Seorang ahli hikmah berkata “ليس العيد لمن لبس الجديد ولكن العيد لمن تقواه يزيد” yang artinya, bukanlah hari raya bagi orang yang menggunakan segala sesuatu yang serba baru, tetapi hari raya adalah bagi orang yang bertambah ketakwaannya.
Perkataan hikmah tersebut merupakan sindiran bagi orang-orang yang mengidentikkan hari raya dengan segala sesuatu yang baru, namun mereka lupa kepada ketakwaan yang harusnya diperbaharui ketika hari raya tiba.
Sebagaimana kita perhatikan (khususnya) di kalangan masyarakat Indonesia, bahwasannya hari raya identik dengan segala sesuatu yang baru, terutama dalam masalah berpakaian. Dari hal tersebut, muncullah sebuah pertanyaan sebenarnya apakah memakai baju baru di hari raya merupakan kesunahan yang dianjurkan Rasulullah SAW? Atau ia hanya merupakan tradisi yang kadang memberatkan bagi sebagian orang yang kurang beruntung di saat hari raya.
Dalam masalah berpakaian saat hari raya, sesuatu yang sebenarnya di sunahkan oleh para ulama adalah berhias dengan pakaian terbaik yang dimiliki. Hal tersebut dilandasi oleh beberapa riwayat yang menceritakan bagaimana para sahabat mencontoh Nabi Muhammad SAW dalam menggunakan pakaian terbaik yang dimiliki ketika hari raya tiba.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Abiddunya bahwasannya sahabat Ibnu Umar RA menggunakan pakaian terbaik yang dimilikinya di dua hari raya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya jika seseorang membeli pakaian baru untuk digunakan saat hari raya, dengan dilandasi niat untuk berhias dengan pakaian terbaik ketika hari raya, maka ia mendapatkan pahala sunah. Namun, jika ia membeli pakaian baru dengan tujuan menyombongkan diri di hadapan para kerabat, maka hal tersebut malah bisa merusak hakikat dari hari rayanya.
Namun, bagi mereka yang tidak mampu membeli pakaian baru ketika hari raya, mereka tak perlu bersedih. Karena sejatinya, mereka tetap bisa mendapatkan pahala sunah dengan berhias menggunakan pakaian terbaik yang mereka miliki, tanpa harus memaksakan diri untuk membeli.