Berkenalan dengan Abdullah Quilliam, Syaikhul Islam dan Pendiri Masjid Pertama di Britania Raya

Berkenalan dengan Abdullah Quilliam, Syaikhul Islam dan Pendiri Masjid Pertama di Britania Raya

Berkenalan dengan Abdullah Quilliam, Syaikhul Islam dan Pendiri Masjid Pertama di Britania Raya

Kalau berbicara tentang Inggris, pikiran kita bisa terbang ke mana. Ada budaya pop yang jadi konsumsi dunia disebut seperti musik dan film, yang terlintas di pikiran saya mulai dari The Beatles, Spice Girls, Harry Styles, hingga Ed Sheeran untuk kelompok figur musik. Sekuel Harry Potter, Peaky Blinders, seri The Crown, atau yang terbaru mini seri Adolescens di Netflix tentang cerita yang remaja baik-baik saja yang ternyata membunuh teman perempuannya padahal usianya baru SMP, adalah untuk kelompok film.

Jangan juga lupakan hal-hal yang berkaitan dengan perkara serius seperti soal politik. Mulai dari keluarga Kerajaan Britania Raya, sejarah panjang Inggris yang punya jejak serius sebagai penguasa kolonial yang disebut-sebut pernah menguasai separuh dunia, perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang keturunan India, hingga sejarah Inggris yang terlibat dalam terjadinya aneksasi Israel atau wilayah orang-orang Palestina dan terus menjadi konflik berdarah sampai hari ini.

Lantas, bagaimana kalau dengan Inggris dan asosiasinya dengan Islam?

Beberapa tahun sempat populer dan menurut saya, terus diangkat banyak orang soal walikota Inggris yang merupakan seorang muslim bernama Sadiq Khan, seorang generasi kedua muslim Pakistan yang pindah ke Inggris pada 1947. Ia kini telah menjadi walikota London sejak tahun 2016 dan terpilih kembali untuk periode ketiga pada tahun 2024. Tapi, artikel ini bukan tentang Sadiq Khan.

Melalui Hengki Ferdiansyah, redaktur senior di Islami.co dan Koordinator Program di El-Bukhari Institute, lembaga yang terakhir ini pada tahun 2024 menjadi memulai proses publikasi buku salah seorang ulama dan sufi besar dari Inggris saat ini, Sheikh Dr. Abdal Hakim Murad, berjudul Travelling Home, (edisi Indonesia: Travelling Home: Pergulatan Muslim Tradisionalis Eropa). Sheikh Murad adalah seorang ulama-sufi, dan juga pendiri the Cambdrige Muslim College, sebuah kampus keislaman di Cambridge yang didirikan khusus untuk studi Islam.

Sheikh Murad sendiri sampai saat juga masih tercatat sebagai dosen di Faculty of Divinity (kalau di UIN, Fakultas Ushuluddin) Universitas Cambridge. Kembali ke buku Travelling Home, buku tersebut banyak menampilkan hal-hal detail, khususnya dinamika kehidupan keagamaan di Inggris. Dari buku Sheikh Murad yang sebelum masuk Islam di tahun 1979 bernama Timothy Winter ini, ditemukannya nama bernama Sheikh Abdullah Quilliam.

Kalau melihat versi asli buku ini, ditemukan kalau buku tersebut diterbitkan oleh Quilliam Press Ltd. yang disebut beralamat di Cambdrige. Dalam pengantarnya terhadap buku ini, Sheikh Murad menegaskan bahwa buku ini sendiri terinspirasi dengan keberadaan cara pandang Abdullah Quilliam yang, “menggabungkan kecintaan yang kuat kepada negara mereka sendiri beserta lanskap dan tradisi lokalnya dengan komitmen Qurani yang kuat.

Pada masa ketika semua Islam adalah Islam Tradisional, penggabungan ini tidak tampak sulit. Tapi, dalam buku ini, tidak ditemukan informasi tentang Abdullah Quilliam tersebut, selain disebutkan tinggal di pulau Man dan punya gelar Bey (gelar kebangsawanan Turki Utsmani

Sebuah Abdullah Quilliam: William Henry Quilliam Pengacara Masyarakat Bawah

Disinilah informasi apa itu pulau Man. William Henry Quilliam kelahiran Liverpool, 10 April 1856 dari keluarga yang berkecukupan. Ia banyak habiskan masa kecilnya di Pulau Man (The Isle of Man), sebuah pulau yang terletak di antara antara Jazirah Inggris dan kepulauan Irlandia. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di King’ William College dan menjadi seorang pengacara pada tahun 1878 dan banyak menangani kasus pembunuhan kelas atas. 1879, ia menikah dengan Hannah Johnstone.

