Benarkah Orang Tua Nabi Musyrik?

Benarkah Orang Tua Nabi Musyrik?

Benarkah Orang Tua Nabi Musyrik?

Ada sebagian umat Islam meyakini bahwa orang yang melakukan perbuatan syirik, sekalipun tidak pernah mendapatkan dakwah Islam, akan mendapatkan siksa di akhirat. Alasan kelompok ini adalah orang-orang yang meninggal pada masa pra Islam divonis masuk neraka, sekalipun belum ada dakwah Islam. Belum ada utusan yang datang kepada mereka. Berdasarkan pandangan ini, mereka meyakini bahwa umat sebelum kedatangan Islam pasti melakukan kemusyrikan sehingga berhak mendapatkan siksa. Lalu, dengan logika terbalik, mereka mengembangkan pandangan bahwa orang yang belum mendapat dakwah saja langsung divonis kafir, apalagi umat yang hidup di masa setelah datangnya syariat Islam. Ketika ada umat pada zaman Islam melakukan perbuatan yang dinilai musyrik, maka mereka harus segera divonis musyrik tanpa mengklarifikasi lebih jauh atau memilah-milah lebih dulu.

Karena pemikiran tersebut, mereka mudah mengkafirkan umat Islam yang mereka anggap melakukan perbuatan kemusyrikan. Mereka menganggap semua orang saat ini sudah mendapatkan dakwah Islam yang cukup sehingga jika mereka menolak, meninggalkan atau melakukan perbuatan yang berlawanan dengan Islam, harus langsung divonis kafir-musyrik. Umat saat ini sudah menerima syiar Islam, sekalipun pada kenyataannya banyak yang masih awam.

Dasar pemahaman mereka adalah hadis yang dipahami secara tekstual berikut:

عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النَّارِ، فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ، فَقَالَ: إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّار

Dari Anas bahwa seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, dimana bapak saya?” Rasulullah saw. menjawab, “Di neraka.” Ketika orang itu pergi, Rasulullah saw. memanggilnya, “Sungguh, bapakku dan bapakmu sama-sama di neraka” (HR. Muslim)

Hadis ini secara tekstual menjelaskan bahwa orang sebelum Islam adalah penghuni neraka. Termasuk orang tua Nabi saw. sendiri. Mereka adalah orang-orang yang belum mendapatkan dakwah Islam, hidup di zaman maraknya penyembahan berhala, dan kemungkinan besar mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang sudah umum pada masa itu, termasuk yang tergolong kemusyrikan.

Benarkah paham di atas? Benarkah umat sebelum datangnya Islam pasti berstatus musyrik-ahli neraka? Benarkah vonis musyrik-neraka dapat disematkan kepada seseorang tanpa ada dakwah Islam sebelumnya? Bagaimana sebenarnya nasib orang-orang yang hidup sebelum Islam? Apakah semua akan masuk neraka?

Takhrij Hadis

Hadis tersebut diriwatkan dalam sejumlah kitab hadis. Di antaranya Sahih Muslim, Sunan Abi Daud, Musnad Ahmad, Musnad Al-Bazzar, Musnad Abi Ya’la, Mustakhraj Abi Awanah, Sahih Ibn Hibban, dan Al-Sunan Al-Kubra. Riwayat dalam delapan kitab tersebut bersumber dari sahabat Anas bin Malik.

Hadis senada disebutkan dalam kitab Mu’jam Al-Kabir karya Al-Thabarani, Al-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, dan Syarah Musykil Al-Atsar karya Al-Thahawi. Riwayat dalam ketiga kitab tersebut bersumber dari sahabat Imran bin Hushain.

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ الْحُصَيْنِ قَالَ: جَاءَ حُصَيْنٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا كَانَ يَصِلُ الرَّحِمَ وَيَقْرِي الضَّيْفَ مَاتَ قَبْلَكَ؟، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ» ، فَمَا مَضَتْ عِشْرُونَ لَيْلَةً حَتَّى مَاتَ مُشْرِكًا

Dari Imran bin Al-Hushain yang berkata, “Hushain mendatangi Nabi saw. dan bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seseorang yang tekun bersilaturahim dan menjamu tamu yang mati sebelum kamu? Rasulullah saw. menjawab, ‘Sungguh, bapakku dan bapakmu di neraka.” Tidak lewat duapuluh malam sampai Hushain mati dalam keadaan musyrik” (HR. Al-Thabarani)

Karena terdapat dalam Sahih Muslim, kita akan cukupkan pembahasan tentang kualitas hadis.

Bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis Lain

Sekalipun hadis yang menginformasikan ayah Nabi Muhammad saw. termasuk penghuni neraka adalah sahih, namun perlu digarisbawahi bahwa hadis tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan hadis lain.

Hadis di atas bertentangan dengan ayat berikut:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

Kami tidak akan menyiksa suatu kaum hingga mengutus seorang utusan kepada mereka (Qs. Al-Isra: 15)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah hanya akan memberi siksa kepada seseorang yang sudah mendapatkan dakwah tauhid dari seorang rasul Allah. Jika dipahami sebaliknya, Allah tidak akan menyiksa orang yang belum mendapatkan dakwah rasul, sekalipun ia melakukan kesalahan, dosa, bahkan kekafiran. Maka, orang-orang yang hidup sebelum masa diutusnya Rasulullah saw. (ahli fatrah) bukan termasuk penduduk neraka. Termasuk di antaranya adalah ayah Nabi saw. Kandungan ayat ini jelas bertentangan dengan kandungan hadis di atas.

Selain ayat di atas, terdapat hadis yang bertentangan dengan kandungan hadis ayah Nabi di neraka. Berikut hadisnya:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يُؤْتَى بِأَرْبَعَةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: بِالْمَوْلُودِ، وَالْمَعْتُوهِ، وَمَنْ مَاتَ فِي الفَتْرَة، وَالشَّيْخِ الْفَانِي الْهَرِمِ، كُلُّهُمْ يَتَكَلَّمُ بِحُجَّتِهِ، فَيَقُولُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِعُنُقٍ مِنَ النَّارِ: ابْرُزْ. وَيَقُولُ لَهُمْ: إِنِّي كُنْتُ أَبْعَثُ إِلَى عِبَادِي رُسُلًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَإِنِّي رَسُولُ نَفْسِي إِلَيْكُمُ ادْخُلُوا هَذِهِ. قَالَ: فَيَقُولُ مَنْ كُتِبَ عَلَيْهِ الشَّقَاءُ: يَا رَبِّ، أَنَّى نَدْخُلُهَا وَمِنْهَا كُنَّا نَفِرُّ؟ قَالَ: وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ السَّعَادَةُ يَمْضِي فَيَقْتَحِمُ فِيهَا مُسْرِعًا، قَالَ: فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنْتُمْ لِرُسُلِي أَشَدُّ تَكْذِيبًا وَمَعْصِيَةً، فَيُدْخِلُ هؤلاء الجنة، وهؤلاء النار”.

Dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari kiamat, didatangkan empat golongan: anak yang mati saat masih kecil, orang gila, orang yang mati pada masa belum ada utusan Allah, orang tua renta yang pikun. Mereka semua menyuarakan keberatannya. Allah tabaraka wa ta’ala berkata kepada pucuk neraka, ‘Keluarlah.’ Allah berkata kepada empat golongan tersebut, ‘Aku telah mengutus para rasul dari golongan mereka. Aku adalah utusan diriku sendiri saat ini. Masuklah kalian ke neraka ini.’ Orang yang ditakdirkan celaka berkata, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana kami bisa memasukinya dari perkara yang kami pasti akan lari darinya.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Orang yang ditakdirkan selamat akan melewati ujian tersebut. Mereka masuk ke dalamnya dengan cepat. Allah Ta’ala berkata, ‘Kalian akan menjadi lebih tidak percaya dan lebih durhaka pada utusanku.’ Lalu orang yang ditakdirkan selamat masuk surga, dan yang ditakdirkan celaka masuk neraka.” (HR. Al-Bazzar dan Abu Ya’la)

 

Hadis riwayat Al-Bazzar dan Abu Ya’la menunjukkan bahwa tidak semua orang yang meninggal sebelum kedatangan seorang rasul akan masuk neraka. Ternyata, ada pula yang ditakdirkan selamat.

Hadis lain menyebutkan bahwa anak-anak kaum musyrikin yang meninggal sebelum akil-baligh, adalah penghuni surga. Mereka akan menjadi pelayan penghuni surga lainnya.

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَطْفَالِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ: “هُمْ خَدَمُ أَهْلِ الْجَنَّةِ”

Dari Samurah yang berkata, “Kami bertanya kepada Rasulullah saw. tentang nasib anak-anak kaum musyrikin. Rasulullah saw. berkata, ‘Mereka adalah pelayan penghuni surga’. (HR. Thabarani)

Hadis lain menyebutkan bahwa anak-anak yang meninggal dikubur hidup-hidup pada jaman jahiliyah akan menjadi penghuni surga bersama nabi, para syuhada, dan anak yang meninggal saat kecil.

