Bantahan Untuk Pendukung HTI: Apakah Ada Kata Khilafah dalam Al-Qur’an?

Bantahan Untuk Pendukung HTI: Apakah Ada Kata Khilafah dalam Al-Qur’an?

Apakah ada dalil penegakan khilafah ala HTI di dalam al-Qur’an?

Bantahan Untuk Pendukung HTI: Apakah Ada Kata Khilafah dalam Al-Qur’an?

Dalam Al-Qur’an, harus diakui memang tidak ada sama sekali secara harfiyah ayat yang menggunakan kata Khilafah. Ini penting untuk dibicarakan di awal agar kita tidak lagi berputar-putar dengan mengatakan bahwa ada ayat tentang Khilafah. Pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seringkali merujuk surat al-Nur ayat 55 sebagai dalil dari kewajiban mendirikan sistem khilafah. Dalam surat itu, Allah berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya:

“Dan Allah janjikan kepada orang-orang yang senantiasa beriman dan beramal shalih, akan (Allah) jadikan mereka pemimpin di muka bumi sebagaimana (Allah) telah jadikan pemimpin orang-orang sebelum mereka, juga sungguh Allah akan menguatkan agama mereka yang Allah ridhai, dan Allah pasti akan berikan ganti setelah rasa takut dengan rasa aman kepada mereka. (Mereka) adalah orang-orang yang menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku dengan apapun itu. Maka siapa diantara mereka yang kemudian (berubah) menjadi tidak beriman, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS: Al-Nur ayat 55)

Yang perlu diperhatikan pertama kali adalah dalam ayat tersebut terdapat kata layastakhlifannahum, yang dalam ilmu gramatikal bahasa Arab, kata ini terdiri dari tiga kata, yaitu la yang maknanya untuk menegaskan (taukid); yastakhlifanna adalah kata kerja (fi’il) yang juga memiliki unsur penegasan dengan nun tasydid di akhirnya; dan, hum yang merupakan kata ganti (dhomir). Kata kerja yang terdapat dalam gabungan beberapa kata ini adalah kata yastakhlifu, yang merupakan fi’il mudhari’ (kata kerja yang digunakan untuk menunjukkan waktu sekarang dan akan datang). Fi’il madhi (kata kerja untuk msa lalu) dari yastakhlifu adalah istakhlafa. Kalau diperinci lagi, kata istakhlafa ini berasal dari kata khalafa. Penjelasan ini penting saya utarakan untuk melihat apakah ada kata khilafah, derivasinya, atau kata yang semakna dengan itu disebutkan dalam al-Qur’an?

Khalafa maknanya adalah setelah atau membelakangi. Dalam al-Qur’an, ada sekitar 10 ayat yang menggunakan kata khafa, baik dalam bentuk kata benda ataupun kata kerja. misalnya dalam bentuk kata benda sebagai berikut:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ

Artinya:

“Maka setelah generasi mereka ada generasi sesudahnya yang meninggalkan shalat dan menuruti (kemauan) aneka syahwat” (QS: Maryam Ayat 59).

Sementara dalam bentuk kata kerja (fi’il mudhari’), misalnya:

رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ

Artinya:

“Ya Tuhanku sesungguhnya Engkaulah pengumpul umat manusia nanti di hari (kiamat) yang tiada keraguan tentangnya. Sesungguhnya Allah tidak pernah menyelisihi janjinya” (QS: Ali ‘Imran ayat 9).

Dari dua ayat yang disebutkan ini, kata dasar dari khilafah atau yastakhlifanna ini tidak ada yang maknanya pemimpin secara langsung. Bagaimana dengan bentuk derivasi kata yang lain? Setelah diteliti juga tidak ada yang secara langsung maknanya pemimpin, apalagi pemimpin tunggal seperti yang sering dikemukakan Hizbut Tahrir. Kata ikthilaf atau yakhtalif misalnya, maknanya adalah berbeda atau berganti. Dalam al-Qur’an disebutkan,  wa-khtilāfu al-layl wa an-nahār, artinya adalah  bergantinya siang dan malam.

Ada memang beberapa ayat yang bisa diartikan pemimpin, tapi maksudnya bukan pemimpin tunggal seperti yang dibayangkan HTI, maknanya adalah pemimpin atau pengelola tempat yang didiami, seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 30 tentang kehendak Allah menjadikan manusia di muka bumi sebagai khalifah. Maksud khalifah di sini tentu bukan pemimpin tunggal.

Dalam ayat lain, surat al-Taubah ayat 78, ada kata al-khawalif, bentuk plural dari kata khalifah, yang artinya adalah adalah perempuan. Ayat ini sedang menyindir orang-orang yang tidak mau ikut jihad pada masa Nabi SAW, mereka disebut orang munafik dan memilih cara aman dengan berdiam di Madinah bersama perempuan, anak-anak, dan orang tua.

