Lamaran merupakan wasilah untuk memperkenalkan pasangan lelaki dan wanita yang akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Secara umum, tradisi di Indonesia pihak keluarga lelaki yang datang melamar wanita. Ketika melamar, ada amalan sunah yang perlu diperhatikan. Imam an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar menyebutkan amalan-amalan sunah tersebut sebagai berikut:
يُستحبّ أن يبدأ الخاطبُ بالحمد لله والثناء عليه والصَّلاة على رسول الله (صلى الله عليه وسلم) ويقول: أشهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّه وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أنَّ محمداً عبدُهُ ورسولُه، جئتكم راغباً في فتاتِكم فُلانة.
“Disunahkan seseorang yang melamar (baik diri sendiri atau wakilnya) membaca hamdalah, bersyukur pada Allah, membaca shalawat untuk Nabi. Setelah itu, bacalah asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Kami datang kepada keluarga bapak untuk melamar putri bapak (sebutkan nama putri yang di lamar).”
Selain itu, sebagaimana umumnya tradisi di Indonesia, seorang pria membawakan cincin atau perangkat lainnya sebagai simbol bahwa wanita yang diberi cincin tersebut sudah dipinang. Hal ini juga disunahkan sebagaimana keumuman tekstual hadis Nabi riwayat Abu Hurairah berikut:
تَهَادَوْا فَإِنَّ الهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ
“Saling berkirim hadiah lah kalian, karena saling mengirim hadiah itu dapat menghilangkan saling curiga di dalam hati” (HR at-Tirmidzi).
Menurut al-Mubarakfuri, pensyarah Sunan at-Tirmidzi, hadis ini merupakan anjuran saling memberikan hadiah satu sama lain, walaupun hanya dengan hadiah yang sedikit untuk menanamkan rasa saling cinta dan menghilangkan rasa saling curiga. Memberikan hadiah kepada calon istri tidak harus besar, namun juga tidak terlalu kecil. Berikanlah hadiah sesuai standar keluarga wanita istri saat dilamar, seperti ibunya, tantenya, dan lain sebagainya atau bisa juga memberikan hadiah sesuai yang umum di masyarakat istri tinggal.
Selain itu, menurut Syekh Wahbah al-Zuhaili, rahimahullah, dalam pendapat yang kuat, apa yang diberikan oleh pria kepada wanita saat lamaran itu adalah hak sepenuhnya milik wanita, walaupun seandainya lamaran tersebut tidak sampai melangkah ke jenjang pernikahan. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya yang mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
أيما امرأة نكحت على صداق أو حِبَاء (عطاء) أو عِدَة قبل عصمة النكاح، فهو لها، وما كان بعد عصمة النكاح فهو لمن أعطيه» وذهب إلى هذا عمر بن عبد العزيز والثوري وأبو عبيد ومالك، والهادوية من الزيدية
Setiap wanita yang menerima mahar, hadiah (yang bukan bagian dari mahar), pemberian pengganti idah, sebelum terjadinya akad nikah maka semuanya itu adalah milik wanita. Namun bawaan yang dibawa pihak pria setelah terjadinya nikah, maka itu milik keluarga wanita” (HR Abu Daud). Pendapat ini diikuti oleh Umar bin Abdul Aziz, al-Tsauri, Abu Ubaid, Malik, dan Zaidiyyah.
Dalam tradisi masyarakat tertentu, biasanya pihak pria diminta membawa bawa-bawaan, selain mahar yang telah ditentukan. Bawaan tersebut biasanya berupa perabotan rumah tangga dan lain sebagainya. Biasanya, bawa-bawaan tersebut digunakan oleh kedua mempelai ketika nanti sudah nikah. Namun, ada juga pihak keluarga wanita yang mensyaratkan membawa uang sejumlah tertentu. Nah, apabila pihak pria menyanggupi dengan syarat tersebut, dan sudah terjadi akad nikah, maka pihak pria tidak boleh menuntut kembali uang tersebut apabila di kemudian hari terjadi perceraian.
Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat di sini