عَنْ حَسْنَاءَ بِنْتِ مُعَاوِيَةَ مَنْ بَنِي صَرِيمٍ قَالَتْ: حَدَّثَنِي عَمِّي قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: “النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْوَئِيدُ فِي الْجَنَّةِ”

Dari Hasna’ binti Muawiyah dari Bani Sharim dari pamannya yang berkata, “Saya bertanya, ‘Siapa saja yang akan berada di surga?’ Rasulullah saw. bersabda, “Nabi di surga, orang yang syahid di surga, anak yang mati saat masih kecil di surga, anak yang dikubur hidup-hidup saat masih kecil pada jaman jahiliah di surga (HR. Ahmad)

Qs. Al-Isra: 15 dan ketiga hadis hadis yang disebut belakangan menunjukkan bahwa kaum yang tidak mendapat dakwah Nabi saw. adalah penghuni surga. Atau paling tidak, mereka akan diuji terlebih dahulu. Dalil-dalil ini bertentangan dengan hadis riwayat Imam Muslim yang menyatakan bahwa orang yang meninggal sebelum kedatangan Islam adalah penghuni neraka. Termasuk ayah Nabi saw. sendiri.

Tiga Pendapat Ulama

Para ulama berbeda pendapat menyikapi pertentangan dalil di atas. Mereka dapat dikelompokkan dalam tiga golongan.

Pertama, golongan yang memfatwakan orang tua Nabi saw. termasuk penghuni neraka. Berdiri dalam barisan ini, Imam Abu Hanifah dalam Fiqh al-Akbar, Mulla Ali Al-Qari dalam Adillah Mu’taqad Abi Hanifah fi Abawai Rasulillah dan Imam Al-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim. Penisbatan pendapat ini kepada Imam Abu Hanifah dalam Fiqh al-Akbar meragukan. Dalam penelitian penulis, hanya disebutkan wa ‘ammuhu abu thalib wa abu ‘aliyyin mata kafiran. Tidak ada penyebutan wa walida rasulillah mata ala al-kufri sebagaimana dalam Adillah Mu’taqad Abi Hanifah fi Abawai Rasulillah. Dalam Syarah Sahih Muslim, Imam Al-Nawawi hanya menyebutkan secara global bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir. Imam Al-Suhaili mengomentari bahwa Imam Al-Nawawi tidak berpendapat secara khusus bahwa orang tua Nabi saw. meninggal dalam keadaan kafir.

Kedua, golongan yang menyatakan orang tua Nabi saw. termasuk golongan penghuni surga. Barisan ini diisi ulama-ulama besar Al-Suyuthi dalam beberapa kitabnya, Mulla Ali Al-Qari dalam Syarah Al-Syifa Lil Qadhi Iyadh, Murtadha Al-Zabidi, Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal, dan lainnya. Pendapat ini diikuti mayoritas ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Ketiga, golongan yang menyatakan orang yang meninggal sebelum datangnya dakwah Islam akan diuji di akhirat. Jika lulus, mereka akan masuk surga. Jika gagal, mereka akan masuk neraka. Pendapat ini disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quran Al-Azhim. Beliau mengutip pendapat Imam Abul Hasan al-Asy’ari. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa Al-Nihayah memilih menyatakan mungkin saja orang tua Nabi saw. termasuk golongan yang gagal ujian dari Allah.

Ulama Asy’ariyah lainnya, sebagaimana disebutkan sebelumnya, banyak yang lebih memilih orang tua Nabi saw. adalah golongan selamat. Berikut adalah 26 kitab yang disusun untuk menunjukkan bahwa ayah Nabi saw. adalah golongan selamat.

 

