Saat rangkaian ibadah haji kita sudah sampai pada sesi “melempar Jumrah” artinya kita telah sampai pada detik-detik menjelang akhir rangkaian ibadah haji.
Bagi jemaah haji yang tanazul ke hotel, ada waktu-waktu tertentu yang aman dan efektif untuk melempar jumrah, yaitu pada pertengahan malam. Selain bisa mengambil mabit di sekitar Jamarat (tempat lempar jumrah), jemaah juga bisa sekaligus melempar Jumrah hari tasyriq.
Lalu bagaimana hukum melempar Jumrah tasyriq pada pertengahan malam?
Lembaga fatwa Dar Ifta Mesir menyebutkan bahwa melempar Jumrah di pertengahan malam untuk Jumrah Aqabah dan Tasyriq. Menurut Dr Syauqi Ibrahim Allam, awal jumrah dimulai setelah mutanashif al lail (pertengahan malam). Sehingga selama masih belum melewati pertengah malam selanjutnya, maka diperbolehkan.
يجوز شرعًا رمي جمرة العقبة وجمرات أيام التشريق بدءًا مِن متنصف الليل،
Dibolehkan secara syariat melempar jumrah Aqabah dan jumrah hari tasyriq dimulai dari pertengahan malam. (Dr. Syauqi Ibrahim Allam, Dar Ifta Mesir).
Cara membagi pertengahan malam adalah membagi waktu pertengahan dari mulai terbenamnya matahari (waktu shalat maghrib) sampai terbitnya fajar (waktu subuh). Pertengahan antara waktu maghrib dan subuh itulah mulai diperbolehkan lempar Jumrah hari selanjutnya.
ونصف الليل يُحسَب بقسمة ما بين غروب الشمس وطلوع الفجر الصادق على اثنين
Pertengahan malam dihitung dengan cara membagi ajtara waktu terbenamnya matahari hingga terbit fajar shadiq (waktu Subuh) menjadi dua.
Dar Ifta menyebutkan bahwa waktu melempar jumrah adalah hal yang bukan qathi dan masih diperdebatkan. Pendapat mengenai kebolehan lempar jumrah setelah lewat tengah malam ini didasarkan pada hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim ketika nabi tidak mempermasalahkan beberapa hal yang berkaitan dengan waktu manasik.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: كان النبي صلى الله عليه وآله وسلم يُسأل يوم النحر بمنًى فيقول: «لَا حَرَجَ»، فسأله رجل فقال: حلقتُ قبل أن أذبح؟ فقال: «اذْبَحْ ولَا حَرَجَ»، وقال آخر: رميتُ بعدما أمسيتُ؟ فقال: «لَا حَرَجَ»، وأنه صلى الله عليه وآله وسلم ما سُئِل في ذلك اليوم عن شيء قُدِّم أو أُخِّر إلا قال: «افْعَلْ وَلَا حَرَجَ».
Dari Ibnu Abbas RA. Nabi Saw pernah ditanya pada saat tanggal 10 Dzulhijjah di Mina. Saat itu Nabi menjawab “tidak masalah”. Kemudian seorang sahabat bertanya, “Saya mau cukur sebelum menyembelih.” Nabi menjawab, “Sembelih saja, tak apa-apa.” Sahabat lain bertanya, “Saya melempar jumrah setelah sore hari?” Nabi menjawab, “Tak apa-apa.” Sesungguhnya nabi ditanya hari itu tentang masalah didahulukan atau diakhirkan. Nabi selalu menjawab “Tak masalah.”
Atas dasar hadis ini, Dar Ifta Mesir berpendapat bahwa tidak ada masalah untuk mendahulukan atau mengakhirkan, termasuk dalam kasus melempar jumrah.
Hadis lain yang dijadikan dasar adalah riwayat imam al-Daruqutni:
أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم «رَخَّصَ لِلرِّعَاءِ أَنْ يَرْمُوا بِاللَّيْلِ وَأَيَّ سَاعَةٍ مِنَ النَّهَارِ شَاءُوا»
Sesungguhnya Nabi Saw memberi keringanan untuk orang yang memiliki tugas untuk melempar jumrah di malam hari atau siang hari sesuai keinginan mereka.
Alasan lain yang dijadikan dasar adalah terkait masyaqqah. Pada waktu tertentu, khususnya waktu yang telah diketahui sebagai waktu utama, dapat menimbulkan kepadatan dan membahayakan. Oleh karena itu “hifd an-nafs” juga menjadi pertimbangan.
Pendapat ini, menurut Dar Ifta Mesir juga diikuti oleh berbagai ulama besar, seperti Imam al-Haramain, Imam al-Ghazali, Imam al-Rafii dan beberapa ulama besar yang lain.
Dengan adanya pendapat ini, para hujjaj bisa menentukan waktu efektif untuk mabit sembari melempar jumrah, khususnya bagi jemaah yang tanazul.
Wallahu a’lam.