Begini Cara Rasul Atasi Anak Kecil yang Ribut di Masjid

Begini Cara Rasul Atasi Anak Kecil yang Ribut di Masjid

Begini Cara Rasul Atasi Anak Kecil yang Ribut di Masjid

Sudah menjadi kebiasaan di dunia anak-anak, untuk saling bercengkrama ataupun mengobrol sambil bermain-main antar satu sama lain ketika mereka saling bertemu, baik di jalan, di sekolah, ataupun di masjid sekalipun.

Kebiasaan seperti ini pada dasarnya adalah positif, karena di sana anak-anak bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya dan memperluas wawasan pengetahuannya. Namun apa jadinya, kalau mereka saling bercandaan dengan suara keras pada saat pelaksanaan salat jamaah di masjid yang pada dasarnya membutuhkan keheningan dan ketenangan.

Sebagian umat Islam terkadang merasa terganggu dengan kehadiran anak-anak yang ribut ketika mereka sedang melaksanakan shalat. Bahkan, lantaran emosi, tidak jarang sebagian mereka ada yang mengusir dan melarang anak-anak tersebut agar tidak datang lagi ke masjid.

Namun sebagian yang lain ada juga yang tetap membawa anak-anaknya ke masjid dengan tujuan agar mereka terbiasa melakukan shalat jamaah dan sekaligus bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya serta teman-teman sebayanya. Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menyikapinya?

Tidak banyak riwayat yang menceritakan keterlibatan anak-anak dalam kegiatan keagamaan pada masa Rasulullah Saw, khususnya dalam kaitannya dengan shalat jamaah di masjid. Namun beberapa di antaranya ada yang mengisahkan kehidupan Nabi dengan kedua cucu kesayangan beliau, Saydina Hasan dan Husain. Sebuah riwayat yang berderajat hasan diriwayatkan oleh Imam Ibn Abi Syaibah, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, al-Baihaqi, Abu Ya’la, Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, dan Imam Hakim dalam karya-karya mereka.

Riwayat tersebut bersumber dari Buraidah di mana ia menceritakan bahwa suatu kali Nabi sedang berkhutbah di hadapan kaum muslimin, tiba-tiba saja Hasan dan Husain muncul sambil bermain-main di sela-sela saf. Mereka asyik bercengkrama sambil berjalan-jalan, terus terjatuh, terus bangkit dan berdiri kembali.

Melihat hal itu, Nabi merasa iba lalu turun dari mimbar lantas menggendong keduanya. Kemudian beliau bersabda, “Maha benar Allah dan Rasul-Nya yang pernah berfirman bahwa harta dan anak-anak adalah fitnah. Ketika melihat keduanya, saya tidak tahan untuk menggendongnya”. Lalu Nabi melanjutkan khutbahnya.

Sementara itu dalam Musnad Imam Ahmad yang bersumber dari Abi Hurairah dengan kualitas hasan menceritakan bahwa pada suatu malam kaum muslimin salat Isya bersama Nabi Saw. Ketika beliau sujud, tiba-tiba saja Saydina Hasan dan Husain naik ke atas punggung Nabi, lantas beliau mengangkat kepalanya sembari menahan keduanya dengan tangan beliau dengan cara yang sangat lembut. Kemudian Nabi mendudukkan keduanya di samping beliau, lalu kembali melanjutkan salat. Namun keduanya kembali melakukan hal yang sama hingga Nabi selesai salat.

Setelah salam, Nabi pun mendudukkan keduanya di atas paha beliau. Lalu Abu Hurairah bangkit sambil berkata: Wahai Rasulullah biar saya antarkan mereka pulang ke rumah ibunya? Lalu Nabi menjawab : Tidak usah. Beliaupun berbicara langsung kepada Hasan dan Husain dengan lembut: Pulanglah ke rumah ibu kalian! Sambil berjalan dengan disinari oleh cahaya kilat yang berkelipan, keduanya pulang ke rumah Fatimah.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam Mustadrak-nya dan mengatakan bahwa hadis ini sahih meskipun tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Hal senada juga disampaikan oleh Imam al-Dzahabi dalam komentarnya terhadap kitab al-Mustadrak.

Pada hadis-hadis tersebut terlihat jelas bahwa Nabi tidak marah ataupun melarang anak-anak untuk pergi dan berkumpul bersama dengan orang-orang dewasa di dalam masjid, meskipun dalam pelaksanaan shalat jamaah sekalipun.

Dalam kasus lain misalnya, Nabi juga pernah membawa dan menggendong cucu perempuannya yang bernama Umamah, anak perempuan dari Sayyidah Zainab binti Rasulillah, dalam salat. Meskipun umur Umamah waktu itu masih sangat kecil dan sangat berpotensi untuk menangis ataupun membuat suasana salat menjadi tidak khidmat, namun beliau tetap membawanya. Hal ini sekali lagi menjadi bukti bahwa membawa anak kecil ke masjid adalah hal yang boleh-boleh saja.

Hadis lain yang memperkuat pendapat ini adalah hadis yang menjelaskan susunan saf dalam salat jamaah. Imam Abu Daud meriwayat sebuah hadis yang bersumber dari Abu Malik al-Asy’ari yang menyebutkan bahwa Rasulullah mengatur saf kaum muslimin dengan menempatkan laki-laki dewasa di saf paling depan dan mengiringinya dengan saf anak-anak.

Hadis ini bernilai shalih atau dengan kata lain dapat diterima, berdasarkan risalah khusus yang pernah ditulis oleh Imam Abu Daud kepada penduduk Mekah kala itu bahwa setiap hadis yang tidak beliau komentari mengisyaratkan bahwa hadis tersebut tidak bermasalah.

Dari beberapa riwayat yang penulis sampaikan, sekali lagi, menjadi bukti bahwa membawa anak-anak ke masjid tidaklah terlarang sama sekali, sekalipun dalam praktiknya mereka bisa saja melakukan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya pelaksanaan salat jamaah.

Namun hal ini tidaklah terlalu berpengaruh besar jika dibandingkan dengan maslahat yang akan dimunculkan dari kebiasaan membawa anak-anak ke masjid, yaitu untuk mendidik mereka agar terbiasa melaksanakan salat secara berjamaah ke masjid. Bahkan dapat dikatakan bahwa maslahatnya jauh lebih besar ketimbang mudarat yang dimunculkannya.

Adapun kendala-kendala seperti berisik atau yang sejenisnya dapat diatasi dengan cara-cara lembut berupa teguran halus terhadap mereka setelah pelaksanaan salat sebagaimana yang dicontohkan Nabi dalam hadis-hadis di atas.

Selain itu, masalah tersebut juga bisa diatasi dengan meningkatkan kerjasama antar semua jamaah dengan pengurus masjid untuk memberikan pendidikan khusus kepada mereka pada waktu-waktu tertentu. Sehingga dengan demikian rasa kekeluargaan akan terjalin erat di kalangan kaum muslimin sekaligus menularkannya kepada para generasi muda yang nantinya akan melanjutkan jalannya agama ini.

Tulisan ini pernah dimuat di Bincangsyariah.com