  1. Al-Intishar Li Walidai Al-Nabi Al-Mukhtar, Murtadha Al-Zabidi
  2. Hadiqah Al-Shafa Fi Walidai Al-Musthafa, Murtadha Al-Zabidi
  3. Tahqiq Amal Al-Rajin Fi Anna Walidai Al-Musthafa Min Al-Najin, Ibn Al-Jazzar
  4. Dzakhair Al-Abidin Fi Najat Walidai Al-Musthafa Sayyid Al-Mursalin, Al-Asbiri
  5. Mursyid Al-Huda Fi Najat Al-Walidai Al-Musthafa, Wahdi Al-Rumi
  6. Mathla’ Al-Nayyirain Fi Itsbat Najat Abawai Sayyid Al-Kaunain, Al-Manini
  7. Hadaya Al-Kiram Fi Tanzih Aba’ Al-Nabi Alaih Al-Shalat Wa Al-Salam, Al-Badi’i
  8. Bulugh Al-Ma’arib Fi Najat Abawai Al-Musthafa Wa Ammuhu Abu Thalib, Al-Ladziqi Al-Azhari
  9. Ta’dib Al-Mutamarridin Fi Haqq Al-Abawain, Al-Ahad bin Musthafa Al-Katahi Al-Siwasi
  10. Al-Radd Ala Man Iqtahama Al-Qadh Fi Al-Abawain Al-Karimain, Al-Bakhsyi
  11. Sidad Al-Din Wa Sadad Al-Din Fi Itsbat Al-Najat Wa Al-Darajat Li Al-Walidain, Al-Barzanji
  12. Qurrat Al-Ain Fi Iman Al-Abawain, Al-Dawayikhi
  13. Al-Qaul Al-Mukhtar Fi Ma Yata’allaq Bi Abawai Al-Nabi Al-Mukhtar, Al-Dairabi
  14. Al-Jawahir Al-Mudhiyyah Fi Haqq Aba’i Khair Al-Bariyyah, Al-Timratasyi
  15. Subul Al-Salam Fi Hukm Aba’i Sayyid Al-Anam, Muhammad bin Umar Al-Bali
  16. Ibna’ Al-Ashfiyah’ Fi Haqq Aba’ Al-Musthafa, Al-Rumi Al-Amasi
  17. Tuhfat Al-Shafa Fi Ma Yata’allaq Bi Abawai Al-Musthafa, Al-Ghunaimi
  18. Risalah Fi Abawai Al-Nabi, Al-Fanari
  19. Al-Saif Al-Maslul Fi Al-Qath’i Bi Najat Abawai Al-Rasul, Ahmad Al-Syahruzi
  20. Khulashat Al-Wafa Fi Thaharat Ushul Al-Musthafa Min Al-Syirki Wa Al-Jafa, Muhammad bin Yahya bin Thalib
  21. Mabahij Al-Sunnah Fi Kaun Abawai Al-Nabi Fi Al-Jannah, Ibnu Thulun
  22. Sa’adat Al-Darain Bi Najat Al-Abawain, Sayyid Muhammad Ali bin Husain Al-Maliki
  23. Al-Qaul Al-Musaddad Fi Najat Walidai Sayyidina Muhammad, Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal
  24. Nukhbat Al-Afkar Fi Tanjiyat Walidai Al-Mukhtar, Muhammad bin Sayyid Ismail Al-Hasani
  25. Ijaz Al-Kalam Fi Wa Walidai Al-Nabi, Muhammad bin Muhammad Al-Tibrizi
  26. Irsyad Al-Ghabi Ila Islam Aba’i Al-Nabi, seorang ulama India (sumber: Idah Al-Maknun Fi Al-Dzail Ala Kasyf Al-Zhunun).

Berdasarkan keterangan di atas bahwa mayoritas ulama umat Islam memilih pendapat yang menyatakan bahwa orang tua Nabi saw. adalah golongan selamat. Hadis yang secara tekstual menyebutkan ayah Nabi saw. di neraka ditafsirkan bahwa yang dimaksud ayah adalah paman, yaitu Abu Thalib. Kedua, hadis dalam riwayat Imam Muslim mengandung illat (cacat) yang menyebabkan kedaifan hadis. Yaitu adanya perawi bernama Hammad bin Salamah yang dinilai salah dalam meriwayatkan. Hammad bin Salamah dinilai mudallis ketika meriwayatkan dari Tsabit Al-Bunani. Dalam riwayat Imam Muslim, memang Hammad bin Salamah meriwayatkan dari Tsabit dengan menggunakan redaksi mu’an’an (dari).

Karena pertimbangan itulah, hadis dalam Sahih Muslim tidak dapat digunakan sebagai dalil bahwa orang tua Nabi saw., atau orang-orang yang hidup pada zaman sebelum datangnya Islam, adalah orang-orang kafir dan termasuk golongan penghuni neraka. Orang yang belum mendapatkan dakwah Islam, tidak bisa begitu saja divonis kafir. Sekalipun mereka melakukan perbuatan dosa, bahkan perbuatan kekafiran. Orang yang berdalil dengan hadis Sahih Muslim bahwa orang yang melakukan perbuatan kekafiran harus divonis kafir sekalipun belum mendapatkan dakwah Islam yang benar adalah pendapat yang salah dan tidak mencerminkan keadilan Islam.