Suatu hari Rasulullah SAW bertemu dengan seorang sahabat Nabi SAW, Sa’ad namanya. Kebetulan, Nabi berpapasan dengannya saat ia sedang mengambil air wudhu. Saat Saad menggunakan air untuk wudhu, Nabi SAW melihat ada yang janggal. Seketika Rasul SAW menanyainya.
“Siapa yang boros air ini, wahai Sa’ad?” kata nabi.
Sa’ad yang bingung dengan pertanyaan nabi kemudian bertanya balik, “Apakah dalam wudhu juga ada perilaku boros, wahai Nabi?”
Rasul pun menjawab, “Benar, janganlah boros air dalam wudhu, meskipun kalian berada di pinggir sungai.”
أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ مرَّ بسعدٍ وَهوَ يتوضَّأُ ، فقالَ : ما هذا السَّرَفُ ؟ قالَ : أفي الوضوءِ إسرافٌ ؟ قالَ : نعَم وإن كنت على نَهْرٍ جارٍ
Hadis ini bisa ditemukan dalam beberapa kitab hadis, seperti Ibnu Majjah, Musnad Ahmad, dan Musnad al-Bayhaqi. Walaupun dianggap daif, tapi hadis ini menjadi acuan oleh para ulama agar tidak berlebihan dalam berwudhu, bahkan beberapa ulama menyebut hukumnya makruh jika wudhu berlebihan.
Kisah Sa’ad yang mengambil air wudhu di atas menyimpan banyak sekali mutiara yang tak ternilai harganya. Beberapa hal di antaranya:
Pertama, berlebih-lebihan adalah hal yang dilarang oleh Allah SWT. Larangan boros bukan hanya sekedar beli makanan banyak atau menghambur-hamburkan harta, tetapi lebih dari itu. Segala sesuatu yang berlebihan itu dilarang dalam agama.
Kita tentu sering menemukan larangan berlebih-lebihan dalam Al-Quran, setidaknya ada tiga kali larangan berlebih-lebihan dalam Quran, salah satunya:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya, makan dan minumlah, dan janganlah kalian berlebihan, sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S al-A’raf: 31)
Ayat tersebut melarang kita untuk makan dan minum berlebihan. Dalam dua ayat lain, Allah melarang kita berderma berlebihan (Q.S al-Anam: 141 dan Q.S al-Furqan: 67). Artinya, dalam hal duniawi, yang dalam hal ayat tersebut direpresentasikan dengan makan dan minum, juga dalam hal ukhrawi, yang direpresentasikan dengan berzakat dan infaq, tetap dilarang berlebihan. Berusahalah untuk melakukan sesuatu secukupnya.
Kedua, dalam hal berwudhu, Rasul pun mengajarkan kepada kita untuk secukupnya dalam menggunakan air. Sa’ad saja mendapat omelan dari nabi gara-gara boros menggunakan air. Kita tentu mempertanyakan hal ini, seolah-olah tidak masuk akal. Apalagi kalau kita berada di Indonesia, kawasan yang seolah menjadi sumurnya air. Meskipun daerah kita sedang ‘kaya’ air, musim hujan, seolah air tidak berhenti mengalir, maka tetap saja, ajaran untuk tidak berlebihan menggunakan air dalam berwudhu musti harus dilaksanakan. Rasul jelas bersabda:
وإن كنت على نَهْرٍ جارٍ
“Meskipun kalian berada di sungai yang mengalir”
Artinya, meskipun di sumur kita masih banyak air, aliran sungai masih tak kunjung surut, tetap saja, berlebihan mengambil air wudhu bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW. Rasul seolah ingin mengatakan bahwa penggunaan air secara berlebihan dalam wudhu merupakan hal yang kurang bermanfaat. Jika berwudhu saja dilarang berlebihan menggunakan air, apalagi untuk hal-hal lain yang kurang bermanfaat.
Bagi seorang muslim, menggunakan air adalah sesuatu yang reguler. Aktivitas sehari-hari maupun ibadah seolah tidak bisa lepas dari air. Wudhu menggunakan air, mandi wajib menggunakan air, membersihkan najis pun menggunakan air. Namun bukan berarti kita bebas menggunakan bahkan menghambur-hamburkan air tanpa batasan.
Dengan mengajarkan hemat menggunakan air, untuk wudhu, untuk makan, maupun untuk yang lain, meskipun tengah memiliki persediaan air yang melimpah, agama ingin kita peka dengan kondisi saudara-saudara kita yang berada di daerah-daerah yang tengah dilanda kekeringan, di Afrika salah satunya.
Sebanyak sembilan juta orang di Afrika Selatan tidak bisa mengakses air untuk kepentingan pribadi. Pada Mei 2018, daerah itu mengalami kekeringan dan sulit mendapatkan pasokan air bersih. Jangankan untuk berwudhu, untuk minum dan kebutuhan harian saja susah. Penggunaan air dibatasi. Bahkan di Cape Town, salah satu kota di Afrika Selatan, krisis air memperkeruh konflik. Orang-orang kaya kulit putih iri kepada orang-orang miskin kulit hitam, karena mereka mendapat subsidi air dari pemerintah. Isu yang mengemuka di media sosial, orang kulit hitam menghabiskan air itu karena lalai menutup keran. Sebaliknya, orang-orang miskin mengeluhkan keributan dari orang kaya kulit putih, padahal mereka juga ikut menghambur-hamburkan air di kolam renang pribadi.
Bayangkanlah para pembaca sekalian, apa yang terjadi jika kita mengalami hal yang sama seperti mereka? Untuk itu, kita perlu peka dan menghargai karunia Allah berupa kelebihan air yang kita miliki dengan cara menggunakan sebaik-baiknya dan tidak menghambur-hamburkannya. (AN)