Sebuah pertanyaan muncul dari seorang bapak di Ciputat. Dia bercerita bahwa ada sebuah sekolah di Ciputat yang berperan sebagai amil zakat bagi siswanya. Oleh sekolah tersebut, hasil zakat yang terkumpul diberikan kepada para siswa yang tergolong mustahik zakat dan digunakan untuk membayarkan SPP mereka tanpa ada pemberitahuan dan ijab qabul terlebih dahulu dari pihak sekolah kepada mustahiknya. Baru setelah lebaran, pihak sekolah (amil) menyerahkan kwitansi pembayaran SPP kepada mustahik. Bagaimanakah hukum mengalihkan zakat yang diganti SPP tersebut? Sahkah ijab qabulnya?
Terkait dengan kasus di atas, yaitu tentang sekolah yang berperan sebagai amil zakat bagi siswanya tersebut, maka hal itu tidak masalah selama sekolah yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan sebagai Lembaga Amil Zakat sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang zakat di atas. Yaitu mendapat izin dari kementerian atas rekomendasi Baznas, terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga yang berbadan hukum, memiliki pengawas syariat, memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya, mempunyai program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat dan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Persoalan selanjutnya adalah, apakah dana zakat boleh dijadikan sebagai beasiswa untuk para siswa kurang mampu yang memang membutuhkan tunjangan buat pendidikan mereka? Maka dalam hal ini terdapat beragam pendapat ulama, khususnya dalam menafsirkan kata-kata ibn sabil dalam Q.S. al-Taubah ayat 60 sebagai salah seorang mustahik zakat. Ibn Asyur dalam tafsirnya al-Tahrir wa al-Tanwir terkait ayat tersebut menjelaskan bahwa ibn sabil adalah seorang yang jauh atau terasingkan dari kelompoknya. Dengan demikian, pendistribusian zakat untuk siswa yang jauh dari keluarganya dan juga mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya pendidikannya dapat dikategorikan sebagai mustahik zakat sehingga berhak untuk menerimanya, termasuk untuk biaya pendidikan mereka.
Hal ini juga telah diprogramkan oleh Baznas melalui program beasiswa untuk 1000 kader ulama dari kalangan mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu tapi mempunyai semangat dakwah yang tinggi untuk memajukan Islam dan umat Islam secara umum. Barangkali semangat itu terinspirasi dari ulama-ulama yang memperluas cakupan maka ibn sabil di atas. Mengenai ijab kabul dalam persoalan zakat tidak termasuk syarat sah zakat, namun yang terpenting adalah sang muzakki telah meniatkan harta yang ia keluarkan sebagai zakat ketika menyerahkannya kepada amil yang bertugas. Hal tersebut bertujuan supaya harta tersebut tidak bercampur dengan sedekah-sedekah sunat lainnya seperti wakaf, infak, dan lain-lain. Allahu A’lam