Benarkah Istri Dilaknat Malaikat Jika Menolak Permintaan Jimak dari Suaminya?

Benarkah Istri Dilaknat Malaikat Jika Menolak Permintaan Jimak dari Suaminya?

Ada yang bilang, istri wajib mengikuti keinginan suami, termasuk dalam hubungan seksual. Jika tidak mau akan dilaknat malaikat, benarkah demikian?

Benarkah Istri Dilaknat Malaikat Jika Menolak Permintaan Jimak dari Suaminya?

Salah satu tujuan dari pernikahan dan perkawinan adalah pemenuhan kebutuhan seksual baik untuk suami maupun istri. Pernikahan membuat hubungan seksual antara suami dan istri menjadi halal, bahkan berpahala dan bernilai ibadah.

Oleh karena itu, baik suami dan istri harus dapat saling memenuhi kebutuhan seksual pasangannya. Saking pentingnya pemenuhan hasrat seksual ini, Rasulullah Saw bahkan bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolaknya sehingga dia (suami) melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat melaknat istrinya itu hingga shubuh.”

Kalimat “mengajak ke tempat tidur” merupakan kinayah yang artinya mengajak berjimak. Sedangkan yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Swt.

Berdasarkan hadis ini, seorang istri akan dilaknat malaikat apabila ia menolak ajakan suaminya untuk berjimak. Lalu, benarkah demikian?

Hadis di atas memiliki empat belas sanad yang tercantum dalam beberapa kitab, di antaranya Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Musnad Ahmad, dan Sunan ad-Darimi. Semua riwayatnya bersumber dari Abu Hurairah sebagai periwayat pertama.

Meskipun hadis ini shahih, namun kita tidak boleh serampangan dalam memahaminya. Istri yang menolak ajakan suaminya berjima’ tidak serta merta dilaknat malaikat. Mengenai hal ini, Imam Nawawi dalam kitab Riyadusshalihin mengatakan:

أن الواجب عليها إذا دعاها الرجل إلى حاجته أن تجيبه إلا إذا كان هناك عذر شرعي كما لو كانت مريضة لا تستطيع معاشرته إياها أو كان عليها عذر يمنعها من الحضور إلى فراشه فهذا لا بأس وإلا فإنه يجب عليها أن تحضر وأن تجيبه

Sesungguhnya wajib baginya (istri) untuk memenuhi kebutuhan sang suami apabila ia (suami) memintanya untuk berjima’, kecuali apabila ada udzur syar’i, misalnya sakit, hingga sang istri tak dapat menggauli suaminya, atau apabila ada udzur (lainnya) yang menghalanginya untuk datang ke tempat tidur (suami)nya. Maka hal ini tidak apa-apa. Namun jika tidak ada udzur, maka wajib bagi istri untuk mendatangi (suami)nya dan memenuhi permintaannya.

Jadi, istri diperbolehkan untuk menolak ajakan suaminya apabila ia memiliki udzur syar’i, misalnya karena sakit atau lelah yang tak memungkinkannya untuk memenuhi ajakan berjimak.

Perlu diketahui pula bahwa malaikat akan melaknat jika sang suami marah dan tidak ridho kepada sang istri. Kemarahan suamilah yang mendatangkan laknat dari malaikat. Maka, apabila sang istri menolak sedangkan suaminya memaklumi dan meridhoinya, maka malaikat pun tak akan melaknatnya.

Lalu bagaimana jika sang istri menginginkan berjimak sedangkan sang suami menolak, apakah suami juga dilaknat malaikat?

Seorang suami juga harus memenuhi hasrat sang istri. Imam Nawawi berkata

وإذا كان هذا في حق الزوج على الزوجة فكذلك ينبغي للزوج إذا رأى من أهله أنهم يريدون التمتع فإنه ينبغي أن يجيبهم

“Sebagaimana hak suami atas istri, begitu pula suami, apabila ia melihat istrinya menginginkan istimta’ (bersenang-senang/berjima’) maka ia harus memenuhinya.”

Apabila ilat dari laknat adalah ketidakridhoan dari pasangan. Maka begitu pula suami, ia pun dapat dilaknat malaikat apabila menolak ajakan berjimak dari istrinya tanpa udzur.

Suami dan istri harus saling memperlakukan pasangannya dengan baik. Tidak berlaku semena-mena atau memaksa pasangannya untuk memenuhi keinginannya semata. Melainkan harus saling mengerti kondisi fisik dan psikis dari pasangannya.

Salah satu prinsip dari pernikahan adalah muasyarah bil ma’ruf (memperlakukan pasangan dengan baik). Sebagaimana firman Allah Swt

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs An-Nisa : 19)

Selain itu, sesungguhnya pernikahan dibangun untuk menciptakan mawaddah wa rahmah atau cinta kasih. Sebagaimana firman Allah Swt:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS ar-Rum (30): 21)

Jadi, baik suami maupun istri harus saling memberikan ketentraman bagi pasangannya.  Karena menikah bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sesaat, melainkan juga untuk memperoleh keturunan yang sah, membangun keluarga, menjaga kehormatan dan menghindari diri dari perzinaan.

Wallahu a’lam bisshowab