Belajar Tasawuf: Upaya Menjadi Sebaik-baik Manusia

Belajar Tasawuf: Upaya Menjadi Sebaik-baik Manusia

Memahami diri sendiri memang lebih susah, apalagi menjadi manusia seutuhnya.

Belajar Tasawuf: Upaya Menjadi Sebaik-baik Manusia

Bukan tanpa alasan Tuhan menyebut diin ilahi (pandangan dan jalan hidup ilahiah) dengan sebutan Islam. Artinya kita sudah tahu: tunduk, selamat, damai. Orang yang tunduk kepada Tuhan akan selamat; orang yang selamat akan mendapat kedamaian dalam batinnya; batin yang damai adalah batin yang tenang, muthmainnah.

Jadi agama adalah demi kebaikan hambaNya, untuk dimanfaatkan manusia demi memperoleh kedamaian abadi di sisiNya. Untuk itu manusia dibekali berbagai perangkat untuk memanfaatkan ajaran Tuhan sesuai kehendak dan aturanNya Kita tahu Tuhan menghendaki agar manusia saling berkasih-sayang karena Tuhan adalah Zat Mahapengasih lagi Mahapenyayang.

Cinta dan kasih sayang akan melahirkan kehendak untuk memberikan beragam manfaat: orang yang mencintai anaknya, misalnya, akan rela bekerja susah payah agar anaknya bisa makan, sehat, gembira, mendapat pendidikan dan penghidupan baik, dan seterusnya.

Maka manusia semestinya bisa saling memberikan manfaat kepada sesama manusia, bukan ke Tuhan karena Allah tidak butuh manfaat dari manusia. Orang yang mampu memberi banyak manfaat bagi sesama, dalam satu pengertian, telah mewujudkan, dan karenanya, secara batin menyaksikan, tajalli rahmatan lil alamin di muka bumi.

Orang yang mewujudkan sekaligus menyaksikan tajalli ini secara sempurna menurut Islam adalah sosok kanjeng Nabi SAW. Umatnya semestinya mengikuti jejaknya sekuat-kuatnya, semampunya, “mastatha’tu.” Orang yang paling mampu menerjemahkan Cinta ke laku yang manfaat bagi semesta menurut kadar kekuatan masing-masing akan menjadi orang paling bermanfaat dalam kadar kesanggupannya sehingga, berdasar alasan tersebut di atas, dia adalah sebaik-baik manusia.