Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, hal yang akan kita lakukan saat lalat hinggap di atas makanan dan minuman kita yaitu mengusir si lalat dengan mengibasnya atau bahkan membuang makanan dan minuman tersebut sebab merasa jijik dan tidak higenis. Rasulullah SAW bersabda:
إذا وقع الذباب فى اناء أحدكم فليغمسه كله ثم ليطرحه فان فى أحد جناحيه شفاء وفى الاخر داء
“Apabila ada lalat yang menghinggapi tempat minum kalian maka celupkanlah seluruh bagian/tubuh lalat tersebut (terlebih dahulu), (baru) kemudian buanglah lalat tersebut. Karena sesunggungnya pada salah satu sayapnya mengandung obat dan pada sayap yang lain mengandung penyakit” (HR. Bukhari)
Pemahaman langsung dari Hadis tersebut yaitu anjuran untuk mencelupkan seluruh tubuh lalat ke dalam tempat makan dan minum kita. Tidak langsung mengusir lalat supaya lekas pergi atau bahkan membuang makanan dan minumannya. Lalu bagaimana hukum Hadis tersebut jika dilihat dari sanad (jalur perawi Hadis)?
Melalui kajian takhrij, Hadis tersebut terdapat di dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahihn Muslim. Sehingga dapat dipastikan dan tidak ada keraguan lagi jika adanya perawi yang berdusta maupun memiliki illat (penyakit dalam dirinya untuk memanipulasi suatu Hadis). Namun bagaimana kondisi sanad Hadis yang ada di selain kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim?
Terdapat kurang lebih 13 kitab Hadis yang memuat Hadis tersebut beserta sanad (perawi) nya. Dengan jumlah sahabat yang menyambungkan Hadis langsung dari Rasulullah SAW (syawahid) yaitu berjumlah 3 sahabat. Mereka adalah Abu Hurayrah, Abu Sa’id al-Khudri dan Anas ibn Malik. Perawi yang megambil Hadis dari setiap sahabat tersebut ada yang sama dan ada yang berbeda pada tiap suatu tingkatan urutan perawinya. Secara keseluruhan maka keadaan perawi dari 13 Kitab selain Bukhari dan Muslim disimpulkan dan dihukumi dengan sanad (perawi) pada tingkatan hasan (baik). Tingkatan hasan berada di bawah tingkatan sahih dan di atas tingkatan da’if (lemah).
Artinya bahwa kualitas sanad Hadis tersebut dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim yaitu sahih dan dalam kitab selain keduanya adalah hasan. Jadi, secara keseluruhan Hadis tersebut dihukumi hasan lighairihi. Sehingga pengamalan Hadis tersebut dan otentisitas kandungannya adalah valid. Ibnu
Hajar al-Asqalani memberikan penjelasan bahwa merupakan suatu kebenaran jika seekor lalat yang biasa hinggap di tempat makanan atau minuman kita mengandung obat pada sayapnya, namun Ibnu Hajar belum memastikan sayap mana, kanan atau kiri yang mengandung obat atau penyakit. Kemudian, Rasulullah SAW menganjurkan untuk mencelupkan lalat tersebut secara keseluruhan ke dalam makanan atau makanan kita. Setelah dicelupkan seluruhnya maka boleh dibuang lalat tersebut.
Untuk apa? Ketika salah satu sayap lalat masuk ke dalam makanan atau minuman maka bisa jadi penyakit yang masuk, kemudian jika mencelupkan kedua sayapnya maka sayap yang lain akan menjadi penawar bagi penyakit tersebut. Istilah dalam ilmu biologi bahwa bakteri dapat dimusnahkan dengan antibiotik.
Ibarat penyakit yang ada pada sayap kiri lalat adalah bakteri, virus dan sejenis patogen lainnya maka akan dimusnahkan oleh sayap kanan yang mengandung sejenis antibiotik. Oleh sebab itu ulama membenarkan dan menganjurkan pengamalan Hadis ini, yaitu mencelupkan seluruh bagian lalat ke dalam ina’ lalu baru membuang lalat tersebut. Karena jika tidak mencelupkan keseluruhannya, ditakutkan bahwa sayap yang tercelup adalah sayap yang membawa penyakit.
Para ahli mikrobiologi berusaha untuk membuktikan secara ilmiah kandungan yang ada pada sayap lalat. Salah satunya yaitu Dr. Reham Muhammed Atta. Beliau adalah lulusan dari Fakultas Kedokteran, Universitas Kairo. Dr. Reham membuktikan dengan mengambil ekstrak sayap kanan lalat dan sayap kiri lalat, kemudian diinkubasi dan dilihat di bawah mikroskop. Kesimpulan dari penelitian beliau bahwa pada sayap kanan lalat tidak ditemukan mikroorganisme patogen baik dari bakteri maupun fungi. Sedangkan pada sayap kiri lalat ditemukan bakteri dan fungi yang berkembang.
Sebagian ulama menjelaskan makna dari Hadis tersebut bahwa kata “syifa” di sini maknanya adalah refleksi dari sifat rendah hati, sedangkan kata “da’” adalah unsur sifat sombong atau takabur. Sehingga, mencelupkan keseluruhan lalat ke dalam tempat makan dan minum akan membuang sifat sombong atau takabur manusia yang biasanya merasa jijik dengan makanan dan minuman yang dihinggapi lalat lalu membuang makanan dan minuman tersebut.
Imam Syafi’i menambahkan bahwa dalam Hadis tersebut juga mengandung unsur kajian fikih yang berkaitan dengan najis. Apakah makanan dan minuman yang dihinggapi lalat akan menjadi najis? Ada dua pendapat, najis dan tidak najis. Namun yang palih rajih (kuat) pendapatnya yaitu tidak najis. Sebab lalat termasuk dalam kelas insecta (serangga) yang tidak memiliki pembuluh darah yang memuat kapasitas darah sebanyak hewan lainnya. Dan jikalau dihukumi najis maka Rasulullah SAW tidak akan memberikan anjuran mencelupkan seluruh bagian lalat ke dalam makanan dan minuman kita saat dihinggapi.
Sebagai penguat, saat ini sebagian kelompok dari dunia farmasi dan kedokteran sudah menggunakan lalat sebagai alternatif pengobatan. Seperti pengobatan penyakit kolera, jantung dan dapat digunakan sebagai penguat imun tubuh. Terakhir, apakah hanya berlaku pada lalat saja Hadis tersebut? Bagaimana dengan jenis lainnya yang termasuk dalam insecta? Seperti kecoa dan belalang? Iya, Hadis tersebut menunjukkan pada hewan kelompok insecta dengan jenis lalat. Karena dari segi morfologi lalat dan hewan lain dalam kelompok insecta saja sudah berbeda. Dalam al-Qur’an pun lafadz “al-Dzubab” diartikan dengan lalat.