Jadi dari segi kebahasan, bisa disimpulkan tidak ada kata khilafah dalam arti pemimpin tunggal untuk seluruh dunia ataupun sebatas negara muslim, seperti yang dibicarakan HTI. Sementara surat al-Nur ayat 55 yang seringkali dijadikan dalil pendirian Khilafah sebetulnya maksudnya bukan seperti itu. Ayat itu sebenarnya sedang menjelaskan bahwa Allah akan menganugrahkan kemampuan untuk menjadi pengelola bumi yang baik bagi orang yang beramal saleh dan beriman. Sekali lagi, ayat ini hanya bicara soal orang beriman pasti akan diberikan kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi. Terlalu dipaksakan kalau ayat ini dipahami sebagai kewajiban mendirikan sistem khilafah. Selain itu, dilihat dari sebab turunnya ayat (asbabul nuzul), ayat ini sebagai respon terhadap para sahabat yang mengeluh dan mengatakan, “Kapan kita bisa berdamai dan tidak lagi angkat senjata?”

Supaya lebih jelas, berikut pandangan Imam Fakhruddin al-Razi ketika menjelaskan ayat ini dalam tafsir Mafatihul Ghaib. Beliau menjelaskan:

دلت الآية على إمامة الأئمة الأربعة وذلك لأنه تعالى وعد الذين آمنوا وعملوا الصالحات من الحاضرين في زمان محمد صلى الله عليه وسلم وهو المراد بقوله ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من قبلهم وأن يمكن لهم دينهم المرضي وأن يبدلهم بعد الخوف أمناً، ومعلوم أن المراد بهذا الوعد بعد الرسول هؤلاء لأن استخلاف غيره لا يكون إلا بعده ومعلوم أنه لا نبي بعده لأنه خاتم الأنبياء، فإذن المراد بهذا الاستخلاف طريقة الإمامة ومعلوم أن بعد الرسول الاستخلاف الذي هذا وصفه إنما كان في أيام أبي بكر وعمر وعثمان لأن في أيامهم كانت الفتوح العظيمة وحصل التمكين وظهور الدين والأمن ولم يحصل ذلك في أيام علي رضي الله عنه لأنه لم يتفرغ لجهاد الكفار لاشتغاله بمحاربة من خالفه من أهل الصلاة فثبت بهذا دلالة الآية على صحة خلافة هؤلاء

“Ayat ini menjelaskan tentang kepemimpinan Khulafaurrasyidin atau empat Khalifah setelah Nabi Muhammad wafat, karena Allah SWT telah menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal shaleh pada masa Nabi Muhammad.  Itulah yang dimaksud dengan kata “layastakhlifannahum fi al-ardhi kamaa-s-takhlafa alladziina min qqblihim wa an yumakkina lahum diinahum (al-mardhiya) wa an yubaddilannahum ba’d al-khoufi amnaa.” Jelas yang dimaksud janji setelah Nabi Muhammad di sini adalah mereka (Khulafaurrasyidin), karena adanya pencarian pengganti/pemimpin (istikhlaf) tentu setelah Nabi Muhammad wafat, sebab beliau adalah Nabi terakhir, tidak ada nabi setelahnya, dan beliau penutup para Nabi. Maksud dari kata istikhlaf di sini adalah cara memilih pemimpin. Seperti diketahui, setelah Rasulullah, istikhlaf (kekuasaan/kepemimpinan) yang dimaksud adalah hari-hari kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, karena pada masa merekalah terjadi kemenangan besar-besaran, semakin kokoh dan solid, agama semakin eksis dan kondisi semakin aman, dan itu tidak terjadi di masa kepemimpinan Ali. Pada masa Ali, beliau tidak menghabiskan masa kepemimpinannya untuk berjihad melawan orang-orang kafir akibat sibuknya ia memerangi mereka yang menentangnya, dari kalangan orang beriman (Ahl as-Shalat) sendiri. Maka jelaslah dengan penjelasan tadi maksud ayat tersebut adalah benarnya kepemimpinan para Khilafaurasyidin.

Merujuk pada penafsiran al-Razi ini, maksud dari surat al-Nur ayat 55 di atas adalah Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal saleh pada masa Rasulullah bahwa mereka akan dikaruniai pemimpin yang kuat dan mampu menjaga masyarakat dan wilayahnya, serta memberi rasa aman kepada masyarakatnya. Pemimpin yang dimaksud adalah para khalifah setelah Nabi Muhammad SAW, khususnya kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Utsman bin Affan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, dari sisi kebahasaan, tidak ada kata khilafah dalam al-Qur’an, Dari tinjuan derivasi kata khilafah pun, tidak ada kata yang maknanya secara langsung merujuk pada pemimpin negara atau pemimpin dunia. Memang ada kata khalifah dalam al-Qur’an, tetapi maksudnya pemimpin secara umum, bukan sistem khilafah seperti yang sering diklaim HTI. Maksudnya tidak alain adalah manusia diwajibkan untuk mengelola tempat tinggalnya dan mewujudkan nilai-nilai Islam dalam proses pengelolaannya. Terkait surat al-Nur ayat 55 yang dijadikan dalil penegakan khilafah, seperti dibahas tadi, al-Razi mengatakan ayat itu maksudnya adalah khulafaurrasyid setelah Nabi, dan sebagai tambahan, Ibnu Asyur dalam tafsirnya menjelaskan, ayat ini juga sebagai janji Allah terhadap orang yang beriman dan beramal shaleh, Allah akan memberikan dan menganugrahi mereka kemampuan untuk mengatur tempat tinggal mereka.