Sewaktu Orde Baru masih digdaya, ada adegan horor yang tayang tiap 30 September. Disebut horor adalah karena stasiun televisi nasional memutar sebuah film berjudul Pengkhianatan G 30S/PKI.
Tidak saja adegan berdarah dari penyiksaan para jenderal, film G 30S/PKI juga merekam tawa puas para penyiksa, hingga pengambilan mayat korban tragedi yang berlatar belakang kejadian tanggal terakhir di bulan September, 55 tahun silam.
Nah, upaya untuk memutar secara massif kengerian itu tampaknya mulai dikonsolidasikan kembali. Tapi, kali ini bukan oleh rezim yang berkuasa.
Sebaliknya, gagasan itu menyeruak dari PA 212 dkk yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI. Ditengarai, mereka akan menyelenggarakan nonton bareng (nobar) film G30S/PKI. Bahkan, nobar ini akan diselenggarakan secara nasional.
“Kami pada tanggal 30 September akan mengadakan sebuah hajatan besar, yaitu kita akan khatamul Qur’an yaitu menjalankan khataman Qur’an dan berdoa munajat kepada Allah SWT, serta doa taubat untuk para umat Islam, baik yang berjuang bersama-sama kami, maupun yang berjuang bersama-sama pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat,” kata Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Yusuf Muhammad Martak dalam jumpa pers di Hotel Sofyan Cut Meutia, Jakarta Pusat, Minggu (30/8/2020).
“Setelah itu kami akan mendengar secara bersama-sama di wilayah masing-masing untuk nonton bareng film G30S/PKI alias nobar,” imbuh dia.
Senada, Ketua PA 212 Slamet Maarif menambahkan pihaknya akan melaksanakan kegiatan ini secara nasional di musala dan majelis taklim di tiap-tiap daerah. Dia menyebut kegiatan ini akan tetap menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
“Nobar itu akan kita laksanakan secara nasional di masjid, di musala, di majelis taklim di tempat-tempat lainnya di tiap-tiap daerah. Jadi tidak terfokus pada satu daerah dan tetap harus menjaga protokol COVID-19 itu tetap menjadi acuan kita ya,” kata Slamet.
Di lain pihak, film G 30S-PKI masih menjadi kontroversi hingga saat sekarang, lantaran tarikh peristiwa Gerakan 30 September 1965 belum terkuak sepenuhnya. Ini seperti diterangkan oleh Amoroso Katamsi, pemeran Presiden Soeharto dalam film Pengkhianatan G 30 S-PKI.
“Film ini sengaja dibuat untuk memberi tahu rakyat bagaimana peran PKI saat itu. Jadi memang ada semacam muatan politik,” ujar Amoroso, dikutip Tempo.
Lebih jauh, Amoroso menuturkan bilmana kondisi PKI terhadap rakyat Indonesia memang seperti adanya film. “Tapi memang ada beberapa adegan yang berlebihan,” tambahnya.
Meski begitu, Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI pun disebut-sebut menuai sukses besar. Skenario film ditulis oleh Arifin C. Noer sekaligus sebagai sutradara, bersama sejarawan andalan pemerintah Orde Baru kala itu, Nugroho Notosusanto.
Majalah Tempo (1988) melaporkan, film ini ditaksir menghabiskan biaya Rp800 juta dan menjadi film termahal di Indonesia pada dekade 1980-an.
Jadi, upaya PA 212 untuk bikin nobar Film Penumpasan Pengkhianatan G 30S/PKI itu ya sebetulnya bisa dibaca sebagai “pelestarian” karya anak bangsa. Bahwa kemudian dalam upaya melestarikan warisan itu terkadang lepas dari konteks historisnya, yah bukankah itu biasa terjadi?
Walhasil, merasa heroik, padahal sebetulnya tidak paham persoalan. (AK)