Nabi Muhammad mengajarkan kepada umatnya bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama atau setara baik pejabat atau rakyat, bos atau seorang jongos, kyai atau santri, raja atau golongan sudra, konglomerat atau orang melarat, yang membedakan hanyalah ketakwaannya saja.
Begitu juga orang yang dekat dengan Nabi pada hari kiamat bukan karena kekayaannya atau jabatannya, apalagi karena nasabnya tetapi karena paling banyak membaca shalawat kepadanya, dimanapun, kapanpun ia berada. Hal ini sebagai bukti kecintaan kepada Nabinya dan juga mengikuti perintah Tuhannya yang menganjurkan untuk memperbanyak bershalawat kepada Nabi. Dalam sebuah hadits dijelaskan,
وعن ابن مسْعُودٍ رضي اللَّه عنْهُ أنَّ رسُول اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ: “أَوْلى النَّاسِ بِي يوْمَ الْقِيامةِ أَكْثَرُهُم عَليَّ صَلاَةً “رواه الترمذي
Artinya: diriwayatkan dari ibnu Mas’ud RA bahwasanya Rasulullah bersabda:”orang yang paling utama bersamaku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku. (HR. Turmudzi).
Menurut imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan bahwa orang yang paling dekat dengan Nabi dan yang paling berhak mendapatkan syafa’atnya adalah orang yang paling banyak bershalalawat kepadanya saat di dunia karena orang yang memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi menunjukkan bahwa dirinya sangat tulus mencintainya.
Sedangkan menurut imam Shan’ani dalam Subulus Salam menjelaskan bahwa hadist ini berisi anjuran untuk memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi, terutama pada hari jum’at sebagai hari yang paling baik, shalawat yang dibaca oleh seorang hamba akan diperlihatkan kepada Nabi Muhammad Saw. Maka dari itu, tak pantas mengaku umat Nabi bila seseorang tak suka membaca shalawat kepadanya, karena itu kunci keberuntungan dan terkabulnya doa bahkan shalat lima waktu bila tak dibacakan shalawat dalam tahiyyat maka shalatnya tidak sah.