Dalam pelaksanaan shalat jamaah, terkadang sang imam lupa atau salah dalam bacaan ataupun gerakan shalat. Bagi makmum yang mengerti, biasanya akan langsung mengingatkan sang imam dengan membaca tasbih bagi yang laki-laki atau menepuk punggung tangan bagi yang perempuan.
Pada sebagian kasus tidak jarang terjadi kesimpangsiuran antara imam dan makmum yang tidak memahami persoalan. Sang imam tetap meneruskan gerakan salatnya padahal makmum sudah berulang kali mengingatkannya.
Misalnya saja, ada seorang imam yang lupa duduk tasyahud awal. Setelah sujud kedua di rakaat kedua, sang imam langsung saja bangkit untuk meneruskan rakaat selanjutnya.
Ketika ditegur makmum dengan bacaan tasbihnya, sang imam tidak bergeming sehingga makmumpun bingung antara mengikuti gerakan yang seharusnya atau mengikuti imam.
Hal senada juga terjadi ketika imam lupa membaca doa qunut. Ia langsung sujud setelah i’tidal selesai. Ketika ditegur makmum, tetap saja ia melanjutkan salatnya tanpa kembali ke gerakan sebelumnya.
Pertanyaannya sekarang adalah, perlukah menegur imam yang sudah terlanjur lupa duduk tasyahud awal atau doa qunut tersebut? Haruskah makmum mengingatkan imam dengan membaca tasbih berulang kali dengan harapan sang imam kembali ke gerakan sebelumnya?
Serta sikap apakah yang harus diambil oleh makmum ketika mendapati imam seperti itu, apakah harus mengikuti gerakan imam atau melakukan gerakan yang seharusnya secara sendirian? Hal ini sering terjadi di masyarakat dan tulisan sederhana ini akan mencoba menguraikannya.
Di dalam pelaksanaan ibadah shalat setidaknya ada tiga hal yang sering terlupa oleh mereka yang shalat, yaitu rukun, sunat haiat dan sunat ab’ad shalat. Jika seseorang melupakan rukun salat, jika waktunya belum terlalu lama, maka ia wajib kembali ke gerakan atau bacaan rukun yang dia lupakan tersebut, baik yang bersangkutan berstatus sebagai imam, makmum, atau salat sendirian.
Dan bagi makmum (jika berjamaah) dianjurkan untuk mengingatkan imam yang melupakan rukun salat tersebut dengan membaca tasbih untuk yang laki-laki dan menepuk punggung tangan bagi yang perempuan. Kemudian sebelum salam, hendaknya imam melakukan sujud sahwi sebanyak dua kali sebagai pengganti dari keterlupaannya.
Sedangkan jika yang terlupa itu adalah sunat-sunat salat, baik sunat haiat (sunat yang tidak perlu diganti dengan sujud sahwi jika meninggalkannya seperti kesunahan mengangkat tangan ketika takbir, duduk istirahah sebelum bangkit, dan yang sejenisnya) maupun sunat ab’ad (sunat yang jika tertinggal dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi seperti membaca tasyahud awal dan duduknya, doa qunut dan berdirinya, dan membaca salawat pada tasyahud awal dan salawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir), maka seseorang tidak dianjurkan untuk kembali ke gerakan atau bacaan sunah yang ia tinggalkan tersebut.
Seandainya yang bersangkutan menyengaja kembali ke gerakan atau bacaan sunah tersebut setelah dia masuk ke gerakan rukun setelahnya, maka salatnya dihukumi batal sama sekali, baik dia berstatus sebagai imam, makmum, ataupun salat sendirian karena kaidah amalan yang wajib tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan yang wajib pula.
Berdasarkan kaidah itu, maka ketika seorang imam sudah terlanjur lupa tasyahud awal dan bangkit dari sujud kedua di rakaat kedua misalnya atau lupa qunut dan sudah terlanjur turun dari i’tidalnya, maka seorang makmum tidak dianjurkan untuk menegurnya dengan tasbih atau tepukan tangan.
Bagi makmum yang mendapati imamnya seperti ini, hanya wajib mengikuti gerakan imam tanpa menyengaja untuk menyelisihinya, karena imam dijadikan sebagai ikutan dalam pelaksanaan salat.
Namun jika sang imam kembali duduk setelah bangkit dari sujud kedua pada rakaat kedua untuk melakukan tasyahud awal atau kembali berdiri setelah turun untuk sujud setelah i’tidal untuk melakukan doa qunut, maka bagi sang makmum tidak perlu mengikutinya karena kaedah yang telah disebutkan, sebab hal itu akan membuat salatnya menjadi batal.
Namun jika ia lupa akan hal itu dan sang imam juga lupa dengan keharamannya, maka menurut pendapat yang kuat shalatnya tetap dianggap sah dan ketika ia sudah ingat maka harus segera bangkit untuk melanjutkan shalatnya.
Begitu juga bagi umat Islam yang tidak mengetahui sama sekali tentang hal tersebut, maka ia dihukumi sama dengan orang-orang yang lupa, dalam arti kata shalatnya tetap dianggap sah. Kemudian sebelum salam, yang bersangkutan (baik imam maupun orang yang shalat sendirian) dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi.
Masalah di atas dijelaskan secara gamblang oleh Imam Abu Suja’ dalam karyanya Matan al-Ghayah wa al-Taqrib, Imam al-Nawawi dalam karyanya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam Taqiyuddin al-Hishni dalam karyanya Kifayah al-Akhyar Syarah Matan Taqrib, Imam al-Suyuthi dalam karyanyaal-Asybah wa al-Nazair, dan masih banyak yang lain. Bagi segenap pembaca yang ingin mengetahui detail persoalannya dapat melanjutkan bacaannya ke kitab-kitab yang sudah kami sebutkan di atas.