Bahlul al-Majnun; Sufi “Gila” yang Menasehati Khalifah Harun al-Rasyid

Bahlul al-Majnun; Sufi “Gila” yang Menasehati Khalifah Harun al-Rasyid

Bahlul al-Majnun; Sufi “Gila” yang Menasehati Khalifah Harun al-Rasyid

Bahlul al-Majnun bernama lengkap Abu Wahb Bahlul bin Amr as-Shairafi al-Kufi. Penisbatan terhadap al-Kufi menunjukkan bahwa ia dilahirkan di Kufah, Irak. Ia adalah seorang sufi yang hidup di masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Wafat pada tahun 197 H atau bertepatan pada tahun 810 M. Bahlul merupakan salah seorang sufi yang sekaligus penyair, ahli zuhud dan pendongeng.

Fuat Sezgin dalam magnum opusnya, Geschichte des arabischen Schrifttums (jilid 4 dalam 13 jilid dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Tarikh at-Turats al-Arabi) menyebutkan bahwa biografi Bahlul bisa dilacak di sejumlah sumber al-Bayan wa at-Tabyin karya al-Jahiz, al-Rijal karya At-Thusi, Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar, al-A’lam karya al-Zirkili, maupun dalam Geschichte der arabischen Litteratur yang juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Tarikh al-Adab al-Arabi karya Carl Brockelmann.

Sementara mengenai karya-karya berbentuk kasidah yang dinisbatkan kepadanya adalah al-Qashidah al-Bahluliyyah, Qashidah Ibn Arus, dan al-Qashidah al-Fiyasyiyyah.” Sezgin sendiri menempatkan Bahlul sebagai sufi ketiga di era Abbasiyah yang dimana di masa awal dinasti Abbasiyah naskah-naskah yang mengandung ungkapan dan perilaku zuhud jauh lebih banyak dibanding masa dinasti Umayyah. Pada masa ini, menurut Sezgin, perhatian membukukan (attadwin) tema-tema sufisme menempati posisi yang paling penting. Di mana banyak para ahli hadis di masa ini merupakan pelaku asketik (zahid).

Konon, sehari-hari ia hidup di area pemakaman umum. Anak-anak kecil di Baghdad kerap menjadikannya hiburan. Bahkan kadang kala ia dilempari batu oleh anak-anak yang memang tak mengenali hakikat Bahlul.

Kebanyakan orang awam di masanya melecehkan nasihat dan petuahnya meskipun apa yang diceritakannya sebuah kebenaran. Ia bisa melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang awam kebanyakan. Suatu waktu ia keluar menuju kota (Baghdad), di tengah perjalanan ia bertemu dengan anak-anak nakal. Mereka melempari Buhlul dengan batu sembari meneriakkan “Bahlul al-Majnun” dan “Bahlul ya Majnun”. Ia tak membalasnya kecuali dengan sebuah syair:

Cukuplah aku pasrah kepadamu, Tuhan

Dari segala apa yang dilakukan oleh mereka kepadaku

Tidak ada tempat pelarian yang abadi kecuali menuju kepada-Mu

Nasehat Untuk Sang Khalifah

Salah satu riwayat menceritakan sebuah kisah Bahlul dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Bahlul yang dilecehkan oleh masyarakat Baghdad pada saat itu dengan julukan al-majnun alias orang gila. Padahal sejatinya ia adalah seorang bijaksana dan paling berakal di zamannya. Para ulama di masanya juga banyak yang mengambil hikmah dan istifadah serta mauidzoh dari sufi ini.

 

Wahai Bahlul, kapan kau sembuh dari gilamu? tanya Khalifah Harun al-Rasyid.

Ia balik bertanya,”Aku atau engkau yang gila, wahai Khalifah?

Khalifah menukas, “Kau yang setiap hari duduk di atas kuburan yang gila”.

Bahlul menjawab, “Aku yang waras!”

“Kenapa begitu?” Sergah Harun.

Bahlul menjawab, “Ya, karena aku tahu bahwa istana dan kekuasaanmu -sembari menunjuk istana Harun- akan musnah. Dan di situ (menunjuk kuburan) kau akan abadi. Oleh karenanya aku mempersiapkan diri untuk tinggal kekal di sini. Sementara engkau justru menyibukkan diri dengan membangun istanamu yang kelak atas takdir-Nya ia akan punah! Kau terlihat begitu membenci kuburan sedangkan di situlah kelak tempat peristirahatan terakhirmu!” Bahlul melanjutkan, “Jika demikian adanya, lalu siapa di antara kita yang gila! wahai khalifah?!”

Khalifah Harun diam sejenak tanpa mampu bicara sedikit pun. Lalu ia berkata kepada Buhlul sambil menangis terisak, “Demi Allah. Benar sekali apa yang kau katakan, wahai Bahlul.”

Khalifah meminta nasehat dan petunjuk sang sufi ini. Ia berkata, “Nasehatilah aku, wahai Bahlul.”

“Cukuplah kau pegang dan amalkan kitabullah.”

Khalifah melanjutkan, “Baiklah, apakah kau mengingingkan sesuatu dariku?”

“Ya!” Jawab Bahlul. “Ada tiga permintaanku kepadamu yang jika kau sanggup melakukannya aku akan berterimakasih sekali kepadamu!”

Pertama, bisakah kau menambah atau memperpanjang usiaku? Tanya Buhlul

Khalifah menjawab, “Tentu aku tidak mungkin mampu melakukannya”

Kedua, mampukah kau menjagaku dari malaikat maut?

“Tentu aku juga takkan mampu”. Jawab Khalifah

“Ketiga, mampukan kau memasukkanku di Surga dan menjauhkan diriku dari api neraka?” Pinta Bahlul

“Juga tak mungkin mampu untuk aku lakukan.”

Bahlul kemudian menukas, “kalau begitu, aku tidak membutuhkan bantuanmu!”