Cara Memahami Hadis Nabi Diutus dengan Pedang

Cara Memahami Hadis Nabi Diutus dengan Pedang

Cara Memahami Hadis Nabi Diutus dengan Pedang

Salah satu doktrin yang ditanamkan oleh sekelompok umat Islam yang mengaku dirinya sebagai mujahid atau jihadis adalah Islam itu bisa tegak di muka bumi ini dengan cara kekerasan, membunuh siapa pun yang dianggap musuh, padahal yang dibunuh itu juga beragama Islam.

Karena meyakini cara kekerasan itu dari Nabi, sehingga tidak jarang dari sekelompok umat Islam yang memiliki pemikiran radikal ini selalu menyampaikan mukadimah pengajiannya dengan kalimat provokatif, seperti was shalatu was salamu ‘ala man bu’itsa bis saif (salawat dan salam semoga dilimpahkan untuk Nabi yang diutus dengan pedang).  Salah satu dasar yang mereka jadikan pijakan adalah hadis riwayat Ibnu Umar berikut:

بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا يُشْرَكَ بِهِ شَيْءٌ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

Artinya:

Aku diutus dengan pedang sampai mendekati kiamat, sehingga nanti hanya Allah yang disembah serta tak ada yang menyekutukan-Nya. Rezekiku berada di bawah naungan tombakku. (Selain itu), kehinaan dan kerendahan itu diperuntukkan bagi mereka yang tak mematuhi perintahku. Barangsiapa yang menyerupai suatu kelompok maka dia bagian dari kelompok tersebut.

Pertanyaannya sekarang, benarkah hadis yang digunakan oleh sekelompok umat Islam yang mengaku mujahid ini bisa dijadikan dalil dalam Islam? Benarkah Nabi menyebarkan Islam dengan kekerasan? Berapa banyak orang yang sudah Nabi bunuh bila kekerasan itu dibenarkan dalam Islam? Tiga pertanyaan ini perlu dijawab satu persatu untuk membuktikkan apakah pemahaman bahwa kekerasan itu dibenarkan dalam menyebarkan dan menegakkan agama Islam.

Pertama, hadis di atas didapatkan dalam beberapa kitab hadis yang sebagiannya mungkin tidak asing bagi mereka yang pernah mengkaji hadis secara mendalam dan benar, di antaranya terdapat dalam kitab Musnah Ahmad ibn Hanbal karya Imam Ahmad bin Hanbal, Syu’abul Iman karya Imam al-Baihaqi, Mushannaf ibn Abi Syaibah karya Imam Abu Bakar bin Abi Syaibah, Musnah as-Syamiyyin karya imam al-Thabrani, al-Fawaid karya Abul Qasim Tamam ad-Dimasyqi, dan al-Faqih wal Mutafaqqih karya Imam al-Khatib al-Baghdadi. Apakah hadis ini secara otomatis bisa menjadi sahih atau dapat dijadikan landasan hukum karena disebutkan dalam banyak kitab hadis? Tidak.

Menurut Syekh Syu’aib al-Arnauth, ulama hadis asal Damaskus yang wafat pada 2016, salah satu perawi hadis ini bernama Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban. Sebagian hadis yang diriwayatkan olehnya termasuk hadis munkar, termasuk hadis yang biasa dijadikan dalil oleh kelompok teroris ini.

Menurut Imam al-Baiquni, hadis munkar tidak dapat diterima sebagai dalil agama seperti halnya hadis maudhu’. Alasannya, hadis munkar itu diriwayatkan oleh perawi yang bermasalah dalam hafalannya. Permasalahan hafalan ini juga terjadi pada Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban menjelang usianya tua.

Selain itu, Imam al-Bukhari menyebutkan sebagian redaksi hadis ini dengan shigat al-tamridh, redaksi yang mengindikasikan lemahnya hadis ini. Kata وَيُذْكَرُ di bawah ini mengindikasikan bahwa hadis berikut itu lemah:

وَيُذْكَرُ عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «جُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي»

Kedua, sebagian redaksi hadis ini justru bertentangan dengan kandungan Alquran. Redaksi terjemahan hadis “Aku diutus dengan pedang sampai mendekati kiamat, sehingga nanti hanya Allah yang disembah serta tak ada yang menyekutukan-Nya” seakan-akan memaksa semua umat manusia untuk masuk Islam dan hanya menyembah kepada Allah. Bila tidak masuk Islam maka wajib dibunuh.

Hal ini tentu bertentangan dengan Alquran surah al-Kafirun. Menurut Imam at-Thabari, surah al-Kafirun diturunkan lantaran kaum Quraisy menjanjikan Nabi Muhammad Saw. dengan harta dan wanita. Syaratnya, Nabi harus menyembah berhala Lata dan Uzza selama setahun dan kaum Quraisy menyembah Allah selama setahun.

Melalui surah al-Kafirun, Allah Swt. melarang praktik demikian. Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk tidak mengurusi pemeluk agama lain, dan orang lain pun dilarang mengusik agama yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. Artinya, surah al-Kafirun ini menjamin kebebasan seseorang untuk memeluk agamanya masing-masing tanpa harus ada paksaan apa pun, apalagi sampai harus dibunuh.  Selain itu, dalam surah al-Baqarah 256, Allah Swt. berfirman:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Artinya:

Tak ada paksaan (bagi seseorang) untuk masuk dalam agama Islam. Hal ini karena sudah jelas antara ajaran yang benar dan yang tidak benar.

Menurut Syekh Thahir bin ‘Asyur, ayat ini menjadi dalil yang sangat jelas bahwa cara pemaksaan dalam berbagai jenis apapun untuk menjadikan orang beragama Islam itu tidak dibenarkan. Hal ini karena kepercayaan terhadap suatu agama itu tidak bisa dipaksakan dan merupakan hak preogratif Allah Swt.

Ketiga, Syekh al-Azhar era Prancis menjajah Mesir, Ibrahim al-Bajuri, mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. mengikuti perang yang dikomandoi langsung oleh beliau sebanyak delapan kali, yaitu perang Uhud, Badar, Khandaq, Muraisi’, Quraizhah, Khaibar, Hunain, dan Thaif.  Di antara perang tersebut, Nabi Muhammad Saw. tidak pernah membunuh satu orang pun kecuali Ubay bin Khalaf dalam perang Uhud.

Hal ini pun dilakukan oleh Nabi karena terpaksa untuk membela diri, karena saat itu kondisi umat muslim yang kalah di perang Uhud sudah sangat terdesak. Bahkan diriwayatkan bahwa dua gigi seri Nabi Muhammad Saw. pun copot akibat terkena pukulan musuh. Bayangkan, seandainya membunuh itu dibenarkan oleh Islam, tentu sudah banyak musuh yang mati di tangan Nabi? Faktanya, Nabi tidak melakukan pembunuhan itu dengan serampangan. Pemikiran para umat Islam yang mengaku dirinya jihadis justru sangat bertentangan dengan apa yang Nabi ajarkan. Apalagi tidak jarang korban dari terorisme itu adalah umat muslim sendiri.