Berjumpa Rayap-rayap Penggerogot Agama

Berjumpa Rayap-rayap Penggerogot Agama

Bagaimana jika kamu berjumpa para penggerogot agama

Berjumpa Rayap-rayap Penggerogot Agama
Al-Qur’an

Segala sesuatu mesti punya landasan. Ibarat ceker ayam untuk pondasi sebuah rumah. Jika tak ada, gampang roboh walau yang dorong anak TK. Begitu juga dalam beragama. Mesti ada landasan kuat. Sayangnya, ada dua landasan yang tidak disukai Allah dalam sikap dan beragama seseorang. Bahkan orang yang berlaku demikian disebut orang yang menggerogoti asas-asas agama (tazalzul qowa’id diinihi).

Hal ini disampaikan KH. Muhammad Abdul Mujib, Wakil Rois Syuriyah NU Depok pada pengajian malam kamis di Majelis Ratib, Maulid, dan Ta’lim Ittihadussyubbaan Sawangan Baru Depok. Kiayi Mujib menjelaskan hal tersebut dari kitab “An-Nashoihu Ad-Diniyyah wa Al-Washoya Al-Imaniyah” karya Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad yang dikaji dan dipelajari di majelis pimpinan KH. Ahmad Fakhruddin Murodih, salah satu pengurus LDNU PBNU.

Orang yang seperti rayap pada kayu, menggerogoti asas-asas agama adalah yang menggunakan dua hal berikut sebagai alasan dan landasan. Pertama, orang yang beralasan apapun yang terjadi adalah kodrat Allah (al-ihtijaj bilkodar). Dan kedua, orang yang menggunakan “semua adalah kehendak Allah” sebagai alasan (al-ihtijaj bi masyiatillah). Kok bisa, orang yang menggunakan dalil, alasan, dan landasan karena Allah sepertu itu malah dibilang menggeorogoti asas-asas agama? Seperti rayap?

Oke, santai dulu. Kalau perlu seduh kopi. Gak perlu tegang dan kaku seperti kanebo kering.

Begini, misalnya ada dua orang. Orang pertama adalah dia yang suka maksiat. Sebut saja ia suka berjudi, berzina, memperkosa, merampok, membunuh, memfitnah, dan pekerjaan jahat lain. Orang kedua adalah orang yang bodoh. Dan karena kebodohannya dia melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Lalu kedua orang tersebut, ketika ditanya kenapa mereka melakukan semua itu, lalu menjawab: “ini takdir Allah”, “ini semua kehendak Allah”, “ini karena Allah”. Inilah yang dimaksud dengan kategori orang yang seperti rayap, yang menggerogoti asas-asas agama.

Kok bisa? Bukankah semua yang terjadi memang kehendak Allah? Apakah itu hal yang buruk ataupun yang baik? Oke, santai dulu. Seruput dulu kopinya.

Dua alasan (al-ihtijaj bilqodar dan bimasyiatillah) ini terkait dengan sikap pesimis. Pun seperti pandangan jabariyah dan kodariyah. Yang satu menyatakan dalam hidup tak perlu usaha manusia karena semua sudah ditentukan oleh Allah. Yang satunya lagi, hanya mengandalkan pada usaha manusia. Nah, Ahlussunnah Waljamaah adalah yang menggunakan dua-duanya. Meyakini semua yang ada dan terjadi adalah kehendak Allah, tapi perlu ada usaha manusia di dalamnya.

Seperti contoh dua orang tadi. Ketika mereka tahu bahwa yang dikerjakan adalah maksiat, bahwa ia tahu dirinya bodoh dan tidak tahu ilmu agama, maka diperlukan usaha mereka untuk mengubahnya. Bukan malah membiarkan lalu terlena dengan keadaan dan diri mereka yang seperti itu. Sebab, Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad menyebut kedua alasan tersebut adalah alasan yang justeru dipakai oleh musuh-musuh Allah. Ini berdasar pada Al-Quran surat An-Nahl ayat 16 dan Al-An’am ayat 148.

Nah, masih mau menggunakan alasan “semua karena takdir dan kehendak Allah” untuk maksiat dan kebodohan? Tidak, kan?