Salah satu syarat untuk bisa memahami teks-teks tentang agama, baik itu yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, maupun turats Islam karya para ulama terdahulu adalah harus bisa dan menguasai bahasa Arab dan ilmu tata bahasa Arab, karena teks-teks tersebut semua menggunakan bahasa Arab.
Dalam ushul fikih, salah satu syarat seseorang untuk bisa melakukan ijtihad adalah menguasai bahasa Arab. Begitu juga dalam ilmu Al-Qur’an atau ilmu tafsir, salah satu syarat seseorang untuk menjadi seorang mufassir atau ketika ingin menafsiri atau memaknai ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an, juga harus mampu dan menguasai bahasa Arab.
Bisa dan mampu menguasai bahasa Arab dalam hal ini bukan hanya mampu berbicara lancar dengan bahasa Arab, akan tetapi menguasai dua pondasi dasar dalam ilmu tata bahasa Arab yaitu ilmu nahwu dan sharaf.
Nahwu dan sharaf adalah bagian terpenting dalam al-Ulum al-Arabiyah (ilmu tata bahasa Arab), karena dari kedua ilmu inilah kita bisa menjaga dari sebuah kesalahan dalam pengucapan maupun penulisan bahasa Arab.
Ilmu tata bahasa Arab sendiri mempunyai banyak cabang disiplin kajian, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Kawakib ad-Durriyah bahwasanya ada 12 ilmu yang masuk dalam al-Ulum al-Arabiyah, yaitu Ilmu Tashrif (Sharaf), Nahwu, Ma’ani, Bayan, Badi’, Arudh, Qawaafi, Qawanin Kitabah, Qawanin Qira’at, Insya’ul Risalah Wal Khitab, dan Muhadhorah. Akan tetapi pondasi utama ada dalam ilmu nahwu dan sharaf.
Ilmu nahwu sendiri merupakan ilmu yang membahas tentang aturan atau harakat akhir dalam sebuah kalimat (rafa’, jer, nashab, jazm). Jika salah dalam memberi harakat di akhir kalimat atau tengah kalimat, maka akan berdampak pada perubahan makna.
Selain itu, ilmu ini juga membahas struktur kalimat apakah itu menjadi mubtada’, khobar dan lain sebagainya. Dimana setiap struktur kalimat mempunyai makna yang beda-beda.
Sedangkan ilmu sharaf adalah ilmu yang membahas tentang perubahan bentuk kata atau kalimat bahasa Arab, beserta ikhwalnya. Mulai dari huruf asli, tambahan, dan lainnya. Masing-masing bentuk memiliki makna dan arti terjemahan yang berbeda. Kesalahan dalam mentashrif kalimat yang tidak sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam sharaf, juga akan mengubah makna.
Oleh karena itulah, kedua ilmu ini adalah alat yang sangat penting untuk memahami teks-teks berbahasa Arab, baik itu Al-Qur’an, Hadis, maupun turats Islam agar tidak terjadi kesalahan makna dalam memahami teks-teks agama yang akan diajarkan kepada umat.
Oleh sebab itu, ilmu nahwu dan sharaf diibaratkan bapak dan ibunya ilmu. An-Nahwu Abu Al-Ilmi wa As-Shorf Ummuhu atau ungkapan lain Ash-Shorfu Ummu Al-Ulum Wa An-Nahwu Abuha (ilmu nahwu adalah bapaknya segala ilmu, sedangkan ilmu sharaf adalah ibunya).
Memahami teks-teks yang berbahasa Arab tidak bisa asal-asalan, apalagi jika kalimat tersebut berasal dari Al-Qur’an atau Hadis. Di sinilah pentingnya belajar ilmu nahwu dan sharaf, agar tidak asal asalan ketika memberi makna teks berbahasa Arab.
Imam al-Mujahid pernah mengatakan, “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir berbicara tentang Kitabullah (Al-Qur’an), sedangkan tidak tahu akan ilmu bahasa Arab (nahwu dan sharaf)”.
Imam Imrithi dalam Nadzam Jurumiyahnya mengatakan dalam salah satu baitnya;
والنحو أولى أولا أن يعلما # إذ الكلام دونه لن يفهما
“Nahwu adalah ilmu yang paling utama dipelajari dahulu, karena kalam arab tapa ilmu nahwu tidak bisa difahami.”
Mengutip apa yang ada dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali juga pernah mengatakan tentang pentingnya belajar bahasa Arab dan nahwu-sharaf, “Sesungguhnya bahasa Arab dan nahwu adalah suatu sarana untuk mengetahui makna dari Al-Qur’an, dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Keduanya bukanlah ilmu-ilmu syar’i, akan tetapi wajib hukumnya mendalami kedua ilmu tersebut. Karena syari’ah ini datang dengan bahasa Arab, dan setiap syari’ah tidak jelas kecuali dengan suatu bahasa.”
Tentu saja ketika berbicara tentang ilmu nahwu tidak akan bisa lepas dari ilmu sharaf, karena kedua ilmu ini merupakan satu kesatuan yang begitu sangat penting sebagai alat untuk memahami kalimat berbahasa Arab, apalagi Al-Qur’an dan Hadis.
Oleh karena itu jangan coba-coba untuk mengartikan teks-teks berbahasa Arab, apalagi yang bersumber dari Al-Qur’an yang mempunyai nilai sastra yang begitu tinggi, tanpa mempunyai kemampuan ilmu nahwu dan sharaf, dan juga kemampuan dalam menggunakan kaidah bahasa Arab yang benar sesuai aturan.
Maka dari itu, mari kita perdalami lebih mendalam dalam belajar ilmu nahwu dan sharaf sebagai bekal untuk menjaga pemahaman yang benar terhadap teks-teks agama, yang bersumber baik itu dari Al-Qur’an, Hadis, maupun turats Islam dan lainnya.
Wallahu A’lam.