Fikih adalah bagian dari identitas keislaman, serta mempunyai peran yang sangat penting dalam memahami teks-teks Al-Quran dan Hadis untuk menentukan sebuah hukum. Dalam Islam, fikih mempunyai porsi yang lebih besar perananannya dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya. Walaupun ada yang mengampanyekan gerakan anti madzhab fikih, namun faktanya fikih telah menjadi bagian dari realitas kehidupan manusia, khususnya umat Islam di dunia selama berabad-abad lamanya.
Dalam perkembangannya, fikih tidak hanya bersandar pada dalil-dalil Al-Quran dan Hadis saja. Namun juga pada Ijma’, Qiyas, Amalan Penduduk Madinah, Ucapan Para Sahabat, Masholih al-Mursalah dan lain sebagainya. Hal ini tidak lain, supaya fikih mampu menjawab realitas yang terjadi di masyarakat, yang tentunya selalu berubah dari suatu zaman ke zaman lainnya. Dari banyaknya sumber dalam penggalian hukum fikih, baik itu yang bersifat disepakati ataupun yang berbeda, fikih mampu mengikuti perkembangan zaman.
Walaupun sumber pokok dalam menentukan hukum dalam fikih dalam berbagai madzhab, tetaplah berpegang teguh pada sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis. Namun dalam madzhab empat, mempunyai metode masing-masing dalam menentukan hukum. Dengan menambahkan sumber-sumber yang berbeda antara satu madzhab dengan madzhab lainnya.
Dari perbedaan dalam melakukan penggalian hukum (Ijtihad), dan metode yang dipakainyalah. Mampu menghasilkan berbagai perbedaan pendapat dengan dalil dan argumen masing-masing madzhab. Dari sinilah, khazanah Islam yang bernama fikih ini terlihat keluasannya. Baik itu dari segi penggalian hukumnya maupun dalam perbedaan pendapat antar madzhab, atau pembahasan yang ada di dalamnya.
Di dalam menentukan hukum sebuah masalah, madzhab empat yang masyhur dalam Islam (Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah) mempunya metode dan hasil yang berbeda-beda, dan semuanya itu mempunyai dalil masing-masing. Dalam skala empat madzhab, biasanya tidak sepenuhnya semua madzhab berbeda satu sama lainnya. Namun ada juga yang mempunyai pendapat yang sama, sehingga menjadikan diskursus khazanah keilmuan fikih ini semakin luas, dengan adanya perbedaan pendapat antar madzhab.
Misalnya adanya pendapat mayoritas yang diwakili dalam tiga madzhab melawan pendapat satu madzhab yang berbeda, belum lagi ditambah adanya pendapat yang kuat dengan dasar pengambilan dalilnya, dan lain sebagainya. Bahkan di dalam satu madzhab pun, terdapat suatu perbedaan.
Keluasan fikih tidak hanya terbatas pada perbedaan pendapat antar madzhab, dan perbedaan metodologi pengggalian hukumnya saja. Namun juga cakupan pembahasan fikih, yang tidak hanya mencakup urusan antara Manusia dengan PenciptaNya ataupun sebaliknya.
Dibanding dengan diskursus keilmuan lainnya, fikih mempunyai ciri khas tersendiri yaitu di mana fikih mempunyai tiga cakupan. Pertama adalah hubungan manusia dengan Sang Penciptanya, Allah SWT. Kedua hubungan dengan dirinya sendiri, dan yang ketiga adalah hubungan dengan masyarakat. Ini semua dikarenakan fikih adalah penyangga kehidupan dunia dan akhirat, agama dan negara, sampai hari kiamat.
Fikih adalah perpaduan antara Aqidah, Akhlaq, Ibadah dan Muamalat. Yang akan memunculkan sikap kehati-hatian pada setiap orang yang melakukan perbuatan. Baik itu dalam hal ibadah ataupun muamalat. Di mana dua garis besar dalam fikih ini, yaitu ibadah dan muamalat. Mempunyai pembahasan yang sangat detail sekali.
Pembahasan muamalat, bisa dikatakan pembahasan yang paling luas dalam fikih, dibanding dengan pembahasan tentang ibadah. Hal ini dikarenakan, dalam muamalat, banyak hal-hal yang berkaitan dengan realitas kehidupan masyarakat, yang selalu bersinggungan dengan lingkungan dan sosial, sehingga menimbulkan pembahasan-pembahasan baru. Yang sebenarnya sudah ada dalam fikih, namun berbeda dengan konteksnya.
Misalnya yang berkaitan dengan keluarga (al-Akhwal asy-Syakhsiyyah), hukum-hukum kemasyarakatan (al-Ahkam al-Madaniyah), hukum kriminalitas (al-Ahkam al-Jina’iyah), hukum-hukum peradilan (al-Ahkam al-Murafa’at), hukum perundang-undangan (al-Ahkam ad-Dusturiyah), hukum-hukum kenegaraan (al-Ahkam ad-Dauliyah), hukum perekonomian dan hak milik harta benda (al-Ahkam al-Iqtishodiyyah wa al-Maliyah). Di mana ini semua, juga mempunyai pembahasan yang sangat luas dan panjang sekali pada setiap tema.
Fikih yang selalu bersinggungan dengan realitas sosial masyarakat yang berubah-ubah. tidak melulu membahas tentang Halal atau Haram saja. Namun juga terhadap hukum-hukum lainnya.
Walaupun fikih terbangun dengan landasan yang paten yaitu Al-Quran dan Hadis. Namun fikih tidak kaku, justru malah fleksibel. Dan mampu mengikuti kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Untuk menjaga tujuan syariat Islam terhadap manusia, yaitu menjaga agama, menjaga harta, menjaga keturunan, menjaga akal, dan menjaga nyawa.
Selain itu, fikih juga memberikan banyak kemudahan dalam melaksanakan praktek-praktek yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Yang bisa kita temui berbagai contohnya, di kitab-kitab fikih yang ada. Sepanjang sejarah Islam, tidak ada referensi dan karangan yang penuh dengan khazanah ilmu dan pemikiran yang melebihi fikih. Karena hanya di dalam fikih, ditemui berbagai pendapat saling bertentangan, tanpa mengafirkan satu sama lainnya.
Cara beragama yang berubah-ubah dengan konteks keadaan dan tempat yang berbeda. Menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan manusia, yang tidak pernah luput dalam pembahasan fikih. Baik itu masalah yang bersifat kecil maupun besar. Dan yang jelas dibahas dengan konteks kehidupan yang ada, oleh karenanya fikih mampu mengikuti perkembangan zaman. Dan menjadikannya khazanah Islam yang sangat luas.
Walaupun dalam sejarah, tidak ada karangan dan referensi yang penuh dengan khazanah ilmu, dan pemikiran yang luas seperti fikih. Bukan berarti fikih tidak membutuhkan kajian ilmu-ilmu lainnya. Justru fikih malahan membutuhkan semuanya, untuk tetap bisa mengikuti zaman sebagai penyangga kehidupan dunia dan akhirat. Inilah fikih, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan umat Islam dunia.
Bahkan fikih tidak hanya berelaborasi dengan diskursus keilmuan, yang sifatnya ilmu-ilmu agama. Namun juga berelaborasi dengan diskursus keilmuan, yang sifatnya umum. Seperti kedokteran dan lain sebagainya. Dalam kaitannya untuk melakukan penentuan hukum.