Seiring bom tak jauh dari masjid Nabawi beserta pemberitaannya, ada tulisan yang menyangkal informasi umum yang beredar. Nara sumbernya orang bernama Fathuddin Ja’far, yang saat kejadian mengatakan berada di dalam Masjid Nabawi. Kesaksian ini dimuat di sejumlah media, beredar di socmed, grup WA dan seterusnya, yang intinya berita bom Madinah tak sesuai fakta, berlebihan dan merupakan sebuah konspirasi untuk menyudutkan Islam.
Berdasar kesaksian Ja’far, ia tidak mendengar ledakan, hanya melihat kepulan asap. “Kami hanya melihat kepulan asap spt ada kebakaran di seberang Baki’, makam para sahabat Rasulullah.”
Di dalam masjid, katanya, juga tak seorang pun yang membicarakan soal bom. Suasana di dalam masjid dan luar masjid juga seperti biasa, tak ada yang berubah dari malam-malam sebelumnya.
Dengan instingnya Ja’far merasa ada yang tidak benar dengan berita yang beredar. Ia merasa bahwa yang terjadi hanyalah konspirasi. “Naluri media dan konspirasi saya muncul,” tulisnya.
Dan ia makin meyakini konspirasi itu saat melihat televisi dan internet, di mana berita pemboman sudah menyebar luas. Ia memutar Al-Arabiya (dia menulisnya Al-Rabiya), yang memberitakan pertama kali kejadian tersebut, dan menyebutnya sebagai televisi milik Yahudi yang sengaja ingin memprovokasi. Ia menganggap beritanya terlalu dibesar-besarkan dan running-text Al-Arabiya sangat provokatif. Ia pun mengecam Al-Arabiya, menyebut bahwa semua adalah kebohongan kaum kafir yg ingin menjatuhkan Islam. “Saya semakin yakin bahwa umat Islam sekarang sedang menghadapi fitnah dan konspirasi dari segala arah yg sangat luar biasa dari musuh-musuh Allah,” tulisnya yang lalu dimuat oleh sejumlah media yang tidak begitu jelas kedudukannya.
***
Membaca tulisan Fathuddin Ja’far saya hanya melihat orang yang di kepalanya memang sudah diinapi pikiran bahwa Islam sedang diserang, bahwa selama ini ada konspirasi untuk menjatuhkan Islam oleh kaum kafir. Aku tidak tahu Islam yang mana yang dimaksud Ja’far, karena sebagai orang Islam aku tidak merasa. Lalu kafir yang mana juga tak jelas, apakah kafir Amerika, kafir Yahudi atau kafir dari planet Mars.
Kesaksian Ja’far, yang di-share banyak orang, tak menggugurkan berita yang ia bantah. Tak ada poin di berita yang beredar yang bisa ia tunjukkan kebohongannya. Tapi di ujung tulisan ia menyimpulkan bahwa semua adalah kebohongan.
Ja’far tampak sudah apriori dengan media dan apa pun yang diberitakan olehnya. Ia juga tendensius dan terlihat kurang wawasan ketika menyebut “Al-Rabiya” sebagai TV Yahudi, karena jika yang ia maksud adalah Al-Arabiya, televisi ini tak lain dimiliki oleh keluarga Kerajaan Arab Saudi. Entah dari mana Ja’far punya informasi bahwa Al-Arabiya milik Yahudi–dari sebuah sumber atau imajinasinya semata, kita tidak tahu. Mungkin dari intelijen atau alien galaksi Andromeda.
Dalam tulisannya Ja’far menyebut bahwa kepulan asap, sekali lagi kepulan asap, bukan ledakan, terjadi jauh dari Masjid Nabawi. “Kepulan asap di seberang Baki, makam sahabat-sahabat Rasullullah,” jelasnya.
Jauh-dekat relatif. Berdasar standar keamanan ledakan di radius 3 km dari obyek atau lokasi vital bisa dikatakan dekat dan sudah berkategori sangat mengancam dan membahayakan. Apalagi berdasar penjelasan dari pejabat KJRI Saudi, Fadhly Achmad Hamid, lokasi ledakan hanya berjarak 500 meter dari masjid Nabawi, tepatnya di area parkir keamanan, bagian belakang masjid Nabawi. Aku tidak tahu apakah Ja’far mengecek area ini.
