Suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabatnya, “Wahai sahabatku, tahukah kamu siapakah orang yang merugi itu?” Semua sahabat menduga bahwa ini adalah pertanyaan yang mudah. Anak kecil tentu cukup bisa menjawab pertanyaan semudah ini.
Seorang sahabat kemudian mencoba peruntungan, menjawab pertanyaan Rasul SAW tersebut, “Orang yang merugi adalah orang yang tak punya harta apapun wahai Rasul SAW, baik dirham atau dinar.” Namun sayang, bukan itu jawaban yang dikehendaki oleh Rasul SAW. Rasul menyalahkan jawaban sang sahabat.
Rasul pun mulai menjelaskan maksud dari orang merugi sebagaimana yang beliau kehendaki:
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya orang yang rugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kezaliman. Ia pernah mencerca si ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang itu. Maka sebagai tebusan atas kezalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada si ini, si anu dan si itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang dizaliminya sementara belum semua kezalimannya tertebus, diambillah kejelekan/ kesalahan yang dimiliki oleh orang yang dizaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan bagaimana bahaya seseorang yang berbuat zalim. Orang yang zalim akan merugi di akhirat kelak. Pahala yang ia punya akan diberikan kepada orang yang dizalimi sedangkan dosa-dosa orang yang dizalimi akan diberikan kepadanya. Sungguh amat merugi.
Dalam hadis tersebut disebutkan ada lima perbuatan zalim, yaitu: mencela, menuduh tanpa bukti, memakan harta orang lain, membunuh, dan memukul. Secara umum, berbuat zalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dalam arti lain, zalim adalah perbuatan yang merugikan orang lain, tidak sesuai aturan, dan tidak mengikuti hukum yang berlaku.
Dalam konteks sekarang ini, banyak sekali orang yang berbuat zalim kepada pemimpin-pemimpinnya. Masih menyangkut pilpres yang dilaksanakan sekitar satu bulan yang lalu, banyak berita hoaks, provokatif, adu domba, yang dilontarkan oleh para pendukung Capres dan Cawapres. Berita-berita ini tak jarang menyudutkan salah satu Paslon yang ada.
Pak Jokowi dihina sebagai antek Cina, PKI, anti-Islam, sedangkan Pak Prabowo dituduh sebagai pro khilafah, gila jabatan, gila harta, dan lain sebagainya. Hinaan, cacian, fitnah, adu domba dan henti-hentinya dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Apakah mereka tidak berpikir perbuatan mereka akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak? Lantas semua amal kebajikan mereka akan diberikan pada Pak Jokowi dan pak Prabowo sedangkan dosa-dosa Pak Jokowi dan Prabowo akan diberikan kepada mereka.
Bisa dibayangkan, berapa banyak orang yang menghina keduanya, hampir jutaan penduduk Indonesia yang telah menghina dan memfitnah salah satu dari keduanya. Betapa banyak pahala yang diterima masing-masing Paslon, betapa banyak orang yang mananggung dosa masing-masing paslon. Sedangkan mereka tidak mampu ataupun tidak mau untuk meminta maaf di momen lebaran kali ini atau bahkan untuk selamanya.
Agama yang harusnya menjadi alat perdamaian justru dijadikan senjata untuk menyerang lawan. Agama yang harusnya menjadi penyejuk suasana politik berubah menjadi kobaran api untuk menyerang musuh politik. Ini juga termasuk perbuatan zalim kepada agama.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita serta tidak membinasakan bangsa ini akibat perbuatan-perbuatan dosa.
Wallahu a’lam