Bela Islam dengan Maulid Nabi

Bela Islam dengan Maulid Nabi

Bela Islam dengan Maulid Nabi

Masih ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa perayaan maulid Nabi itu bid’ah. Wajar. Wajar saja, karena memang mereka belum menemukan hujjah yang tepat. Atau memang belum bisa memaknai maksud dari bid’ah. Sebab bid’ah itu beraneka warna.

KH Sholeh Darat dalam karyanya Kitabul Mahabbah wal Mawaddah secara tegas menyatakan, “Imam Abu Syamah Syaikh Nawawi menyatakan bahwa sebagian bid’ah yang paling bagus pada zaman ini adalah membuat bahagia saat malam maulid Nabi dengan bershadaqah, memberi makan faqir, membuat hiasan, menjukkan kebahagiaan dengan niat cinta pada Nabi Muhammad melalui kebahagiaan yang penuh atas kelahiran Nabi”.

Jadi benar bahwa maulid Nabi itu bid’ah, tapi bid’ah hasanah. Bukan bid’ah sebagaimana dialamatkan oleh wahabi dg bid’ah yang sesat. Aneh-aneh saja.

Sudah jelas bahwa ketika ada orang yang dikasihi kemudian diperingati hari lahirnya. Sama dengan kita merayakan ulang tahun saudara dan teman kita.

Bedanya karena Nabi Muhammad milik umat Islam dunia, maka cara untuk merayakan maulid Nabi dengan membaca kalimat-kalimat pujian seperti: Simtud Durar, Burdah, Barzanji, Diba’ dan lain-lain.

Inilah hakikat bela Islam, yakni dengan merayakan maulid Nabi. Sangat naif jika mengaku bela Islam, tapi masih membid’ahkan dan menyesatkan orang yang merayakan maulid.

Boleh dilihat, zaman Walisongo hingga kerajaan Mataram, perayaan maulid Nabi selalu mendapatkan tempat istimewa sebagai hari raya muludan, baik di kampung hingga di pendopo istana.

Sudah saatnya umat Islam mulai menggugah semangat maulid Nabi dengan meyakinkan bahwa maulid Nabi sebagai amaliyah yang sangat istimewa sebagaimana nasehat KH Sholeh Darat.

KH Sholeh Darat menjelaskan bahwa pertama kali maulid Nabi digelar oleh Raja Mudzafar yang mengumpulkan seluruh umat Islam untuk menghias istana sejak bulan Muharram hingga Rabi’ul Awal. Saat itu dibacakan manaqib maulidil karim mulai tanggal 1 Rabiul Awal oleh para ulama syu’ara’. Raja juga memerintahkan untuk menyembelih sapi, domba dan unta untuk makanan acara maulid.

Tidak tanggung-tanggung yang disembelih sebagaimana penjelasan KH Sholeh Darat adalah 5.000 domba, 10.000 ayam dan 100 kuda. Biaya yang dikeluarkan adalah 300.000 dinar.

Pembacaan maulid Nabi dilakukan oleh para ulama dan tokoh-tokoh sufi dari sejak dzuhur hingga fajar. Kebahagiaan yang sangat luar biasa itu hingga membuat para hadirin berjoget (menggerakkan tubuh dan kepala).

Mbah Sholeh Darat menyebutkan joget dalam bermaulud tidak haram dan tidak makruh karena Allah memiliki sifat ghafur dan rahim. Hukum berjoget saat maulid itu tidak haram dan tidak makruh dengan catatan tidak disertai munkarat minal malahi. []

M. Rikza Chamami, Dosen UIN Walisongo & Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang

NB: Artikel ini hasil kerjasama islami.co dan INFID