
Di antara tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah merupakan alasan utama Allah menciptakan kita, tidak ada lainnya. Akan tetapi, dalam perjalanan kehidupan ini, manusia kerapkali abai akan tujuan utama itu. Mereka lebih fokus pada hal-hal lain di luar ibadah, tenggelam dalam rutinitas dan kesibukan yang bertujuan untuk memenuhi kehidupan dunia semata.
Akibatnya, mereka lupa dengan Sang Pencipta dan tidak lagi merasakan kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Saking fokusnya bekerja, lupa kalau Allah menjadi penentu dari segala hal yang kita usahakan. Maksiat dilakukan, tidak lagi sadar kalau Allah selalu mengawasi kita. Begitulah nasib orang yang tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.
Lantaran sering melakukan maksiat, hati kita tidak mampu lagi merasakan kehadiran Tuhan. Dia seolah-olah terasa jauh, padahal Dia sebenarnya lebih dekat dari urat nadi. Prof. Quraish Shihab dalam ceramahnya menjelaskan, Tuhan memang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, tetapi kehadiran-Nya dapat dirasakan melalui kekuatan iman.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dahulu pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menemukan Tuhan?”
“Bagaimana saya mau menyembah sesuatu yang tidak saya lihat,”Jawab Sayyidina Ali.
“Bagaimana caranya kamu melihat Tuhan?”
“Dia tidak dilihat oleh pandangan mata yang kasat ini. Tetapi dia dilihat oleh hati dengan pandangan yang diarahkan oleh iman.”
Melalui kisah ini dapat dipahami bahwa Tuhan tidak mungkin dilihat dengan mata seperti halnya kita memandang makhluk hidup di dunia. Ketidakmampuan mata kita untuk melihat wujud Tuhan, bukan berati tanda wujudnya tidak ada. Merasakan kehadiran Tuhan bukanlah dengan cara melihatnya, tetapi merasakannya dengan memperkuat keimanan kepada-Nya.
Maka dari itu, Prof. Quraish Shihab menambahkan, “Dia (Tuhan) jauh, tapi Dia sangat dekat kepadamu. Lebih dekat dibanding urat lehermu. Dia dekat, tetapi kamu tidak dapat merabanya. Setiap orang mestinya sadar bahwa Tuhan itu ada. Hanya saja, kekotoran jiwanya, menjadikannya semakin menjauh dan merasa seolah-olah Tuhan itu tidak ada.”
Sesungguhnya Allah SWT hadir dalam setiap napas kita, setiap detik yang kita jalani, namun terkadang kita tidak menyadarinya. Yang perlu diingat, bukan pada seberapa dekat Tuhan dengan kita, melainkan pada sejauh mana iman kita mampu merasakan kedekatan-Nya. Dalam pandangan Al-Qur’an, kehadiran Allah itu adalah fitrah. Setiap manusia lahir dengan kesadaran bahwa Tuhan itu ada, tetapi seringkali kekotoran jiwa dan kebingungan pikiran membuat kita merasa terhalang dari-Nya.
Fitrah ini adalah bagian dari naluri manusia yang tidak bisa dipisahkan. Sejak lahir, setiap manusia membawa fitrah ini, kesadaran akan Tuhan. Namun, seiring berjalannya waktu dan semakin kerasnya dunia yang kita hadapi, kita sering kali menjauh dari-Nya. Kita sibuk mengejar hal-hal duniawi yang sering kali menutupi hati kita dari kesadaran akan Tuhan. Dan, itulah mengapa banyak orang merasa jauh dari Tuhan, meskipun Dia selalu dekat.
Kehadiran Tuhan itu terasa, tetapi sering kali kita tidak dapat merasakannya karena hati kita tertutup oleh kesibukan dunia. Untuk bisa merasakannya, kita harus meninggalkan sejenak hiruk-pikuk dunia ini, melangkah ke dalam kesunyian, dan kembali merenung. Sebagaimana kita membutuhkan waktu untuk menyendiri dan mencari ketenangan, kita juga perlu waktu untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan Tuhan, untuk menemukan kembali kehadiran-Nya dalam hidup kita.