Benarkah Gus Dur keturunan Tionghoa? Pada beberapa forum, Gus Dur sering menyatakan bagaimana nasab keluarganya tersambung dengan darah Tionghoa. Gus Dur juga sering mengungkapkan silsilah keluarganya, hingga tersambung dengan jaringan Tionghoa muslim pada masa kerajaan Majapahit, dan terkait dengan sejarah muhibah Laksamana Cheng Ho (Zheng He, 1371-1433/1435). Bagaimana kisahnya?
Ketika menjabat sebagai Presiden Indonesia, Gus Dur pernah menelusuri jejak leluhurnya di Quanzou, Hokkian. Pada 3 Desember 1999, Gus Dur melakukan kunjungan kenegaraan ke negeri Tiongkok, dengan melakukan lawatan ke Beijing University. Di kampus ini, Gus Dur mengungkapkan bahwa leluhurnya berasal dari Hokkian.
Kemudian, pada 2003 terbongkar arsip penting yang mewartakan jalur silsilah moyang Gus Dur, Tan Kim Han. Kota Quanzhou terletak di kawasan Teluk Zaitun, yang merupakan pangkal Jalur Sutra Maritim. Kampung Chi-Zai, dusun Shi-Chun, kecamatan Chi-Dian, Kabupaten Jinjian, Kota Quanzhou, Provinsi Fujian/Hokkian merupakan tanah leluhur Tan Kim Han (Syaikh Abdul Qadir as-Shini). Dalam penelusuran Anthony Tjio (Menelisik Dusun Leluhur Gus Dur di Hokkian, 2014), di desa ini, terdapat beberapa buku silsilah tulisan tangan di rumah Abu Marga Tan keturunan Mei-Xi, yang digubah tahun 1576. Juga, silsilah keturunan putra sulung garis Chi-Zai terbitan tahun 1907.
Menurut catatan ini, Tan Kim Han lahir pada masa permulaan Dinasti Ming, yakni pada 1383. Tan Kim Han bernama kecil Tan Lan Cai. Sebelum ikut rombongan Cheng Ho, Tan Kim Ham merupakan seorang guru di Leizhou Guangdong. Kemudian, ketika armada Cheng Ho menepi di teluk Quanzhou, Tan Kim Han ikut serta. Dalam catatan memoir yang ditulis Ma Huan, Laksamana Cheng Ho, singgah di Lambri Aceh setelah mengunjungi Malaka. Setelah di Lambri dan kawasan Nusantara, rombongan Cheng Ho meneruskan perjalanan menuju Kepulauan Maladeva.
Berdasar kisah Gus Dur, ia merupakan keturunan dari Putri Campa yang menjadi selir seorang raja di Nusantara. Dari perkawinan ini, Putri Campa melahirkan dua anak, yakni Tan Eng Hian dan Tan A Hok. Tan Eng Hian mendirikan kerajaan Demak, yang kemudian berganti nama menjadi Raden Patah. Sedangkan, Tan A Lok menikah dengan seorang Tionghoa muslim bernama Tan Kim Han.
Dari jalur inilah, kemudian menurunkan Gus Dur dan keluarganya. Leluhur Gus Dur bernama Tan Kim Han asal Hokkian, yang ikut rombongan Laksamana Cheng Ho ke kerajaan Islam di Lambri, Aceh, pada kisaran 600 tahun yang lalu. Riset Keram Kevonian, menyebut kawasan Lambri asalnya bernama Lamuri, yang kemudian disebut Lambri atau Lamreh (Claude Guillot, Lobu Tua Sejarah Awal Baru, hal. 60). Catatan Tomi Pires (1468-1540) juga menyebut Lambri sebagai kerajaan Islam, yang berada di pedalaman. Hal ini agak berbeda dengan catatan Ma Huan, yang menyebut Lambri sebagai kerajaan di kawasan pesisir Aceh.
