Surat Ad-Dhuha, surat ke-93 dalam Al-Qur’an, merupakan salah satu surat yang seringkali memberikan ketenangan hati bagi mereka yang tengah dilanda keresahan. Surat ini turun untuk menghibur dan menguatkan hati Nabi Muhammad SAW saat beliau menghadapi masa sulit. Namun, di balik turunnya surat ini, terdapat kisah yang penuh hikmah dan pelajaran, khususnya terkait dengan ejekan pedas dari Ummu Jamil, istri Abu Lahab, yang menjadi salah satu sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat-ayat tersebut.
Surat ad-Dhuha: Turunnya Wahyu yang Sempat Terputus
Kisah ini bermula ketika Nabi Muhammad SAW mengalami masa-masa ketika wahyu tidak turun dalam jangka waktu tertentu. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Nabi SAW sempat jatuh sakit sehingga tidak dapat bangun untuk melakukan ibadah malam selama satu atau dua malam.
Ketika kondisi ini terjadi, Ummu Jamil, istri Abu Lahab, yang juga merupakan salah satu tokoh musyrikin yang memusuhi Nabi SAW, mendatangi beliau dan melontarkan komentar yang sangat menyakitkan. Ia berkata,
يَا مُحَمَّدُ، مَا أَرَى شَيْطَانَكَ إِلَّا قَدْ تَرَكَكَ
“Wahai Muhammad, sepertinya setanmu telah meninggalkanmu.”
Komentar ini, meskipun terdengar sederhana, memiliki makna yang sangat menghina dan menohok. Ummu Jamil menggunakan kata “setan” untuk merujuk pada malaikat Jibril AS, yang membawa wahyu kepada Nabi SAW. Ini adalah bentuk penghinaan yang sangat serius, tidak hanya terhadap Nabi SAW tetapi juga terhadap wahyu Ilahi yang beliau bawa. Dalam keadaan tersebut, Nabi SAW tentu merasakan tekanan yang luar biasa, karena selain harus menghadapi kondisi fisiknya yang lemah, beliau juga harus mendengarkan ejekan dari musuh-musuhnya.
Jawaban Allah SWT pun Tiba melalui Surat Ad-Dhuha
Menanggapi situasi ini, Allah SWT menurunkan Surat Ad-Dhuha sebagai bentuk penghiburan dan penegasan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang setia. Surat ini diawali dengan sumpah Allah atas waktu dhuha dan malam yang sunyi, yang mengandung makna simbolis tentang perubahan keadaan—bahwa setelah kegelapan malam, selalu ada cahaya dhuha yang muncul.
Allah SWT berfirman:
وَالضُّحٰىۙ وَالَّيْلِ اِذَا سَجٰىۙ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىۗ
“Demi waktu Dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan engkau dan tiada pula benci kepadamu.” (QS. Ad-Dhuha: 1-3)
Ayat-ayat ini memiliki makna yang sangat mendalam. Pertama, Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan Nabi Muhammad SAW, meskipun wahyu sempat terhenti. Wahyu yang tertunda bukanlah tanda bahwa Allah SWT marah atau benci kepada beliau, melainkan sebagai bentuk ujian untuk menguatkan hati Nabi SAW dan mengajarkan kesabaran. Kedua, ayat ini sekaligus menolak klaim para musuh Islam yang beranggapan bahwa Allah SWT telah meninggalkan Nabi Muhammad SAW.
Menurut riwayat dari Sufyan bin Uyainah, yang juga dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir, beberapa orang musyrik di Makkah menyebarkan fitnah bahwa Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya karena wahyu yang tak kunjung turun. Ayat-ayat dalam Surat Ad-Dhuha ini datang sebagai jawaban tegas atas fitnah tersebut, sekaligus mengangkat kembali semangat Nabi SAW yang mungkin sedikit goyah akibat cobaan yang beliau hadapi.
Ujian Kesabaran Nabi Muhammad SAW
Kisah ini tidak hanya menyoroti hinaan dari Ummu Jamil, tetapi juga menggambarkan ujian berat yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan misi kenabian. Dalam riwayat lain yang juga disebutkan oleh Ibnu Katsir, Nabi SAW mengalami cedera pada jari beliau saat dilempari batu oleh kaum musyrikin. Meski terluka, beliau tetap berkata dengan tegar, “Apakah engkau hanya sebuah jari yang berdarah? Sedangkan apa yang engkau alami adalah di jalan Allah.”
Ejekan Ummu Jamil bahwa “setan” telah meninggalkan Nabi SAW merupakan bentuk penghinaan yang disengaja untuk melemahkan semangat beliau. Ummu Jamil, sebagai istri Abu Lahab, sangat aktif dalam memusuhi Nabi SAW, bahkan sebelum turunnya Surat Al-Lahab yang mengutuk dirinya dan suaminya. Namun, ejekan ini dijawab oleh Allah SWT dengan wahyu yang menegaskan kasih sayang-Nya kepada Nabi Muhammad SAW, dan bahwa cobaan tersebut adalah bagian dari ujian yang akan meningkatkan derajat beliau di sisi Allah.
Pelajaran dari Surat Ad-Dhuha
Ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dari kisah turunnya Surat Ad-Dhuha. Pertama, sebagai manusia biasa, Nabi Muhammad SAW juga mengalami masa-masa sulit, namun beliau selalu mendapatkan dukungan dari Allah SWT melalui wahyu. Ini menunjukkan bahwa setiap ujian yang dihadapi oleh umat Islam juga merupakan bentuk kasih sayang Allah, yang menginginkan hamba-Nya semakin dekat kepada-Nya.
Kedua, cobaan dalam hidup bukanlah tanda bahwa Allah SWT meninggalkan hamba-Nya. Justru, dalam cobaan tersebut terdapat hikmah yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang bersabar dan tetap teguh dalam keimanan. Ujian tersebut juga menjadi sarana untuk menghapus dosa-dosa dan meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah SWT.
Ketiga, Surat Ad-Dhuha mengajarkan kita untuk tidak terpengaruh oleh ejekan atau hinaan dari orang-orang yang tidak memahami kebenaran. Sebagaimana Allah SWT menghibur Nabi Muhammad SAW, umat Islam juga harus meyakini bahwa setiap ejekan yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam tidak akan mengurangi kehormatan dan kemuliaan di hadapan Allah SWT.
Kisah Nabi Muhammad SAW di balik turunnya Surat Ad-Dhuha adalah salah satu contoh bagaimana Allah SWT selalu hadir untuk memberikan penghiburan dan kekuatan kepada hamba-Nya yang tengah mengalami kesulitan.
Hinaan dan ejekan dari orang-orang pembeci hanyalah ujian kecil yang harus dihadapi dengan kesabaran dan keyakinan. Sebagaimana Allah SWT menghibur Nabi Muhammad SAW dengan firman-Nya. Demikian pula setiap hamba yang bersabar akan mendapatkan ketenangan dan kedamaian dari Allah SWT di dunia dan akhirat. Surat Ad-Dhuha bukan hanya sekadar penghiburan bagi Nabi SAW, tetapi juga bagi seluruh umat Islam yang menghadapi ujian dalam kehidupan ini. (AN)