SEJARAH Islam tak melulu dipenuhi dengan cerita peperangan, penaklukan, dan friksi politik di antara penguasa kerajaan (daulah). Di tengah-tengah “masa gelap” itu, terselip abad kejayaan karena masih ada sebagian pemimpin muslim yang peduli dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sebab itu, tak benar bila kehadiran daulah-daulah Islam hanya melahirkan kekacauan. Keberadaan mereka juga memunculkan sejumlah ilmuwan besar, yang berkontribusi terhadap perkembangan sains di masa modern.
Salah satu ilmuwan besar yang terlahir pada masa kegemilangan Islam adalah Abu Abdullah Ibn Musal Al Khawarizmi. Dia berasal dari Persia (sekarang Iran) dan hidup pada masa Khalifah Al-Makmun. Di banyak artikel dan buku yang bercerita mengenai biografinya, Khawarizmi lebih dikenal sebagai penemu angka nol serta bapak al-Jabar dan algoritma. Namun siapa yang menyangka jika intelektual Muslim kelahiran 780 M itu juga pakar di bidang astronomi, musik, filsafat, logika, ilmu hitung, geografi dan kimia.
Individu dengan varian kompetensi yang rumit tersebut, jelas tidak banyak dimiliki ilmuwan-ilmuwan pada abad kontemporer seperti sekarang. Intelejensi yang tinggi menyebabkan pribadi Al-Khawarizmi patut menjadi kebanggaan bagi semua orang Islam. Bahkan, nama Khawarizmi hingga sekarang tetap diagung-agungkan oleh bangsa-bangsa di Eropa.
Buku paling fenomenal yang ditulisnya al-Jabr wa al-Muqobalah (830 M), yang menjadi pembuktian keilmuannya di dunia intelektual karena karya ini merupakan buku pertama yang membahas mengenai solusi sistemik dari linear dan notasi kuadrat. Oleh para ilmuwan di Barat, buku tersebut disalin ke banyak bahasa dan menjadi rumus pedoman untuk menyelesaikan kerumitan ilmu Matematika. Hingga hari ini, studi kesarjanaan yang membahas tentang filsafat dan sejarah Matematika banyak menjadikan kitab tersebut sebagai rujukan utama.
Buku ini membuat dia menjadi orang terkenal, baik di dunia Barat maupun Timur. Pengaruh buku ini semakin terasa hingga hari ini. Karya ini untuk pertama kalinya diterbitkan di Inggris dengan judul buku The Book of Restoration and Balancing (1831) dan di Amerika Serikat (1945).
“Karya ini menjadi basis studi al Jabar di era Renaisains, misalnya menjadi rujukan utama dalam sejumlah karya matematikawan besar seperti Leonardo Fibonacci (1175-1230), Albert (1196-1280), dan Roger Bacon (1214-1294).
Sangat jelas bahwa “Practica Geometria” yang ditulis Fibonacci mengambil pengaruh besar dari ide-ide al-Jabr wa al-Muqobalah milik Khawarizmi,” tulis seorang matematikawan dari Universitas London Adnan Baki dalam artikel panjangnya bertajuk Al Khawarizm Contribution’s to the Science Mathematics: Al Kitab Al Jabr wa al Muqabalah yang dimuat di Journal of Islamic Academy of Sciences (1992).
Al Khawarizmi adalah seorang matematikawan muslim agung yang pernah hidup di dunia pada abad ke-9 di puncak kejayaan Islam Khalifah Al Ma’mun di Baghdad. Dia merupakan ilmuwan yang mengajar di Dar ul-Hikmah, akademi saintis yang didirikan di Baghdad pada masa Khalifah Harun al Rasyid dan diteruskan Al Ma’mun. Dijelaskan dalam tulisan tersebut, pada permulaan karirnya, Al Khawrizmi bepergian ke Afghanistan dan juga ke India.
Di dua negara tersebut, dia berkenalan dengan banyak orang dan belajar ilmu-ilmu hitung dari para ilmuwan setempat. Sekembalinya ke Baghdad, dia memperkenalkan ilmu matematika dan astronomi Hindu.
Pada waktu yang bersamaan, dia menulis tabel astronomi yang dikenal di Arab sebagai Sindhind. Pada periode ini, dia juga memperkenalkan hitung-hitungan: penambahan, perkalian, dan pembagian yang bermanfaat untuk para pedagang, peneliti, dan staf di Dar al-Hikmah.
Dia juga mengajarkan pehitungan tertentu yang penting untuk diterapkan dalam pembagian waris menurut Islam.
Yang paling menarik pada pikiran Al Khawarizmi tentang Matematika dan hubungannya dengan nilai ketuhanan adalah ketika banyak pengikut positivistik mengklaim bahwa pengetahuan matematika adalah sesuatu obyektif yang bisa menjangkau realitas eksternal (ultimate reality), maka Al Khawarizm mengatakan hal lain.
Dalam hal ini, dia memposisikan diri sebagai penganut konstruktivisme yang memandang bahwa pengetahuan matematika merupakan hasil dari konstruksi individu, bersifat subyektif, sehingga tidak ada kewenangan untuk membincangkan persoalan konstruksi indvidu dengan realitas yang tak terjangkau.
Hal ini menjelaskan, bahwa lebih dari seribu seratus tahun yang lalu, Al Khawarizmi sudah mengajarkan bahwa pengetahuan matematika dibangun atas pikiran manusia dan memiliki sifat terbatas.
Filosofi ini, oleh Al Khwarizmi digambarkannya dengan perhitungan lingkaran, dan kini metode ini sangat sesuai dengan perhitungan modern.