Di hadapan para sarjana, intelektual dan aktifis kemanusiaan yang hadir pada acara penganugerahan “Opus Prize” di Universitas tertua, Georgetown, Washington DC, tahun 2013, saya menyampaikan ayat suci Al-Qur’an :
الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan (membebaskan) manusia dari situasi dunia gelap gulita menuju dunia bercahaya dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Dunia gelap adalah dunia yang diliputi kebodohan dan kezaliman, dan dunia bercahaya adalah dunia yang diliputi ilmu pengetahuan dan keadilan. Ini adalah misi utama Islam menuju visi : Rahmatan Li al-‘Alamin”, Kasih Sayang semesta.
Nabi Muhammad berkali-kali menegaskan bahwa pekerjaan manusia yang paling disukai Tuhan adalah melepaskan penderitaan manusia, menghilangkan rasa lapar mereka, membagi kegembiraan/ kebahagiaan di hati dan menyebarkan kedamaian.
“Islam hadir untuk mewujudkan moralitas luhur, kebaikan dan kasih-sayang, bukan untuk melahirkan kerusakan, kebodohan dan kebencian. Inilah tujuan semua agama dan jalan yang ditempuh para bijakbesari dan orang-orang yang berakal”, kata Ibn Rusyd.
Nah, oleh karena itu, Agama harus memberikan jalan keluar bagi problematika dan kesulitan hidup manusia. Seluruh gerakan sosial keagamaan harus diarahkan bagi terciptanya suatu kehidupan yang bermartabat, berkeadilan, demokratis dan menghargai hak-hak fundamental manusia. Islam menekankan nilai-nilai tersebut sebagai kewajiban normatif dan berlaku universal.
Pada sisi yang lain Islam mengambil sikap tegas untuk menolak kezaliman, arogansi, diskriminasi dan individualisme. Singkat kata agama menuntut umatnya berjuang keras (jihad) untuk mewujudkan dua hal secara simultan; menciptakan moralitas kemanusiaan yang luhur dan mengapuskan segala praktik dehumanisasi.