Keberadaan hadis-hadis keutamaan bulan Rajab yang berstatus dhaif atau lemah membuat sebagian orang beranggapan tidak ada tradisi puasa Rajab di zaman Nabi. Padahal para ulama menemukan bukti kuat yang disinyalir menyinggung tradisi puasa Rajab di zaman Nabi. Bukti inilah yang kemudian menjadi salah satu pijakan mayoritas ulama’ untuk tidak mempermasalahkan soal puasa Rajab.
Secara umum, kemuliaan bulan Rajab dinyatakan dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 63. Di mana di dalam surat ini Allah menyatakan, di antara dari 12 bulan yang ada, ada empat bulan yang dimuliakan. Dan berdasar keterangan hadis sahih, salah satu dari empat bulan tersebut adalah bulan Rajab. Dari sini ulama pun mengambil kesimpulan bahwa bila Rajab adalah bulan mulia, maka beribadah di dalamnya juga memiliki kemuliaan tersendiri.
Selain itu, para ulama juga menemukan sebuah hadis sahih yang disinyalir menyinggung tradisi puasa Rajab di kalangan sahabat:
قَالَ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Usamah ibn Zaid berkata, aku berkata: wahai Rasulullah, aku tidak melihat Engkau berpuasa pada bulan di antara sekian bulan, seperti halnya engkau berpuasa pada bulan Sya’ban. Nabi bersabda: “Sya’ban adalah bulan yang dilupakan manusia diantara Rajab dan Ramadhan. Di bulan tersebut, amal-amal diankat kepada Allah tuhan semesta alam. Maka aku ingin diangkat amalku dalam keadaan aku berpuasa”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i, Abu Dawud, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah.
Imam as-Syaukani dalam Kitab Nailul Authar berkomentar terkait apa yang dimaksud Nabi bahwa Sya’ban terlupakan diantara Rajab dan Ramadhan. Bisa jadi pada waktu itu perhatian orang-orang pada puasa Rajab dan Ramadhan lebih besar dari puasa Sya’ban. Atau, orang-orang sibuk berpuasa Rajab sebab mengikuti tradisi jahiliyah dan melupakan puasa Sya’ban. Dan, menurut Imam as-Syaukani, bila dilihat dari dzahir bunyi hadis, yang benar adalah kemungkinan pertama. Yaitu Nabi menyayangkan tindakan orang-orang yang sibuk puasa Rajab dan Ramadhan, dan abai dengan puasa Sya’ban.
Imam as-Syaukani juga menegaskan orang-orang yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah para sahabat. Karena pada waktu itu Nabi Muhammad SAW sedang ingin membersihkan sisa-sisa tradisi jahiliyah dari mereka. Dan ini menunjukkan Nabi membolehkan mereka puasa Rajab.
Bila diperhatikan secara seksama, hadis di atas sedang berbicara tentang adanya tradisi puasa Rajab di antara para sahabat. Dapat disebut tradisi karena dilakukan tidak oleh satu atau dua orang saja, tapi oleh banyak orang. Dan kebetulan apa yang mereka lakukan tersebut membuat mereka lalai pada puasa di bulan lain, yaitu bulan Sya’ban.
Kesimpulan ini sesuai dengan apa yang juga difahami oleh Ibnu Hajar al-Asqalani. Ibn Hajar dalam Kitab Tabyinul Ajab bima Warada fi Syahri Rajab, sebuah kitab yang secara khusus mengulas hadis-hadis tentang keutamaan bulan Rajab, berkomentar usai menyebutkan hadis di atas: “Hadis ini menyatakan bahwa Rajab memiliki kesamaan dengan Ramadhan. Dan para sahabat di bulan Rajab sibuk dengan ibadah seperti yang mereka lakukan pada bulan Ramadhan. Dan mereka lalai akan hal itu di bulan Sya’ban. Oleh karena itu Nabi berpuasa di bulan Sya’ban. Dengan Nabi berpuasa di bulan Sya’ban, itu menunjukkan keutamaan Bulan Rajab. Dan itulah yang menjadi tradisi diantara para sahabat.”
Andai kata apa yang dilakukan oleh para sahabat itu salah, tentu Nabi akan menegur mereka. Tidak lantas berpuasa di bulan Sya’ban demi menunjukkan bahwa puasa di bulan Sya’ban tidak kalah penting dengan puasa di bulan Rajab dan Ramadhan. Inilah yang membuat hadis di atas menjadi salah satu pijakan penting tentang bolehnya puasa di bulan Rajab.
Mengenai beberapa riwayat yang mengungkapkan beberapa sahabat yang tidak menyukai orang yang puasa di bulan Rajab, hal ini seperti diungkapkan oleh Ibnu Hajar, terkhusus pada orang yang berpuasa di bulan Rajab demi meneruskan tradisi jahiliyah. Bukan yang sudah disyariatkan dalam Islam.