Dalam riset Tan Ta Sen dalam karya disertasinya, Cheng Ho and Islam in Southeast Asia (2009), Tan Kim Han (Chen Jin Han) datang dari kawasan Jinjiang, di sekitar teluk Quanzhou, Provinsi Fujian. Tan Kim Han alias Tan Kwee Liang, tinggal di sebuah dusun bernama Sinchun. Ayahnya bernama Tan Teck (Chen De). Perjalanan Tan Kim Han juga tercatat dalam karya Ma Huan, yang mengikuti perjalanan panjang Laksamana Cheng Ho ketika menelusuri kawasan pesisir Nusantara (Ta Sen, 2009: 242).
Catatan Ma Huan, menyebut pada tahun 1413, Lambri telah menjadi kerajaan Islam. Di kawasan ini, memiliki populasi sekitar 1000 keluarga, sebagian besar penganut agama Islam. Ma Huan menyaksikan bahwa semua muslim di kawasan ini merupakan orang yang jujur. Catatan Ma Huan, kemudian diterbitkan dalam publikasi internasional pada 1970, berjudul “Ying-Yai Sheng-Lan: The Overall Survey of the Oceans Shores”, yang diedit oleh JVG Mills.
Pada masa Cheng Ho, kemudian Tan Kim Han menetap di Nusantara. Beberapa catatan peneliti, semisal Sumanto al-Qurtuby, menyebut Tan Kim Han membantu Raden Patah membentuk kerajaan muslim di Demak. Pada waktu itu, Tan Kim Ham menjadi bagian dari pasukan Tionghoa muslim bersama pasukan Raden Patah merebut kerajaan Majapahit (Siew Min Sai, China Indonesia Reassessed, hal. 196) . Hingga kini, makam Tan Kim Han (yang disebut juga Syaikh Abdul Qadir as-Shini) di Trowulan, Mojokerto, di kawasan pemakaman Majapahit di Troloyo.
Ketika penulis beberapa kali berziarah di makam Tan Kim Han, tidak banyak peziarah yang mengetahui siapa sebenarnya Syaikh Abdul Qadir as-Shini, yang sering disebut Gus Dur dalam beberapa forum. Makam Tan Kim Han terletak di dekat Makam Syaikh Jumadil Kubro, yang memang familiar bagi peziarah di Trowulan.
Lalu, benarkah Tan Kim Han sebagai leluhur Gus Dur? Jika dirunut silsilah dari keluarga Gus Dur, ada kemungkinan besar jalur nasab Gus Dur sampai di kawasan Tiongkok. Komunitas Tionghoa Muslim pada masa Dinasti Ming berperan penting, yang dapat disaksikan dari pengaruh kuat Laksamana Cheng Ho, putra dari Ma Huan (Haji Ma). Bisa jadi benar, bahwa silsilah Gus Dur tersambung ke jalur Tionghoa muslim di negeri Tirai Bambu, meski dari silsilah lain nasab Gus Dur juga tersambung ke jalur pendakwah Arab bermarga Basyaiban.
Gus Yahya Cholil Staquf dalam sebuah perbincangan sambil ngopi dengan penulis, memiliki argumentasi yang menarik tentang silsilah Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur memang merawat ingatan akan silsilah keluarga, yang tersambung ke orang-orang berpengaruh dalam sejarah Nusantara. Baik orang Tionghoa, Hadrami hingga suku-suku di kawasan Nusantara. Gus Dur menggunakan “diplomasi nasab” untuk merekatkan persaudaraan dengan sesama saudaranya, sesama etnisnya, bahkan dalam ranah internasional. Sebuah kecerdasan khas Gus Dur, bukan?
—Munawir Aziz, Wakil Sekretaris LTN Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, buku terbarunya bertema “Gus Dur & Jaringan Tionghoa Nusantara”, dalam proses terbit. (Komunikasi via email: [email protected]).
NB: Artikel ini hasil kerjasama islami.co dan INFID