Abd al Karim al Jili masih bercerita, bahwa Platon menyarankan kepada murid kesayangannya, Aristoteles, agar juga berangkat menuju pantai “Majma’ al Bahrain” untuk menemui dan belajar kepada Khidhir.
Aristo sendiri tak tahu siapa dia dan wajahnya seperti apa. Tapi ia taat kepada gurunya dan berangkat ditemani santrinya seorang pemuda, putra Raja Makedonia. Namanya dikenal sebagai Alexander the Great, Iskandar al Akbar yang kelak menggantikan ayahnya dengan kekuasaannya sampai ke ujung dunia Barat dan Timur.
Konon di al Qur’an disebut “Iskandar Dzul Qarnain”. Ikut bersama keduanya para pengawal kerajaan atau sebutlah ” Paspampres “.
Dalam perjalanan menuju pantai itu mereka bertemu seorang pemuda yang di kemudian hari dikenal sebagai Khidhir.
Ia bergabung bersama mereka. Aristo dan Khidhir memisahkan diri. Iskandar, sementara para pengawalnya terus berjalan sampai melewati “Maraj al-Bahrain”.
Mereka tidak mengetahui tempat itu, padahal itu yang dituju. Mereka terus berjalan tanpa arah, dan kebingungan, lalu berhenti.
Sedangkan Khidhir berhenti dan diikuti oleh Aristo di “Maraj al-Bahrain” (pertemuan dua lautan). Tiba-tiba Aristo melihat Khidhir minum “Ma al-Hayat” (air kehidupan).
Ia pun ikut minum. Filsuf besar ini juga menyaksikan Khidhir berjalan di atas air laut, mandi dan berenang serta keanehan-keanehan lainnya. Aristo menyimpan dan merahahasiakan keanehan-keanehan itu.
Ia tak pernah menceritakannya kepada muridnya : “Alexander the Great”, raja Macedonia itu, kecuali sesudah Iskandar kembali ke istananya.
Al-Jili selanjutnya mengatakan :
فلزم الخضر واستفاد منه علوما جمة (ص117).
“Aristo bertemu Khidhir a. s. berhari-hari mengaji kepada Khidhir dan darinya ia dan Iskandar memeroleh banyak sekali ilmu pengetahuan. ”
Seperti gurunya, Aristo juga masih hidup hingga hari ini, berkat minum “air kehidupan” itu.
Husein Muhammad