Peringatan Haul ke-8 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Tebuireng, Jombang pada Kamis (28/12/2017) malam di halaman Pondok Pesantren Tebuireng mengungkap sejumlah kisah haru hingga kemelut politik yang demikian panas. Tepatnya saat Gus Dur hendak lengser menjadi presiden RI.
Prof Dr Mahfud MD, salah satu yang didapuk sebagai pembicara kesaksian Gus Dur saat itu mengungkapkan, ada peristiwa yang saat ini masih belum banyak diketahui khalayak. Yakni ada sejumlah tokoh Islam yang juga ikut prihatin akan kondisi politik yang kian panas saat Gus Dur hendak lengser.
Mereka menawarkan solusi agar Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia diubah menjadi negara Islam. Sehingga berbagai tokoh dan umat Islam dapat mengepung Jakarta dan bisa menyelamatkan Gus Dur. Mereka juga memastikan dalam satu atau dua hari Gus Dur akan selamat dari cekaman politik tersebut, dan Gus Dur pun tetap di posisi menjadi presiden.
“Usulnya begini, nanti tolong sampaikan ke presiden, presiden jangan mengeluarkan dekret membubarkan DPR dan MPR, tapi presiden supaya membuat dekret Indonesia ini menjadi Negara Islam, ganti Pancasila menjadi Negara Islam,” katanya menirukan salah satu tokoh yang saat itu ditelpon Mahfud MD menanyakan solusinya.
Usul tersebut kemudian langsung disampaikan kepada Gus Dur yang semula antara Gus Dur dan dirinya tidak pernah tanya terkait solusi/usul apa yang ingin disampaikan mereka. Namun, cucu KH Hasyim Asy’ari, Pendiri NU itu menolak dengan tegas tawaran solusi dari tokoh tersebut. Menurutnya usul tersebut sama halnya dengan menghianati Republik Indonesia ini.
“Kemudian saya sampaikan kepada Gus Dur. Lagi-lagi Gus Dur marah. ‘Saya lebih baik jatuh dari kedudukan presiden daripada mengkhianati republik ini’,” ujar Mahfud MD menirukan ucapan Gus Dur saat itu.
Tetapi sayang, Mahfud MD masih enggan menyebut nama-nama tokoh yang menawarkan solusi tersebut. Ia hanya mengungkapkan ada tujuh tokoh pada saat itu yang mengajukan solusi kepada Gus Dur melalui dirinya.
“Saya ditelpon oleh tokoh-tokoh Islam, ada tujuh tokoh saat itu, tapi saya tidak mau sebut namanya, ingin bertemu dengan Gus Dur. Mungkin 30 tahun lagi saya tulis,” tutur dia.
“Itulah Gus Dur, orangnya punya prinsip, tapi terkadang disampaikan dengan lucu, tapi juga terkadang marah-marah betul,” pungkasnya.