Armband, Kafiyeh, dan Mahsa Amini: Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Ajang Unjuk Pendapat

Armband, Kafiyeh, dan Mahsa Amini: Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Ajang Unjuk Pendapat

Piala Dunia Qatar tidak hanya sekedar bola, tapi lebih dari itu: dari agenda politik, hingga kemanusiaan.

Armband, Kafiyeh, dan Mahsa Amini: Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Ajang Unjuk Pendapat
ilustrasi

Perhelatan akbar sepak bola ini telah dijadikan oleh berbagai kalangan untuk mengaspirasikan pendapatnya lewat sorotan media. Mafhum, karena semua media hadir untuk meliput, sehingga berita apapun selain sepak bola akan mudah tersebar ke seluruh jagad maya.

Piala Dunia Qatar memang bukan sekedar pestanya si kulit bundar. Jika anda aktif melihat berita-berita terkini yang terjadi baik di dalam stadion maupun di luar setidaknya ada beberapa hal unik.

Apa saja hal-hal unik yang terjadi saat perhelatan Piala Dunia Qatar 2022?

One Love Armband

Dikutip dari laman daun.id istilah One Love dipopulerkan oleh musisi raggae asal Jamaika, Marcus Garvey awal abad ke 19. One Love ala Marcus Garvey tersebut tujuannya untuk anti diskriminasi yang dilakukan kepada bangsa kulit hitam Afrika terutama para imigran.

Pada tahun 1977, Bob Marley mempopulerkan kembali istilah One Love dalam sebuah lagu. Judul lagu One Love sebelumnya dipopulerkan grup musik raggae, The Wailers. One Love ala Bob Marley tujuannya adalah kesetaraan antar ras. Dalam kehidupan sosial sudah tidak perlu ada lagi perbedaan antara kulit hitam dan kulit putih.

Di Piala Dunia Qatar, One Love diasosiasikan dengan kelompok pro LGBTQ. Dasarnya adalah pemikiran bahwa cinta bukan hanya dengan lawan lain jenis (pria-wanita), melainkan juga sesama jenis (pria-pria, wanita-wanita). Bagi mereka, memiliki hubungan dengan siapa pun atas dasar cinta adalah hak setiap orang.

Hingga hari ini, pro-kontra One Love Armband masih bergulir. Tidak ada kata berhenti. Sekalipun larangan tentang setiap simbol dukungan LGBT berwarna pelangi sudah diatur oleh FIFA dan tuan rumah. Ganjaran kartu kuning akan didapat oleh siapa saja kapten timnas yang memakai One Love Armband. Salah satu kartu kuning tersebut telah dihadiahkan kepada kapten timnas Jerman, Manuel Nuer.

FIFA sebenarnya memiliki armband khusus dengan beberapa misi yang lebih penting, di antaranya #NoDiscrimination, #SaveThePlanet, #ProtectChildren, #EducationForAll, #BeActive.

Kafiyeh Palestina Armband

Kafiyeh Palestina adalah selendang hitam putih kotak-kotak yang biasanya dikenakan di leher atau kepala. Keffiyeh ini telah menjadi simbol nasionalisme Palestina sejak pemberontakan Arab 1936-1939 di Palestina. Di luar Timur Tengah dan Afrika Utara , keffiyeh pertama kali populer di kalangan aktivis pendukung Palestina saat konflik dengan Israel dan menjadi ikon solidaritas Palestina.

Bagi para pendukung perjuangan Palestina, beberapa suporter dari Qatar dan Jepang terlihat memakai sejenis ban kapten yang menyerupai Kafiyeh Palestina. Secara simbolik dipastikan itu adalah pesan bahwa warga Qatar juga tidak mengamini tindakan zionis Israel yang kurang lebih 70 tahun mempersekusi negara Palestina. Begitu juga beberapa suporter timnas Samurai Biru Jepang.

Hingga saat ini tidak ada satupun sanksi yang dijatuhkan oleh PBB kepada Israel atas tindakannya kepada Palestina yang dengan jelas telah banyak melanggar HAM. Tidak terhitung jumlah korban atas kekejaman Israel.

Turnamen tersebut juga didukung sentimen pro-Palestina di antara beberapa penduduk setempat, terutama sebagai tanggapan atas keputusan pemerintah Qatar yang mengizinkan penerbangan langsung dari Tel Aviv untuk Piala Dunia serta delegasi diplomat Israel untuk menangani logistik.

Dalam laporan Reuters diperkirakan 10-20 ribu penggemar sepak bola dari Israel akan mengunjungi Qatar selama turnamen. Orang Israel biasanya dilarang mengunjungi Qatar, yang tidak secara resmi mengakui Israel. Qatar menetapkan negara Palestina sebagai syarat untuk pengakuan atas Israel.

Aksi pemakaian ban kapten Kafiyeh Palestina juga merupakan ‘tandingan’ atas apa yang dilakukan Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faecer yang  hadir menyaksikan pertandingan saat Jerman kontra Jepang. Saat itu, ia turut memakai ban kapten One Love.