Latar belakang keagamaannya adalah seorang penganut Kristen Methodis Wesleyian, sebuah aliran gereja yang terinspirasi oleh John Weasley, pendiri aliran Kristen Methodis yang memisahkan dari dari Gereja Anglikan/Gereja Inggris. Di masa itu juga, menariknya, Henry Quilliam juga mendukung dan terlibat dalam temperance movement, sebuah gerakan moral untuk meninggalkan total minuman keras dan apapun yang memabukkan baik sebagai hiburan maupun sumber daya ekonomi, sebuah gerakan moral yang muncul karena menurut para pendukungnya, moral masyarakat sudah sangat hancur akibat yang memabukkan.

Quilliam, di tahun 1887, disebutkan memeluk Islam di Maroko, tepatnya di Tangier (kota utara Maroko, tempat terkenal keluarga ulama, al-Ghumari). Menurut rilis dari BBC di Indonesia di antaranya, Quilliam memeluk Islam saat beristirahat setelah sakit.

Di saat rehat dari sakit, ia kemudian mencari tahu tentang ajaran islam dan memutuskan untuk beragama Islam dengan pernyataan kalau “Islam adalah agama yang masuk akal dan tidak bertentangan dengan keyakinan keagamaan sebelumnya). Penjelasannya yang lebih lengkap kenapa ia memeluk Islam, dapat ditemukan dalam pidatonya sendiri di Kairo pada tahun 1928 (disebutkan sebagai Cairo Speech) dan dapat diakses di situs Abdullah Quilliam Society, sebuah lembaga yang didirikan di Liverpool untuk merestorasi peran Abdullah Quilliam khususnya perannya dalam mendirikan masjid pertama di Inggris setelah ia mulai mendakwahkan Islam.

Mulai Mendakwah Islam dari Liverpool

Pulang dari Tangier, Maroko, ia kembali ke kota kelahirannya di Liverpool dan mulai memikirkan bagaimana cara dakwah yang tepat, Cerita seluruh upaya mendakwahkan Islamnya dapat dilihat dalam Pidato Kairo tersebut.

Mulanya, ia memikirkan bagaimana cara agar keyakinan barunya ini diterima publik. Ia memutuskan untuk bergabung dengan aliansi lamanya, Association for the Prohibiton of Alcohol di mana ia bisa menyampaikan pandangannya. Dalam salah satu pidatonya, ia mulai dengan menyampaikan figur-figur yang menghasilkan kebaikan yang karyanya berpengaruh sepanjang sejarah, salah satu Wilberforce, yang mengkampanyekan penghapusan perbudakan.

Pidato ini oleh Quilliam dijadikan pengantar untuk menjelaskan Nabi Muhammad, yang ia sebuat sebagai reformis karena mengkampanyekan kesejahteraan manusia sehingga sepanjang sejarah banyak yang mengikutinya. Dari sana ia menjelaskan apa yang disebut sebagai ajaran Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad

Dari pidatonya di Asosiasi itu, sejumlah jurnalis yang hadir berniat memberitakan pidatonya. Quilliam menolak. Ia tahu situasi Inggris waktu itu memandang Islam sebagai “musuh” kekristenan – dan di saat yang sama antarf faksi Kekristenan sudah sering terjadi konflik waktu itu.

Ia membolehkan pidatonya dimuat kecuali jika jurnalis setuju mempublikasi pidatonya secara lengkap. Tapi, inisiatif para jurnalis ini terdengar oleh sejumlah pendeta waktu itu dan mereka menekan agar media tidak publikasi pidato tersebut dengan alasan pidato itu berisi “ajaran pagan yang mengajak orang Kristen meninggalkan agamanya”.

Singkat cerita, publikasi ceramah itu gagal. Dan kantor media itu hanya publikasi ringkasan dari ceramah itu. Merespon kejadian itu, Quilliam menegaskan kalau ia bisa mengambil langkah hukum karena para pengelola media telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat dan bisa membawanya ke pengadilan. Para jurnalis media itu menyerah, dan mereka publikasi pidato Quilliam secara lengkap.

