Salah satu tanda rasa kasih sayang antar saudara seiman adalah membantu mengurus jenazah sampai dikuburkan, bertakziah, mengunjungi saudara yang sedang ditimpa musibah ditinggal oleh bagian keluarganya. Dalam bertakziah pun ada adab dan tata kramanya. Seperti tidak mencela mayat, menutup aib mayat dan mendoakan mayat serta keluarga mayat dengan doa yang baik. Di sini ada hadis riwayat sahihain yang memuat keutamaan untuk bertakziah. Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ
“siapa yang menyaksikan jenazah (dari rumahnya) dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala sampai disalatkan maka ia mendapat pahala satu qirath, dan siapa yang mengiring jenazah (dari rumahnya) sampai mayit dikuburkan maka baginya dua qirath, kemudian ditanya “seperti apa dua qirath itu? Yaitu sebesar dua gunung yang besar” (HR: Bukhari dan Muslim)
Di beberapa riwayat disebutkan bahwa siapa yang mengikuti kepengurusan jenazah dari awal sampai mayat dishalatkan maka baginya pahala satu qirath, dan yang mengikuti kepengurusan jenazah sampai mayat dikuburkan baginya pahala dua qirath. Kadar satu qirath pahala sebesar gunung uhud.
Dan diceritakan saat itu bahwa Ibnu Umar sangat menyesal setelah mendengar Hadis dari Abu Hurayrah tentang keutamaan bertakziah. Ibnu Umar menanyakan perihal kebenaran Hadis tersebut kepada Aisyah, lalu istri tercinta Rasulullah SAW membenarkan Hadis yang disampaikan oleh Abu Hurayrah dan Ibnu Umar menjawab “sungguh, sudah banyak qirath kami abaikan”.