Islami.co (Haji 2024) — Melempar jumrah adalah bagian dari salah satu wajib haji. Waktu lempar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah dimulai dari terbit fajar. Sedangkan jumrah pada hari tasyriq (11-13 Dzulhijjah) dimulai setelah Zawal (waktu Dzuhur).
Lalu, bagaimana jika melempar jumrah hari tasyriq dilakukan sebelum Dzawal?
Hukum melontar jumrah dari terbit fajar hingga qabla zawal (sebelum dzuhur) adalah diperolehkan menurut Imam Rafi’i. Pendapat ini didukung oleh Imam Asnawi. Namun kaul tersebut dinilai daif, meskipun boleh diamalkan.
Berikut penjelasan dari beberapa kitab karangan ulama salaf.
1. Tuhfah al-Muhtaj :
وَجَزَمَ الرَّافِعِيُّ بِجَوَازِهِ قََبْلَ الزَّوَالِ كَاْلإِمَامِ ضَعِيْفٌ وَإِنْ اعْتَمَدَهُ اْلإسْنَوِيُّ وَزَعَمَ أَنَّهُ الْمَعْرُوْفُ مَذْهَبًا وَعَلَيْهِ فَيَنْبَغِي جَوَازُهُ مِنَ الْفَجْرِ.
“Al-Rafi’i menetapkan, boleh melempar jumrah (pada hari Tasyriq) sebelum zawal (dzhuhur) seperti pendapat al-Imam. Pendapat ini lemah walaupun menjadi dasar al-Isnawi yang menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang ma’ruf (dikenal) dalam mazhab (al-Syafi’iyah). Karenanya (qaul dla’if), seyogyanya diperbolehkan melempar jumrah itu sejak terbit fajar.”
2. Al-Minhaj al-Qawim :
وَقِيْلَ يَصِحُّ رَمْيُ الْحَاضِرِ قَبْلَ الزَّوَالِ لَكِنْ مَعَ الْكَرَاهَةِ وَجَزَمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ وَاعْتَمَدَهُ.
“Disebutkan, sah melempar jumrah orang yang hadir sebelum zawal, walaupun makruh. Pendapat ini merupakan pilihan al-Rafi’i dan dipandang sebagai kaul yang kuat menurutnya.”
3. Fath al-Mujib
وَيَدْخُلُ وَقْتُهُ بِنِصْفِ لَيْلَةِ النَّحَرِ بِخِلاَفِ رَمْيِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ فَإِنَّهُ يَدْخُلُ وَقْتُهُ بِزَوَالِ شَمْسِهَا بِاتِّفَاقِ اْلأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ. وَجَوَّزَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالرَّافِعِيُّ أَنْ يَكُوْنَ رَمْيُ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ قَبْلَ الزَّوَالِ وَاعْتَمَدَهُ اْلإَِسْنَوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ.
“Waktu melempar jamrah Aqabah dimulai tengah malam hari raya Qurban, berbeda dengan melempar jamrah pada hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, 13) waktu melempar jamrahnya dimulai setelah zawal al-Syams (bergesernya matahari ke arah barat) menurut ittifaq empat Imam Madzhab. Imam Al-Haramain dan al-Rafi’i membolehkan melempar jamrah pada hari-hari Tasyriq sebelum zawal al-syams, pendapat ini menjadi pandangan al-Isnawi. Dan pendapat ini adalah dlaif.”
4. I’anah al-Thalibin :
وَالْمُعْتَمَدُ جَوَازُهُ فِيْهَا أَيْضًا وَجَوَازُهُ قَبْلَ الزَّوَالِ بَلْ جَزَمَ الرَّفِعِيُّ وَتَبِعَهُ اْلإِسْنَوِيُّ وَقَالَ إِنَّهُ الْمَعْرُوْفُ بِجَوَازِ رَمْيِ كُلِّ يَوْمٍ قَبْلَ الزَّوَالِ وَعَلَيْهِ فَيَدْخُلُ بِالْفَجْرِ.
“Menurut pendapat yang kuat, boleh melempar jumrah hari tasyriq sebelum zawal. Bahkan, al-Rafi’i juga berpendapat sama yang diikuti oleh al-Isnawi. Al-Isnawi mengemukakan, cara itulah yang dikenal, yakni boleh melempar jumrah setiap hari sebelum zawal. Praktiknya, dimulai sejak terbit fajar.”
Kesimpulan :
Jika situasi dan kondisinya memungkinkan, maka diusahakan melempar jumroh pada hari tasyriq Ba’da zawal (setelah Dzuhur) sesuai dengan pendapat Imam an-Nawawi yang mengatakan tidak sah kecuali ba’da zawal. Tapi jika tidak memungkinkan, misalnya adanya kepadatan jama’ah sehingga menimbulkan masyaqqot atau karena jarak jamarot dengan tenda terlalu jauh, sehingga tidak memungkinkan untuk lempar jumrah setelah Dzuhur (Zawal), maka boleh melempar jumrah Qobla zawal.
Wallahu a’lam.
Penulis:
Maman Fathurrahman Johar
Jemaah Haji Kloter KJT20