Berbicaralah sesuai kemempuan anak dalam berpikir.
Tanya Jawab
Ada sebuah kisah tentang seorang pemuda yang izin berzina kepada Rasulullah Saw. Saat itu Rasulullah Saw, sedang duduk bersama para sahabat. Pemuda itu datang dengan tergesa-gesa menemui Rasulullah Saw lalu berkata, “Ya Rasulullah SAW, ijinkan saya untuk berzina.”
Para sahabat bergemuruh saat itu. Mereka mengetahui hukum berzina. Tapi Rasulullah SAW dengan bijaknya berkata pada para sahabat, “Suruhlah pemuda itu mendekatiku.”
Setelah pemuda itu mendekat, Rasulullah bertanya, “Wahai anak muda, apakah engkau rela bila perzinahan itu terjadi atas ibumu?”
“Tidak. Demi Allah Swt, biarlah Allah Swt menjadikan diriku sebagai tebusanmu,” ujar sang pemuda.
Rasulullah SAW pun bersabda, “Demikianlah perasaan orang lain, ia juga tidak suka bila hal itu terjadi pada diri ibunya.”
Rasulullah Saw bertanya kembali, “Wahai anak muda, apakah kamu rela bila hal itu terjadi atas diri putrimu?”
Pemuda itupun menjawab, “Tidak. Demi Allah Swt, biarlah Allah Swt menjadikan diriku sebagai tebusanmu”
Rasulullah Saw pun bersabda, “Nah! Orang lain pun demikian, ia tentu tidak rela bila hal itu terjadi pada diri putrinya”
Rasulullah Saw pun mengajukan pertanyaan serupa jika hal itu menimpa bibi ataupun saudara perempuannya. Pemuda itupun mengemukakan jawaban yang sama. Rasulullah Saw pun bersabda, “Wahai anak muda, ketahuilah bahwa tidak seorangpun yang rela terhadap perbuatan yang menodai kehormatan keluarganya.”
Rasul kemudian beliau meletakkan tangannya kepada pemuda tersebut seraya berkata “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya (jauhkan dari zina).” Pasca kejadian tersebut, pemuda itu tidak melakukan perbuatan zina sama sekali.
Masya Allah, sungguh luar biasa cara Rasulullah Saw melakukan tanya jawab kepada pemuda tersebut.
Wahai Ayah-Bunda mari kita biasakan melakukan tanya-jawab kepada anak-anak kita agar akalnya dapat berkembang dengan baik.
Metode tanya jawab dapat merangsang pertumbuhan akal anak dan meluaskan wawasannya, serta menambah semangatnya untuk menyingkap berbaiagi inti permasalahan.
Tanya-jawab kepada anak juga dapat menjadi lompatan orang tua dalam aktivitas mendidik buah hatinya. Sebab, dengan tanya jawab anak dapat mengungkapkan apa yang terlintas dalam benaknya, dan sangat mungkin baginya untuk bertanya tentang berbagai hal yang belum mereka ketahui. Selain itu pikiranya menjadi terbuka, sehingga dapat ikut ambil bagian dalam musyawarah orang dewasa.
Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa anak harus selalu diam sebagai bentuk ahlak yang terpuji? Hal ini juga baik, dengan syarat anak sudah memiliki kemampuan untuk mengungkapkan isi pikiranya dan mampu bertanya dengan baik.
Melatih anak dengan Beraktivitas
Saat kita melatih indra anak, maka akan menghasilkan pengetahuan baru baginya. Ketika anak mulai tumbuh dan menyibukkan diri dengan pekerjaan, maka hal ini dapat menggasah kesadaran akalnya.
Ada suatu kisah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Sa’id al-khudri RA. “Rasulullah Saw sedang berjalan dan melihat seorang anak yang sedang menguliti kambing. Tetapi anak tersebut tidak dapat melakukannya dengan baik. Rasullullah Saw bersabda kepadanya, “Minggirlah, aku perlihatkan caranya.” Nabi memasukkan tangannya antara kulit dengan daging, kemudian menekannya hingga masuk sampai batas ketiak”. Anak tersebut memperhatikan dengan seksama bagaimana cara Nabi Saw menguliti kambing tersebut. Akalnya berputar merekam apa yang dilihatnya dan pikirannya terfokus pada pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah Saw.
Ayah bunda, pasti sering menjuampai anak kita yang sangat penasaran dengan aktivitas yang kita lakukan? Mari, mulai saat ini kita teladani Rasulullah Saw dalam menyikapi rasa inggin tahu anak. Kita libatkan ia dalam aktifitas yang kita lakukan. Beri pengarahan agar hal yang inggin mereka ketahui dapat menjadi pelajaran baginya.
Mengarahkan Anak untuk Meneladani Rasulullah Saw
“Ajarkanlah kepada anak-anak kalian tiga perkara: cinta kepada nabi kalian, cinta kepada keluarga beliau, dan membaca Alquran” (H.R. ath-Thabrani).
Keterikatan seorang anak kepada Rasulullah Saw membuatnya menjadi manusia yang sempurna. Karena, pikirannya menjadi terbuka untuk mempelajari jalan hidup pemimpin para rasul, pemimpin seluruh umat manusia, dan kekasih Allah. Akalnya akan diterangi oleh cahaya keimanan. Dengan memahami sejarah yang mulia ini, dia akan menggangkat kepalanya dengan bangga sebagai pengikut setia Rasulullah Saw.
Apabila kita pahami bagaimana orang-orang barat mengikat otak anak dengan tokoh-tokoh fiktif seperti Superman dan lain lainnya, karena mereka tidak memiliki sosok idola yang dapat di ceritakan ke pada anak-anak. Maka kita sebagai orang muslim harus berbangga diri karena memiliki toko superhero yang nyata.
Anak-anak yang mengenal Rasulullah Saw akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh akalnya dan kuat imannya.
Sumber bacaan.
Nur Abdul Hafizh Suwaid, Muhammad. 2010. Prophetic Parenting : Cara |Nabi Saw Mendidik Anak. Yogyakarta : Pro-u Media.
Zein, Arifin. 2017. Tafsir Al-Quran Tentang Akal (Sebuah Tinjauan Tematis). At-Tibyan, Volume 2 No. 2, 233-245.