Biografi Syekh Batuhampar: Kakek Proklamator RI Moh. Hatta yang Ahli Al-Qur’an

Biografi Syekh Batuhampar: Kakek Proklamator RI Moh. Hatta yang Ahli Al-Qur’an

Biografi Syekh Batuhampar: Kakek Proklamator RI Moh. Hatta yang Ahli Al-Qur’an

Baliau Batuhampar ialah gelar yang biasa disematkan masyarakat kepada Maulana Syekh Abdurrahman al-Khalidi al-Naqsyabandi (w. 1899, dalam usia 120 tahun), seorang faqih, sufi, penghulu adat, dan juga ahli tilawah al-Qur’an yang masyhur di Minangkabau. Beliau tidak lain ialah kakek (pihak ayah) dari proklamator RI, Moh. Hatta.

Lebih dari 30 tahun lamanya beliau berkelana menuntut ilmu agama di berbagai pusat intelektual Islam, mulai dari Minangkabau sampai Aceh. Bukan hanya di situ beliau beberapa tahun menghabiskan masa untuk belajar agama di Mekah al-Mukarramah. Pada usia, sekitar, 63 tahun beliau pulang ke kampung halamannya, dan mengajar ilmu agama.

Dengan disokong masyarakat beliau membangun komplek surau, dengan nama Kampung Dagang (kampung para perantau; perantau penuntut ilmu). Kampung dagang itu terdiri dari surau induk yang biasa disebut Surau Gadang, bangunan penting yang juga berfungsi sebagai mesjid, dengan arsitektur Minangkabau. Di depan surau, dengan dibatas kolam ikan, berdiri sebuah rumah gadang. Sekeliling Surau Gadang dan rumah gadang itu berdiri surau-surau yang umumnya bertingkat dua sekitar 30 surau. Surau-surau itu sebagai pondok tempat penuntut ilmu yang kala itu disebut “anaksiak”. Di surau-surau itu anak-anaksiak belajar siang malam. Anak-anak siak itu berasal dari berbagai daerah, bahkan dari Bengkulu dan Riau. Jumlahnya ratusan.

Syekh Batuhampar sangat giat mengajarkan ilmu-ilmu al-Qur’an, termasuk di dalamnya ialah ilmu Tajwid dan tilawah. Selain itu Syekh Batuhampar juga ahli Qura’at Tujuh, dan mengajarkan ilmunya ini kepada murid-murid yang telah mumpuni dalam tilawah. Selain ini, di surau-surau itu anak-anak siak menghafal al-Qur’an.

Mengapa kita katakan poros keilmuan, bukan hanya karena sosok beliau yang ikut masuk dalam diskursus Islam di Mekah, beliau juga meninggalkan murid-murid yang menjadi ulama besar dan yang berpengaruh luas di abad 20. Di antara murid-murid itu ialah:

1. Syekh Batubara Andaleh
2. Syekh Batangkapeh (Pesisir Selatan)
3. Syekh Yahya al-Khalidi Magek (salah satu soko guru ulama-ulama PERTI)
4. Syekh Abdurrahman al-Khalidi Kumango (masyhur sebagai ulama sufi dalam Thariqat Sammaniyah dan peletak dasar Silek Kumango)
5. Syekh Abdullah Halaban
6. Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus (sufi ternama)
7. Syekh Muhammad Salim al-Khalidi Bayur Maninjau
8. Syekh Sulaiman Arrasuli Canduang
9. dan anak beliau sendiri, Syekh Arsyad (ahli qira’at dan qasidah ternama, memperoleh ijazah tamm dalam ilmu qira’at tujuh dari Syaikh As’ad al-Asyi di Mekkah)

Inilah salah satu profil surau yang berkonsentrasi pada ilmu al-Qur’an, termasuk dalam mengkader hafizh. Peranan, pengaruh dan jasa Baliau Batuhampar sebagai tonggak tuo Surau Kampung Dagang tentu belum tertandingi. Setidaknya kita bercermin tentang perjuangan ulama silam dalam menyebarkan ilmu al-Qur’an. Dan perlu kita tahu, bahwa beliau (Beliau Batuhampar, sebagai tokoh sentral ilmu al-Qur’an abad 19 tersebut) adalah seorang Asy’ari bermazhab Syafi’i, sekaligus ulama besar dalam Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah.

Bahkan juga, Surau Batuhampar, menjadi semacam rujukan dalam bidang thariqat. Bilamana ada musykil dalam masalah thariqat, maka ulama-ulama akan berkonsultasi ke Batuhampar (kepada Syaikh Batuhampar). Kata Syaikh Batuhampar adalah kata pemutus.

Saya kembali teringat dengan nazham yang pernah saya tulis, tentang Syekh Batuhampar:

Surau Gadang dinamai orang
Tempat belajar Qur’an yang terang
Tauhid – thariqat ilmu gemilang
Memutar tasbih mencari tenang

Dua abad sudah berlalu
Anaksiak siang malam ber-buku
Mendaras kitab, mudzakarah laku
Tiada satupun lidah yang kaku

Batuhampar negeri Naqsyabandi
Syaikh Abdurrahman pembawa kaji
Beliau bergelar mursyid sejati
Qur’an – Hadits terpatri di hati

Belajarnya dulu di negeri Mek/kah
Jabal Qabaisy khalwatnya berkah
Dalam hening mencari faidhah
Akhirnya ijazah diberi khalifah