Justru sangat aneh jika Ja’far menganggap ledakan di tempat yang asapnya bisa disaksikan jelas dari Masjid Nabawi disebut jauh dan tak membahayakan. Bahwa Ja’far tidak mendengar ledakan dan jamaah di Masjid Nabawi masih anteng tarawih karena memang tak menyadarinya dan itu menunjukkan manajemen keamanan cukup bagus. Karena jika langsung dikabarkan kepada jamaah bahwa ada bom meledak di luar kawasan masjid, kepanikan dan kekacauan bisa terjadi–dan mungkin justru menimbulkan korban.
Persoalan bahwa Ja’far tidak mendengar ledakan tidak lantas ledakan tidak ada. Apa yang tidak kita ketahui tidak lantas tidak terjadi. Karena ada situasi-situasi yang membuat kita sering tidak mengetahui peristiwa yang terjadi tak jauh dari posisi kita. Orang yang berada di sekitar kejadian sebuah peristiwa tidak selalu mengetahui dan menyadari apa yg sesungguhnya terjadi. Jurnalis yang baru datang justru sering lebih tahu, karena ia mewawancarai banyak saksi mata dan mengecek tempat kejadian perkara.
Orang-orang yang ada di dalam Sarinah Thamrin saat terjadi bom di luarnya banyak yang tak tahu apa yang terjadi. Beberapa juga tak mendengar bom. Saya yang berkantor tak sampai 2 km dari lokasi bom Thamrin saat itu juga tak mendengar suara, meski beberapa orang di kawasan kantor saya bilang mendengar. Itu soal telinga, atau fokus dan konsentrasi yang berbeda.
Tapi pihak keamanan Arab Saudi sudah jelas mengonfirmasi ledakan itu, yang menewaskan 2 orang dan melukai 4 orang. Foto korban juga sudah dirilis media. Bukan hanya Al-Arabiya, tapi Al-Jazeera dan media-media Islam lain juga memberitakannya, selain ratusan media internasional. Media tak mungkin mengarang untuk informasi ini. Jadi aku tidak tahu dmn kebohongan media yang dibilang oleh Fathuddin Ja’far, dan lebih tidak tahu lagi media kafir mana yang berbohong.
Saya mengecek video Al-Arabiya di webnya dan Al-Arabiya tidak memberitakan bahwa ledakan terjadi di gerbang Masjid Nabawi sebagaimana dikatakan Ja’far. Lalu apa karena tidak di gerbang atau di dalam komplek masjid lantas itu tidak berbahaya dan tidak layak diberitakan besar-besaran oleh media? Jika kamu berpikir berpikir begitu maka kamu tidak tahu media, tidak tahu betapa pentingnya arti Madinah–apalagi masjid Nabawi dan nilai beritanya (news value). Jangankan bom, ada satu org mati ditusuk di kawasan Masjid Nabawi bisa menjadi berita besar. Karena Madinah dan Masjid Nabawi punya arti penting buat umat Islam.
Membaca tulisan Fathuddin Ja’far, aku tidak tahu media kafir mana yang ia tunjuk, karena Al-Arabiya dan Al-Jazeera adalah milik Arab Saudi dan Qatar, yang wartawannya juga sebagian besar muslim. Atau Ja’far menganggap Al-Arabiya dan Al-Jazeera juga media kafir? Lalu yang bukan kafir yang mana? Mbuhlah…. Makin banyak orang sakit jiwa akhir-akhir ini, yang dikit-dikit bilang sesat dan kafir.
Tapi jika tidak ingin terlihat ngawur dan ngasal, jika kamu punya dugaan simpanlah dugaanmu untuk dirimu sendiri sebelum menemukan bukti. Jika kamu meyakini adanya konspirasi telitilah dulu sebelum menuduh sana-sini. Bukan cuma keluar masjid, balik hotel ngecek internet dan nonton TV lalu berteriak ada konspirasi. Tak ada keterangan apakah Fathuddin Ja’far mengecek TKP, melihat korban atau benda yang terbakar akibat ledakan, seperti yang lazim dilakukan wartawan.