Alasan Majelis Hakim Vonis Mati Pelaku Pemerkosa Santriwati Pesantren Tahfidz

Alasan Majelis Hakim Vonis Mati Pelaku Pemerkosa Santriwati Pesantren Tahfidz

Herry Wirawan (HW), pelaku pemerkosaan terhadap santriwati dijatuhi vonis hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada sidang terbuka yang diselenggarakan pada Senin, 4 April 2022.

Alasan Majelis Hakim Vonis Mati Pelaku Pemerkosa Santriwati Pesantren Tahfidz

Perjalanan kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati Pesantren Tahfidz Madani, Cibiru, Bandung, mencapai babak baru. Herry Wirawan (HW), pelaku pemerkosaan sekaligus pengasuh di pesantren tersebut dijatuhi vonis hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada sidang terbuka yang diselenggarakan pada Senin, 4 April 2022.

Sebelumnya, pada 15 Februari 2022, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 989/Pid.Sus/2022/PN/Bdg, HW divonis penjara seumur hidup karena dinyatakan bersalah telah melakukan tindakan pidana berupa “sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan pendidik dengan menimbulkan korban lebih dari satu orang dalam beberapa kali”.

Pada sidang kali ini, majelis hakim menyatakan menerima banding yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dan akan memperbaiki putusan yang telah disebutkan sebelumnya. Ada tiga pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim sebelum akhirnya memutuskan untuk memperberat hukuman yang diterima HW.

Pertama, tidak adanya tanggung jawab kepada anak-anak yang lahir akibat ulahnya. Majelis hakim menyatakan: Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan anak-anak dari para korban, di mana sejak lahir mereka kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, sebagaimana anak-anak yang lahir pada umumnya. Pada akhirnya, perawatan anak-anak tersebut akan melibatkan banyak pihak.

Kedua, trauma yang menghantui para korban akibat pemerkosaan yang mereka alami. Majelis hakim menyatakan: Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan terhadap korban dan orang tua korban.

Ketiga, menyebabkan tercorengnya citra agama Islam. Majelis hakim menyatakan: Akibat perbuatan terdakwa yang dilakukan di berbagai tempat yang dianggap menggunakan simbol agama, di antaranya adalah pondok pesantren yang dipimpin oleh terdakwa dapat mencemarkan lembaga pondok pesantren, merusak citra agama Islam karena menggunakan simbol-simbol agama Islam, serta dapat menyebabkan kekhawatiran orang tua untuk mengirim anaknya belajar di pondok pesantren.

Agama Islam sendiri tidak menolerir segala tindak kekerasan. Siapapun pelakunya Islam akan menindak tegas semua pelaku kekerasan, tanpa memandang status sosial pelaku, termasuk pengasuh pondok pesantren seperti HW. Dengan demikian, umat Islam tidak perlu merasa bahwa agama Islam menjadi tercoreng karena perbuatan yang dilakukan HW, sebagaimana yang disebutkan dalam pertimbangan, karena agama Islam sendiri tidak pernah membenarkan segala tindak kekerasan.

Semoga peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, sudah seharusnya kita saling melindungi dan menjaga satu sama lain, dan tentunya selalu berdoa agar selalu dihindarkan dari segala perbuatan-perbuatan tercela, baik yang dapat merugikan orang lain maupun diri sendiri.