Apakah Musibah Berkaitan dengan Naiknya Derajat Kita di Sisi Allah?

Apakah Musibah Berkaitan dengan Naiknya Derajat Kita di Sisi Allah?

Jika kita curhat tentang musibah kita kepada orang lain, pasti orang itu akan bilang, “Sabar, kalau kita dapat musibah, Allah berarti masih sayang sama kita.”

Apakah Musibah Berkaitan dengan Naiknya Derajat Kita di Sisi Allah?

“Sabar, kalau kita dapat musibah, Allah berarti masih sayang sama kita,” begitulah salah satu ungkapan seseorang jika kita ditimpa musibah dan curhat kepada orang lain. Entah sudah jadi konsensus atau bagaimana, adanya musibah selalu dikait-kaitkan dengan naiknya derajat kita di sisi Allah. Apakah benar demikian?

Allah SWT berfirman dalam Q.S as-Syuara ayat 30:

وَمَاۤ أَصَابَكُم مِّن مُّصِیبَةࣲ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَیۡدِیكُمۡ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (Q.S. Asy-Syura 30)

Untuk memahamkan pembaca akan makna ayat tersebut, Imam al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami Li Ahkamil Quran mengisahkan sebuah balada antara Nabi Musa dengan salah seorang umatnya.

“Wahai Musa, memohonlah kepada Allah untukku, agar memenuhi hajatku, Dia Maha tahu pastinya akan hajatku itu,” pinta seorang lelaki itu kepada Sang Nabi.

Benar saja, Sang Nabi pun memenuhi permintaannya, dan berdoa kepada Allah ta’ala. Selepas berdoa, Sang Nabi pun turun ke khalayak ramai. Namun, justru ia mendapati kabar bahwa lelaki tersebut dicabik-cabik binatang buas hingga meninggal.

Lantas, Musa pun bermunajat kepada Allah, seraya berkata, “Bagaimana bisa jadi begini, Tuhan?”

Allah ta’ala pun menjawab, “Wahai Musa, sesungguhnya lelaki itu pernah meminta (naik) derajat, dan Aku tahu bahwa amal salehnya yang hanya segitu tidak mampu mengantarnya sampai ke derajat (maqam/level kewalian) itu. Maka, Aku timpakan kepadanya hal demikian sebagaimna kamu tahu, yaitu; tubuhnya sebagai penawar lapar bagi hewan buas. Hal ini mesti terjadi, sebagai perantara untuk ia sampai pada derajat yang diinginkannya tersebut.”

Dan, Musa pun mengerti akan kehendak dan takdir Allah ta’ala ini.

Nah, hal ini tentu berkesesuaian dengan firman Allah ta’ala:

مَن یَعۡمَلۡ سُوۤءࣰا یُجۡزَ بِهِۦ

Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu (Q.S An Nisa: 123)

Dengan demikian, dari beberapa penjelasan dan kisah Nabi Musa di atas, ada beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama, doa orang saleh itu mudah dikabulkan, sehingga, silaturrahmilah ke rumahnya dan mintalah doa darinya.

Kedua, jika kita minta didoakan orang saleh, sebaiknya diungkapkan hajatnya secara spesifik bentuknya dan jelas.

Ketiga, naik tingkat derajat (taqwa/kewalian) itu harus seirama dengan kualitas-kuantitas keistiqamahan dan keikhlasan beramal saleh.

Keempat, sebelum naik derajat, seseorang harus membayar dulu “hutang” kekhilafan/kejahatan yang pernah diperbuatnya. Bayar dulu, baru naik derajat. Musibah itu adalah wujud dari bayar hutang itu sekaligus perantaranya naik derajat. Inilah, mungkin, makna dari ungkapan umum, “Musibah itu adalah jalan Tuhan menaikkan Derajat Seseorang” berdasarkan penjelasan ayat dan tafsir yang telah disebutkan di atas. (AN)

Wallahu a’lam bisshawab.