Suporter dan Kapten Iran Pro-Demonstran

Situasi politik negara Republik Islam Iran belakangan diwarnai demonstrasi pasca meninggalnya seorang perempuan belia, Mahsa Amini yang berumur 22 tahun. Berita yang beredar terutama dari sumber negara-negara Barat seperti BBC dan Reuters menyatakan bahwa kematian Mahsa Amini akibat tindakan anarkis polisi moral Iran.

Namun pemerintah Iran menepis hal tersebut. Demonstrasi pun pecah di beberapa kota besar. Pro-kontra juga terjadi terkait kasus kematian Mahsa Amini. Meskipun demikian, tak sedikit pula demonstrasi oleh para perempuan Iran yang mendukung aturan pemakaian jilbab sebagai identitas muslimah Iran dan tela diundang-undangkan itu.

Nampaknya, protes kepada pemerintah Iran juga ‘menjalar’ ke timnas sepakbola dengan julukan The Team Melli tersebut. Pada laga perdana Iran melawan Inggris (yang keduanya tidak akur secara politik) kapten Ehsan Hajsafi tidak ikut menyanyikan lagu kebangsaan sebagaimana rekan-rekannya. Hal tersebut dilakukan sebagai protes dan keberpihakan kepada demonstran anti hijab. Nampaknya sang kapten ingin mempermalukan negaranya sendiri, ditambah kekalahan 2-6 dari The Three Lions (Timnas Inggris).

Di lain waktu, jelang kick of Iran dengan Wales di stadion Ahmad Bin Ali, seorang suporter perempuan Iran menangis sambil mengangkat baju kaos dengan nama Mahsa Amini nomor punggung 22. Nomor punggung 22 adalah usia Mahsa Amini ketika meninggal. Suporter yang tidak berhijab ini sepertinya ingin memberikan pesan bahwa Iran harus memberikan kebebasan pilihan bagi perempuan untuk memakai ataupun tidak memakai hijab.

Dari Agenda Politik Sampai Kemanusiaan

Semua orang yang datang ke Qatar punya agenda masing-masing selain bermain bola (bagi para pemain) ataupun menikmati permainan di stadion (bagi para penonton). Agenda tersebut ditunjukkan baik secara simbolik maupun secara langsung, lewat media atau konferensi pers.

Kapten timnas Prancis yang juga kiper andalan, Hugo Lloris misalnya, sekalipun diarahkan oleh Kementrian Olahraganya untuk mengkampanyekan suara LGBT namun ia tetap menolak. Sang kapten tidak ingin mencampurkan kepentingan politik dengan agenda sepak bola.

Ada juga mega bintang Cristiano Ronaldo yang menolak memakai ban kapten pelangi karena menghargai agama Islam. Kita tidak perlu kaget karena pemain yang sudah 5 kali menjajaki piala dunia ini bahkan “mengharamkan” dirinya menyentuh alkohol.

Agenda kemanusiaan juga tidak ketinggalan ambil bagian. Salah satunya dukungan untuk perjuangan Palestina. Entah sampai kapan rakyat Palestina harus melawan penjajah di saat negara tetangganya sudah menikmati kebebasan. Piala Dunia kali ini seharusnya menjadi penguatan kembali Ukhuwah Islamiyyah kepada saudara sesama muslim yang menghadapi kesulitan di berbagai negara. Momen ini juga menjadi pertemuan timnas dan suporter dari berbagi negara Islam seperti Arab Saudi, Maroko, Tunisia, Iran, Senegal dan tuan rumah Qatar.

Event ini juga bisa menjadi pertarungan citra ‘Islam’. Semakin banyak yang memakai ban kapten ataupun spanduk Palestina misalnya, itu menandakan satu kekuatan Islam untuk kemanusiaan. Negara lain akan melihat bahwa persatuan Islam lewat piala dunia kokoh. Ini juga bisa menurunkan sikap islamophobia di negara-negara barat atapun Eropa.

Sebagai sebuah negara yang berbentuk republik dan menerapkan aturan Islam, Iran adalah negara yang sangat diperhitungkan posisinya di teluk Arab. Kebijakan politik Iran menjadikannya bulan-bulanan Amerika beserta konco-konconya. Iran tidak pernah tunduk pada Negeri Paman Sam sejak era revolusi 1979. Hingga kasus kematian Mahsa Amini, pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khameini menyatakan bahwa Amerikalah dalang demonstrasi yang terjadi. Apalagi keluarga Mahsa Amini termasuk barisan anti revolusi.

Sepak bola sepertinya sudah menjadi panggung untuk mengekspresikan pendapat. Banyak hal yang terjadi saat pesta sepak bola 4 tahunan tersebut digelar. Apalagi sepak bola merupakan olahraga dengan penonton terbanyak. Apapun yang diekspresikan akan mudah terlihat dan disorot media. Sekian banyak momen terpotret, dari mulai suporter Jepang yang hobi bersih-bersih stadion, timnas muslim yang selalu sujud sukur, lompatan selebrasi ‘Siuu’ ala Ronaldo, pernak-pernik para suporter dan tidak ketinggalan maskot gemoy Si La’eeb. (AN)