Ada jemaah pengajian bertanya, “apakah mencela atau menghina presiden dapat pahala?”.
Saya menjawabnya pakai hadits saja. Pertama, pernah ada yang bertanya pada Aisyah (istri Nabi SAW) tentang akhlak Nabi, maka Aisyah menjawab bahwa Nabi SAW tak berkata-kata kotor (لم يكن فاحشا ولا متفحشا)
Kedua, Anas Ibn Malik berkata, “Sepuluh tahun saya menjadi pelayan Nabi SAW, tapi tak sekalipun saya mendengar kata-kata kasar darinya”. Anas ibn Malik pun berkata, “Nabi bukan sang pencela, pelaknat, dan yang berkata kotor” (لم يكن رسول الله ص م سبابا ولا فحاشا ولا لعانا).
Alkisah, Nabi SAW pernah menegur Aisyah ketika mencela orang Yahudi yang mencela dan mendoakan buruk buat Nabi SAW. Nabi pun menegaskan, “Aku diutus bukan sebagai pelaknat tapi sebagai rahmat” (انى لم أبعث لعانا وانما بعثت رحمة).
Dengan dalil-dalil itu, maka tak ada ruang bagi kita untuk berburu pahala dari mencela. Sebab, mencela adalah tercela.
Itulah akhlak Nabi SAW. Bagaimana dengan akhlak kita jika menghina dan mencela pada sesama saja tak bisa kita hindari? Tentu masih jauh panggang dari api.