Umrah dengan hutang menjadi fenomena baru. Kecenderungan umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan ibadah umrah terus meningkat, seiring meningkatnya kesadaran umat Islam untuk menjadi pribadi yang salih. Selain ibadah umrah, untuk menarik peminat, biasanya penyedia jasa travel perjalanan umrah juga menyediakan layanan ‘jalan-jalan’ ke negara-negara Timur Tengah, seperti Mesir, Palestina, Yordania, atau bahkan Turki.
Terus meningkatnya jumlah jemaah umrah ini dapat terlihat dari data statistik yang disampaikan oleh pihak Kerajaan Arab Saudi. Berdasarkan data yang dipublikasikan, Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mencatat, jumlah jemaah umrah dari Indonesia pada 2017 menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah 875.958 jemaah, setelah Pakistan. Data tersebut dipublikasikan sejak pertengahan 2017 lalu. Kemungkinan besar jumlah tersebut akan terus bertambah.
Umrah menjadi pilihan untuk beribadah di Tanah Suci bisa jadi karena jemaah cukup lama dalam menunggu antrian haji. Oleh karena itu, umrah menjadi alternatif bagi sebagian umat Islam untuk beribadah dan mengunjungi makam junjungan yang dicintainya, Nabi Muhammad Saw. Bahkan mungkin ada sebagian orang yang sampai rela berhutang demi dapat melaksanakan ibadah umrah.
Pada dasarnya, umrah itu disunahkan bagi orang yang benar-benar mampu secara finansial. Hal ini sebagaimana dijelaskan Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya ‘Umdatul ‘awwam syarh faidhil malikil ‘allam fi manasikil hajji wal ‘umrah menjelaskan, kategori mampu dalam finasial untuk membiayai haji atau umrah itu memiliki ongkos perjalanan, sudah tidak memiliki hutang, mampu membiayai keluarga dan asisten rumah tangga yang ditinggalkan di rumah yang menjadi tanggung jawabnya selama pulang dan pergi dalam melaksanakan ibadah, dan memiliki biaya hidup selama di Tanah Suci.
Pelaksanaan ibadah umrah sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama, kurang dari satu hari pun sudah cukup. Namun bila kita beribadah melalui jasa travel, maka membutuhkan waktu berhari-hari dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dari keterangan di atas, pada dasarnya seseorang yang ingin melakukan haji, apalagi umrah, seharusnya melunasi hutang-hutangnya terlebih dulu, dan memang benar-benar memiliki rezeki lebih dari Allah. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk berhutang demi dapat melaksanakan ibadah haji ataupun umrah.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul muhtaj menjelaskan, tahasul sababil wujub la yajib, memaksakan diri untuk mendapatkan pelantara untuk melaksanakan kewajiban itu tidak wajib, memaksakana diri untuk mendapatkan uang agar bisa ibadah haji itu tidak wajib, terlebih lagi hanya sunah seperti umrah. Namun demikian, jika pun seseorang memaksakan diri berhutang dengan cara menyicil dan lain sebagainya agar dapat melaksanakan umrah itu dimakruhkan atau bahkan bisa haram. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Zurqani dalam al-Fath al-Rabbani demikian:
لاَ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَسْتَدِيْنَ مَالًا فيِ ذِمَّتِهِ لِيَحُجَّ بِهِ وَهُوَ حِيْنَئِذٍ مَكْرًوْهٌ أَوْ حَرَامٌ
“Baginya tidak wajib meminjam uang untuk melaksanakan haji. Dalam keadaan seperti ini, melaksankan haji bisa menjadi makruh atau bahkan haram.”
Hemat penulis, haji yang wajib saja apabila dengan cara berhutang itu makruh atau bahkan bisa haram, terlebih lagi hanya ibadah umrah yang sunah. Wallah a’lam.