Terrorism Has No Religion?
Aksi esktrimisme kekerasan yang melanda di Jordan, Istanbul, Bangladesh, Baghdad, Madinah, dan Solo dalam sebulan terakhir membuat mayoritas orang Islam selalu denial bilang kalau “Terrorism has no Religion” atau Islam tidak mengajarkan kekerasan, dan bahkan yang lebih menyedihkan lagi ada yang bilang kalau terorisme adalah konspirasi asing, dibuat oleh musuh Islam (baca: Bom Madinah Kebohongan Kafir?-red). Ini membuat saya jengkel, kenapa sih kita gak pernah refleksi terhadap pengajaran agama kita sendiri?
Coba kita lihat, ada orang namanya Sayyid Qutb, Syaikh Abdullah bin Azzam, sama Abul A’la Maududi. Kalo mereka ditanya Islam? ya mereka Islam, bukan abal-abal. Namun, karena dalam kondisi kekecewaan, kefrustrasian, kehilangan pilihan positif ketika berkonflik, akibat sikap permusuhan dalam kolonialisme dan perebutan kekuasaan, mereka menciptakan kitab-kitab seperti “Ma’alimi Fil Thariq, Jihad Fisabilillah, dan sebagainya,” yang mendorong orang untuk melakukan kekerasan bagi siapa saja yang menghalangi tegaknya Islam dalam pengertian yang sangat sempit.
Melalui konsep Tauhid Hakimiyah yang dibuat, mereka bisa mengkafirkan polisi, jaksa, perusahaan, sekolah, kampus yang mencegah pemikiran mereka berkuasa. Sial, dalam kefrustrasiannya, mereka semua mencatut nama Islam dan mengklaim semuanya datang dari Allah SWT.
Ya memang, kalau anda hanya mengenal konsep Tauhid ala Salafi Arab Saudi yang tekstual dan gak kenal hermeneutika, anda bisa mencatut ayat-ayat itu tanpa memperhatikan konteks turunnya ayat tersebut, untuk kepentingan apapun, termasuk melayani nafsu berperang dan bermusuhan anda, dan itu memang memang sah-sah saja bagi yang genre berislamnya seperti itu. Jadilah At-Taubah dicomot sebagai surat pamungkas untuk bisa bom-bom jedar-jeder sana sini tanpa perlu repot menjawab pertanyaan, kenapa surat itu turun? buat apa ayat itu turun?.
Dan, pas mereka bikin kitab-kitab itu, emang mereka dibantu sama CIA, Mossad, atau Densus 88? jadi bukan konspirasi, Kawan. Ini bikinan mereka sendiri dengan klaim umat Islam. Ini yang jadi makanan empuk “media sekuler” dan aktor keamanan untuk memojokkan politik Islamis. Karena ulah mereka sendiri yang menghalalkan kekerasan.
Lantas, yang menjadi ironi adalah muncul narasi ketika mereka sering dibilang pejuang dan pahlawan Islam terhadap musuh-musuh barat. Padahal pemikiran mereka inilah, yang awal sebenernya digunakan untuk ‘tujuan mulia’, malah eksesif dan berkembang menjadi ISIS yang justru menghancurkan lebih banyak orang Muslim ketimbang yang bukan karena takfirisme.
Narasi-narasi perjuangan Islamis dalam konsep permusuhan dan glorifikasi terhadap kekerasan inilah yang kemudian berkembang menjadi sentimen, dan kebencian (hatred) dalam ruang publik pertarungan politik. Kita lihat di sosial media, berapa banyak akun-akun dakwah yang menggunakan bahasa negatif dalam penyampaiannya? sehingga terkesan memojokkan orang lain yang berbeda. Berapa banyak akun-akun media yang tiap hari kerjanya musuhin lawan politik seperti Syiah, Ahmadiyah, Gubernur Cina, lewat berita-berita hoax yang bikin kita capek.
Tanpa sadar, kita berbagi mindset konflik dan narasi permusuhan yang sama dengan pelaku-pelaku aksi teror / ekstrimisme kekerasan, dan dengan egoisnya kita cuma bilang ah mereka kan ngebom, saya enggak.”… dan ketika ada aksi kekerasan dilakukan umat Islam terhadap kelompok2 minoritas di negeri ini kita diam saja, dan cari alibi lain. Kita tidak bisa keluar dari kenyataan, bahwa kita sama tidak bermoralnya dengan pelaku teror itu.” Pengajaran dan doktrin keagamaan yang selama ini kita anut ternyata punya risiko membuat kita menjadi seorang ekstrimis.
Saya berharap kepada aktivis Islamis di Indonesia untuk mempopulerkan Fiqh perjuangan nir-kekerasan sebagai alternatif perjuangan kaum Muslimin yang bisa menggantikan perjuangan Islam Timur Tengah yang sudah penuh lumuran darah dan terbukti kontra-produktif terhadap perjuangan.
“Karena barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS Al Maidah: 32)
Selamat berbuka di hari terakhir Ramadhan 1437H, inilah refleksi saya terhadap bulan yang seharusnya penuh cinta dan berkah ini. Mari introspeksi diri, buat Islam yang lebih damai dan Rahmatan lil Alamin. Allahu Akbar 3x []
Hardya Pranadipa adalah aktivis Search For Commondground.