Mendirikan Masjid Pertama di Inggris

Dari publikasi pidato berjudul Fanaticism and Fanatics tersebut, ia mendapat sambutan yang luas. Orang banyak yang mendatanginya dan sebagian langsung memeluk Islam. Quilliam lalu memutuskan untuk mendirikan sejenis Islamic Centre di Liverpool. Relasinya yang baik dengan Nasrullah Khan, Emir Afghanistan waktu itu, membuatnya mendapatkan hibah membeli sebuah rumah dengan nomor 8, 11, dan 12 di Brougham Terrace, Liverpool.

BBC Indonesia menyebutnya sebagai masjid pertama yang berdiri di Inggris , tepatnya di Liverpool Muslim Institute yang difungsikan sebagai masjid.

Setelah ia mulai mendakwahkan Islam di tempatnya sendiri, ia mendapatkan serangan baik verbal maupun fisik dari sejumlah pihak termasuk pemuka agama Kristen pada waktu itu.

Salah satu serangan fisiknya misalnya adalah upaya untuk dilempar pecahan kaca. Bahkan, ada satu kejadian di mana diam-diam ada yang memasang sejenis kawat tajam di depan pintu masjid yang tidak terlihat pada waktu malam.

Seperti cerita Sheikh Quilliam, ia sempat memegang sebuah kaleng dan keluar pertama kali diiringi oleh para jamaahnya. Karena memegang kaleng di depannya, tanpa sengaja diketahui kalau ada sesuatu yang tajam sehingga tersebut terasa ada yang menahan.

Ada juga cerita kalau ia kedatangan sejumlah orang di Masjid-nya yang tidak ia kenal ketika ia akan menyampaikan pengajian tentang Al-Qur’an. Setelah selesai pengajian, orang-orang tadi kemudian mengeluarkan batu dari baju-bajunya dan menyatakan kalau mereka memeluk Islam dan siap “menerima lemparan batu” dari siapa saja yang mau membenci komunitas ini.

Buku Faith of Islam yang Dibeli Ratu Victoria

Aljazeera ternyata beberapa waktu lalu mengunggah seri dokumenter Victorian Muslims, sebuah video yang mencoba memotret orang-orang Inggris pertama yang memeluk Islam (sepertinya untuk membedakan dengan imigran). Salah satu yang dipotret juga adalah Abdullah Quilliam. Video ini dimulai dengan memotrot keluarga Steven Longdon dan keluarga Muslimnya. Ia juga merupakan keturunan dari orang yang juga masuk Islam di era Quilliam, Robert “Rasheed” Stanley. Dalam sesi dokumenter

tersebut, Longden mengunjungi Abdullah Quilliam Society yang telah berupaya merestorasi masjid Abdullah Quilliam di Liverpool.

Di sana, ditemukan sejumlah mesin cetak. Dijelaskan juga kalau Quilliam setelah memiliki masjid, membuat sejenis newsletter yang dipublikasikan rutin.

Menurut website resmi Abdullah Quilliam Society, publikasi yang dimaksud adalah The Crescent yang dipublikasikan setiap minggu dan the Islamic World yang dipublikasikan setiap bulan. Seluruhnya dipublikasikan dari tahun 1893-1908.

Ia menulis sejumlah karya baik dalam tulisan di media maupun buku, Tapi salah satu yang menarik perhatian adalah ketika ia merilis buku Faith of Islam. Buku tersebut dicetak sebanyak 2000 eksemplar pada tahun 1889 dan 3000 eksemplar pada 1890 dan diterjemahkan ke 13 bahasa. Keberadaan buku itu akhirnya sampai ke Ratu Victoria, Ratu Inggris – yang sering disebut sebagai “Nenek dari Para Raja Eropa”, karena anaknya yang banyak dan saling menikah dengan kerajaan-kerajaan Eropa. Ratu Victoria lalu membeli buku itu dan membagikannya kepada keluarganya.

Gelar Syaikh al-Islam of British Isles dan Gelombang Pengikut Berpengaruh

Ia berkesempatan bertemu dengan Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1894. Kabarnya, atas persetujuan Ratu Victoria, ia dianugerahi sebagai Syaikh al-Islam of British Isles oleh Sultan Abdul Hamid. Ia juga berhubungan dengan Emir Afghanistan yang juga memberikannya gelar Sheikh of Muslims. Shah Persia juga mengagkatnya sebagai Vice Consul di Liverpool. Era relasi internasional inilah yang membuat aktivitasnya terus berkembang dan ia mendapatkan atensi yang lebih luas.

