Musik dan ibukota jadi penanda, Haddad Alwie dan musik dakwah diterima anak-anak muda di panggung musik anak muda.
Pekan pertama Oktober kemarin, Synchronize Festival kembali digelar di Kemayoran Expo, Jakarta. Panggung Synchronize Festival kali ini mengundang ratusan penyanyi dan band nasional dengan berbagai genre. Semuanya menjadi satu melebur, menikmati setiap jengkal alunan musik yang berlangsung.
Ada hal yang unik di panggung Synchronize kemarin, Haddad Alwi dan partner nyanyi masa lalunya Sulis, ikut memeriahkan festival musik tahunan tersebut.
Satu kebaruan dan kejutan tersendirinya bagi para penikmat musik ibu kota. Ini lantaran, musik ibu kota, kental dengan musik kekinian, yang pesannya adalah seputar perjalanan hidup, cinta, hingga personal life. Seolah tidak terpikirkan, Haddad Alwi bergabung di Synchronize.
Kehadiran Haddad Alwi dan Sulis, memberikan warna pembeda di festival kemarin. Ini terbukti ketika beberapa konten yang sempat viral beberapa waktu lalu. Konten tersebut, menunjukkan betapa antusiasnya para penonton menikmati alunan lagunya, bersuka cita seolah terlempar kembali ke masa dulu, masa anak-anak.
Kita sadar, kalau musik Haddad Alwi dan Sulis bagi kalangan anak kelahiran 90-2000an menjadi bagian penting dan rekaman hidup bagi mereka. Akui saja, kadang, lagu-lagu semacam “Rindu Muhammadku” atau “Ya Nabi Salam” itu sering kita dengarkan di bilik-bilik surau atau acara keagamaan lainnya.
Biasa diputar menjelang senja, menutup hari setelah seharian bermain. Romantisme masa lalu agaknya, perlu dikenang sekadar untuk mengenang perjalanan proses hidup hingga sekarang, Haddad Alwi dan Sulis hadir di sana.
Kehadiran Haddad Alwi menjadi bukti nyata bahwa nada-nada dakwahnya, itu dapat diterima di tengah keragaman yang ada. Synchronize adalah wadah bagi mereka penikmat musik dari berbagai genre, tempat mereka menampilkan ekspresinya dan Haddad Alwi diterima oleh mereka.
Hal ini sekaligus menjadi pesan, bahwa dakwah musik tidak terbatas pada ruang-ruang sakral atau perayaan keagamaan semata. Ia juga bisa hadir dan dinikmati di tempat mana saja, sekalipun dianggap tidak layak. Memang begitu adanya musik, dia hadir untuk mencari ketenangan, kedamaian, dan makna dalam kehidupan.
Nada-nada dakwah musik Haddad Alwi membuktikan bahwa pesan kebaikan dapat diterima siapa saja, tak peduli apa latar belakang atau selera musik mereka. Di Synchronize Festival, anak-anak muda tidak hanya merayakan musik, mereka merayakan hidup dalam keragaman, membuka sekat, menerima perbedaan sebagai bagian dari harmoni yang lebih inklusif.
“Anda yang pakai topi terbalik, Anda yang pakai anting satu, Anda yang pakai tato, Anda punya hak yang sama untuk mencintai Rasulullah” ungkap Haddad Alwi melansir dari Arina.id. Sejatinya, kecintaan hamba pada nabinya, tidak terbatasi oleh siapa dan apapun. Kira-kira begitu.
Nada-nada dakwah Haddad Alwi lantas juga memperkenalkan nilai-nilai spiritual di ranah populer, serta mendorong refleksi diri di tengah keramaian. Di tengah hingar bingar musik ibu kota dan kehidupannya, musik Haddad Alwi menawarkan dan memberikan ruang pemuda ibu kota untuk merenung dan berintropeksi diri. Katanya Haddad Alwi, “kasih ruang bagi mereka, peluk mereka mereka butuh itu. Siapapun tidak boleh merasa lebih mulia daripada orang lain” jelasnya.
Apa yang diucapkan barusan, mengingatkan kita bahwa ada kebaikan dalam setiap orang yang berbeda. Sederhana sebenarnya, tetapi sangat mendasar, pentingnya kehadiran dan penerimaan terhadap orang lain, tanpa menghakimi.
Bagi banyak pemuda, terutama lingkungan ibu kota, Haddad Alwi di Synchronize kemarin bak oase dan ruang pelarian dari segala kejenuhan hidup. Nada-nada musik dakwahnya, membimbing mereka berhenti sejenak, mencari ketenangan.
pada akhirnya, nada-nada dakwah Haddad Alwi di Synchronize festival tidak sekadar hiburan, tetapi sebuah momentum romantisme masa lalu, menebalkan spiritual di tengah ramainya dunia dan degap-degup lampu alunan musik festival. Haddad Alwi mengajak merefleksi diri, penerimaan, hingga penghormatan satu sama lain.