
Merasakan sulit menemukan jodoh memang wajar. Meskipun ada banyak orang yang merasa mudah saat dulu menemukan jodohnya. Kesannya bahkan ada yang tidak sengaja, tetapi dari ketidaksengajaan itu justru menjadi jodoh. Terus terang, catatan harian ini ditulis sedikitnya karena dua orang perempuan yang dalam usia matang, tetapi belum juga menemukan jodoh.
Seorang guru di sebuah Madrasah Aliyah, setara SMA, seorang lagi aktivis Muslimah. Meskipun begitu, saya akan mencoba agar catatan harian ini bisa dibaca oleh siapapun yang sedang berusaha menjemput jodoh.
Kuncinya serius dan yakin.
Dalam tuntunan Islam, seseorang yang hendak menjemput jodoh dianjurkan untuk melaksanakan shalat istikharah. Minta do’a kepada kedua orang tua, bersedekah, memperbanyak silaturahmi, termasuk misalnya membantu saudara atau teman yang sebentar lagi akan menikah, apakah membantu dalam pembuatan undangan atau lainnya.
Untuk memperkuat keseriusan dan keyakinan kita kepada Allah, kita juga diperbolehkan untuk bernadzar.
Tidak perlu berkecil hati, apalagi minder, manakala jodoh belum bertemu atau pun belum bertamu. Sebab yang sekarang tengah menjalin asmara atau pacaran saja, mereka belum tentu berjodoh.
Sebab jodoh itu misteri. Apabila belum siap menikah, sebaiknya optimalkan masa muda dengan seproduktif mungkin. Kejar studi dan prestasi sehebat mungkin.
Hampir sulit menemukan aktivitas pacaran yang sehat di zaman kiwari. Terkecuali dalam setahun ke depan sudah punya tekad untuk menikah, ikhtiarnya bisa dilakukan dari sekarang.
Ada banyak kemungkinan seseorang seperti kesulitan jodoh. Selain kurang yakin, juga seseorang kerap punya trauma tersendiri, sehingga membuat ia takut untuk menikah. Bisa juga karena ia terlalu tertutup, sangat protektif terhadap orang lain, jangankan kepada laki-laki, kepada perempuan lain pun demikian.
Seseorang yang sulit jodoh biasanya ia berkepribadian perfeksionis. Ia seperti mudah keki terhadap orang-orang yang tidak perfeksionis dalam berpenampilan, berbicara dan masih banyak lagi.
Agar jodoh tidak terasa sulit, membukalah diri, tanpa kita membuka diri, membaur dengan realitas hidup, memang akan terus menemukan kesulitan.
Boleh saja kita punya basic keilmuan yang luas, tetapi kalau keilmuan itu malah membuat kita over protective, justru akan menjadi belenggu. Boleh perempuan bekerja atau menempuh karir setinggi mungkin, tetapi jangan sampai keterlaluan, sampai kemudian merasa tinggi diri, dalam arti selalu memandang rendah orang lain, terlebih laki-laki.
Seseorang yang sedang berada dalam level “merasa sulit menemukan jodoh”, biasanya jodohnya sudah dekat. Yang membuat yang dekat terasa jauh adalah pikiran dan perasaannya.
Termasuk karena dipengaruhi bayang-bayang pengalaman pahit orang lain, yang proses menjemput jodoh, pernikahan dan rumah tangganya begitu memilukan. Demikian juga bisa karena pengaruh harapan yang terlalu ideal, memandang bahwa jodoh dan menikah itu seolah-olah seratus persen kebahagiaan dan kesenangan. Ia begitu selektif mencari laki-laki yang bisa memenuhi harapannya dengan tidak realistis.
Padahal kita tahu bahwa dalam menjemput jodoh, sampai nanti menikah dan berumah tangga adalah mental untuk menghadapi risiko terpahit sekalipun.
Mental bertahan ini akan sangat efektif agar kita bisa hidup secara realistis. Tidak hidup dalam angan-angan yang serba ideal dan jauh dari jangkauan.
Karenanya, dalam waktu dekat ini, kalau memang sudah siap dan serius menjemput jodoh, maka konsekuensinya kurangi dulu aktivitasnya, kalaupun bekerja sesuai jam kerja saja. Selebihnya perbanyak ibadah dan ikhtiar silaturahmi. Yang tak kalah penting, jangan gengsi.
Dalam arti, setiap kita pasti punya kriteria tertentu dalam menjemput jodoh seperti apa. Kuatkan tekad, datangi orangnya baik-baik atau bisa melibatkan perantara.
Lihat hasilnya, apabila diterima berarti sesuai harapan, apabila ditolak, siapkan ikhtiar jemput jodoh lain waktu. Insya Allah begitu.