Sumber dari Emir Afghanistan itulah yang ia gunakan untuk memperluas “Islamic Center”-nya di Liverpool dan mengisinya dengan berbagai aktivitas, seperti membuat sekolah dan rumah singgah bernama Medina Home.

Sebenarnya, ia memang dikenal luas sebagai advokat yang banyak mengadvokasi para pekerja. Di awal pengembangan masjid, ia tetap menyelenggarakan natal di masjidnya untuk orang-orang Kristen khususnya anak-anak yang tidak memiliki makanan waktu itu. Kejadian itu terjadi pada tahun 1888.

Dalam dokumenter Aljazeera, Quilliam disebut melakukannya sebagai penghomartan terhadap Nabi Isa dan ia tak ingin pemeluk Kristen yang menghormati Nabi Isa/Yesus dalam kondisi kelaparan.

Sejumlah figur berpengaruh juga memeluk Islam pada era tersebut. Termasuk Robert Rashed Stanley, seorang mayor (walikota) di Stalybridge, yang memeluk Islam pada tahun 1911. Disebutkan bahwa sampai awal abad ke-20, ada 600-an orang memeluk Islam akibat “dakwah” Quilliam. Abdal Hakim Murad, dalam documenter Victorian Muslim, menjelaskan kalau yang menyebabkan orang-orang Inggris yang memeluk Islam kepadanya adalah ia dapat menjelaskan kalau Islam pada dasarnya adalah kelanjutan saja dari agama Kristiani, yang sudah dipeluk orang-orang Inggris sebelumnya.

Ia pernah mengeluarkan fatwa agar antar orang Islam sejatinya tidak boleh berperang. Misalnya, ia pernah mengeluarkan fatwa pada tahun 1893 kalau ia melarang orang Islam yang menjadi tentara di Britania Raya, untuk ikut berperang melawan pemberontakan orang-orang Sudan kepada kerajaan Inggris.

Akhir Perjalanan

Sayangnya, ia terkena “skandal” dalam karirnya sebagai pengacara. Ketika ia membantu seorang klien perempuan yang mau menuntut suaminya atas tuduhan berzina, ia berupaya melakukannya dengan cara menjebak sang suami kliennya. Namun usaha itu gagal. Ia justru dianggap melakukan praktik yang tidak benar dan dicoret namanya dari daftar pengacara. Kesalahan tersebut berdampak pada eskalasi konflik terhadap penganut Islam. Untuk menghindari agar penganut islam waktu itu tidak diserang, ia dan keluarga memilih meninggalkan Liverpool dan pindah ke Woking, selatan Inggris serta mengganti nama menjadi Henri de Leon. Kadang-kadang, nama itu juga dikenal sebagai Haroon de Leon. Nama Henri de Leon tercatat sebagai salah satu anggota di Masjid Woking. Namun, menurut Ron Geaves, salah satu akademisi yang inisiasi Abdullah Quilliam Society, penyamaran itu tetap ketahuan dan orang mengetahui kalau Henri de Leon adalah Quilliam. Ia pun lalu lebih banyak tinggal di Konstatinopel. Tidak ada catatan yang jelas setelah itu. Beberapa sumber menyebut ia tinggal berpindah-pindah dan sempat kembali lagi ke Inggris di tahun 1914 dan lebih banyak tinggal di Pulau Man. Jejak historis lainnya adalah ketika ia menyampaikan pidatonya di Kairo di depan Muslim Youth Association, sebuah asosiasi anak muda Muslim yang berbicara dengan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Pidatonya ini kemudian dimuat dalam bahasa Arab di koran Al-Fath pada tahun 1928.

Ia wafat pada tahun 1932 masih di dekat Woking, kawasan tenggara Inggris, dan dimakamkan di Brookfield Cemetery. Pemakaman tersebut adalah pemakaman yang sama sejumlah figur yang dikenal luas juga sebagai tokoh Islam, misalnya Marmaduke Pickthall dan Abdullah Yusuf Ali, penerjemah Al-Qur’an ke bahasa Inggris.